Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia Arrmanatha Nasir meminta Dewan Keamanan PBB segera mengambil tindakan nyata untuk mengakhiri penderitaan rakyat Palestina, menyusul perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Hamas.
Pernyataan tersebut disampaikannya dalam sidang terbuka Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yang membahas isu Timur Tengah dan Palestina pada Senin, demikian siaran pers Kementerian Luar Negeri Indonesia yang diperoleh Selasa.
“Kami menyambut baik tercapainya gencatan senjata di Gaza, dan perjanjian ini harus menjadi langkah awal menuju tercapainya perdamaian di Timur Tengah,” kata Wakil Menteri Luar Negeri Arrmanatha Nasir.
Namun, ia juga menyayangkan kesepakatan ini baru tercapai setelah hilangnya puluhan ribu nyawa. “DK PBB harus memastikan seluruh tahapan perjanjian ini dilaksanakan sepenuhnya dan menghentikan siklus kekerasan yang berulang,” tegasnya.
Selain itu, Arrmanatha juga menyoroti semakin meluasnya pembangunan pemukiman ilegal di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, yang disertai dengan kekerasan yang semakin tidak terkendali dan impunitas.
Dalam keterangannya, Armanatha menyampaikan dua hal yang harus menjadi prioritas utama pasca perjanjian gencatan senjata, yaitu pertama, perlunya mengakhiri krisis kemanusiaan di Gaza.
Armanatha menyerukan agar bantuan kemanusiaan segera disalurkan tanpa batasan, sejalan dengan seruan Sekretaris Jenderal PBB.
Dia juga menekankan pentingnya memastikan keselamatan pekerja bantuan dan mendesak dimulainya persiapan untuk upaya rekonstruksi Gaza, termasuk mencabut blokade yang telah berlangsung selama 18 tahun yang telah melumpuhkan perekonomian Gaza.
“Peran UNRWA (badan PBB untuk pengungsi Palestina) sangat penting dalam mencapai tujuan tersebut. DK PBB harus melindungi UNRWA dari segala ancaman dan kampanye disinformasi yang menyerang badan ini,” ujarnya.
Upaya kedua yang menjadi fokus adalah mengembangkan solusi politik komprehensif untuk mengakhiri konflik Israel-Palestina, mendukung solusi dua negara sebagai sarana perdamaian.
Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia juga menekankan bahwa solusi dua negara adalah satu-satunya cara untuk masa depan yang adil bagi Palestina dan Israel. “Alternatif lain apa pun akan mengarah pada rasisme dan penindasan,” katanya.
Arrmanatha juga meminta komunitas internasional untuk mendorong dialog serius guna mengatasi akar penyebab kolonialisme dan ketidakadilan historis di Palestina.
Ia juga meminta Indonesia mendukung penuh dan berkomitmen terhadap keberhasilan Konferensi Internasional Tingkat Tinggi tentang Implementasi Solusi Bilateral yang akan diselenggarakan pada Juni mendatang, sebagai langkah tegas menuju perdamaian.
Wakil Menlu RI juga mengajak Dewan Keamanan PBB untuk menekankan pentingnya hal tersebut di tengah situasi internasional yang semakin sulit. Untuk itu, secara khusus ia meminta negara-negara anggota tetap DK PBB untuk mengakhiri kebuntuan dan melanjutkan reformasi di DK PBB.
“Sejarah akan menentukan apakah DK PBB memenuhi tantangan atau menjadi tidak relevan,” kata Arrmanatha.
Sesi debat terbuka DK PBB kali ini dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Aljazair Ahmed Attaf yang menjabat sebagai Presiden DK PBB pada bulan Januari lalu.
Agenda “Timur Tengah, termasuk Persoalan Palestina” telah menjadi salah satu agenda utama Dewan Keamanan PBB selama lebih dari tujuh dekade dan rutin dibahas setiap tiga bulan.
Partisipasi aktif Indonesia dalam Forum tersebut menunjukkan komitmen kuat Indonesia terhadap perjuangan rakyat Palestina.
Hal ini senada dengan pernyataan Menteri Luar Negeri RI Sugiono dalam Siaran Pers Tahunan Menlu awal Januari lalu.
Pertemuan tersebut juga dihadiri oleh tujuh negara setingkat menteri, antara lain Palestina, Slovenia, Kolombia, Namibia, dan Sierra Leone, yang menegaskan isu Palestina sebagai masalah yang sangat memprihatinkan negara-negara di berbagai kawasan.
Leave a Reply