Kabar Harapan

Memberikan Informasi Terupdate Dalam Negri & Luar Negri

Kebakaran Los Angeles dan kompleksitas bencana di era informasi

Jakarta (Antara) Kebakaran di tiga distrik kota Los Angeles, Amerika Serikat, belakangan kembali menarik perhatian dunia.

Meskipun California adalah negara bagian yang akrab dengan bencana kebakaran hutan, sebenarnya California tidak asing dengan kerusakan akibat kebakaran.

Namun tragedi kali ini bukan sekedar kobaran api yang menghanguskan tanah, rumah, dan nyawa.

Kebakaran tersebut mencerminkan kompleksitas masyarakat modern yang hidup di Era Informasi di mana realitas bertemu dengan manipulasi dan empati bertemu dengan prasangka masyarakat.

Setiap tahun, negara bagian California sering mengalami kebakaran, terutama karena iklimnya yang kering, angin kencang, dan kondisi vegetasi yang mudah terbakar.

Bencana alam ini sering kali dianggap sebagai siklus tahunan dan merupakan bagian tak terelakkan dari lanskap ekologi kawasan.

Namun kali ini kebakaran di Los Angeles menjadi perbincangan dunia karena dampaknya. Tiga distrik yang terbakar berada di kawasan tempat tinggal para selebriti Hollywood, orang kaya, dan orang ternama.

Meluasnya pemberitaan media mengenai tragedi ini, dibandingkan dengan kebakaran serupa yang terjadi di wilayah miskin dan seringkali terabaikan, membuka kembali perdebatan mengenai prasangka sosial dan rasisme sistemik di Amerika Serikat.

Ketika kebakaran serupa terjadi di lingkungan Hispanik di California beberapa tahun lalu, hanya sedikit orang yang peduli.

Kawasan yang sebagian besar dihuni oleh masyarakat berpenghasilan rendah ini kurang mendapat perhatian media atau masyarakat.

Sebaliknya, kebakaran kali ini menarik perhatian luar biasa karena melibatkan korban kelas atas.

Tren ini mencerminkan betapa nilai-nilai sosial dan ekonomi seringkali menjadi faktor dalam tingkat perhatian masyarakat terhadap sebuah tragedi.

Tak hanya itu, meluasnya perhatian terhadap kebakaran ini juga menunjukkan betapa media, khususnya media sosial, berperan besar dalam membentuk persepsi masyarakat.

Foto dan video kebakaran di Los Angeles menyebar dengan cepat, sering kali dihiasi dengan narasi dramatis yang memengaruhi cara orang memandang peristiwa tersebut.

Teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) digunakan untuk mengedit gambar dan video agar terlihat menakutkan. Manipulasi semacam ini menekankan bahwa manusia kini hidup di zaman di mana fakta mudah bercampur dengan fiksi.

Sayangnya, dalam banyak kasus, informasi palsu atau berlebihan sering kali lebih menarik perhatian daripada kebenaran sederhana.

Keputusan agama

Salah satu tradisi yang muncul di berbagai kalangan mengenai api ini adalah keputusan agama.

Ada pula yang melihat kebakaran tersebut sebagai “teguran” atau hukuman Tuhan atas kebijakan Amerika yang mendukung genosida di Gaza.

Meskipun pendekatan ini mungkin berasal dari rasa frustrasi terhadap ketidakadilan global, pendekatan semacam ini berpotensi menimbulkan kesalahpahaman.

Menggunakan bencana alam untuk mendukung narasi politik atau agama tertentu tidak hanya tidak etis, namun juga dapat melemahkan upaya untuk memahami akar penyebab permasalahan.

Ketika bencana terjadi, fokus utama harus pada bantuan dan solidaritas. Menggunakan tragedi untuk merayakan penderitaan orang lain, bahkan jika mereka dianggap sebagai kelompok “musuh”, bertentangan dengan prinsip dasar kemanusiaan.

Selain itu, penilaian agama mengenai bencana alam seringkali mengabaikan faktor ilmiah dan sosial yang lebih relevan.

Pasca kebakaran di California, misalnya, perubahan iklim, urbanisasi yang tidak terkendali, dan kurangnya tindakan pencegahan merupakan isu-isu yang memerlukan perhatian lebih.

Kebakaran di Los Angeles juga mencerminkan kedudukan Amerika di mata dunia, khususnya di kalangan umat Islam.

Reaksi luas terhadap tragedi tersebut menunjukkan betapa Amerika telah menjadi pusat perhatian dunia.

Dalam banyak hal, fokus ini merupakan akibat dari dominasi budaya dan ekonomi Amerika di dunia, bukan sekadar tragedi.

Hal ini menimbulkan pertanyaan penting: Mengapa peristiwa di Amerika Serikat umumnya mendapat perhatian lebih dibandingkan tragedi serupa di negara lain?

Misalnya, kebakaran besar di Bangladesh yang menewaskan ratusan orang tidak mendapat perhatian sebanyak kebakaran di Los Angeles.

Hal ini menunjukkan adanya hierarki perhatian global yang sering kali bias. Tragedi di negara maju atau wilayah yang lebih “terlihat” di peta geopolitik dunia mendapat perhatian lebih besar dibandingkan tragedi di negara berkembang.

Ketidakadilan ini mencerminkan kesenjangan dalam cara dunia merespons penderitaan manusia.

Namun, Amerika juga menawarkan pelajaran penting tentang bagaimana masyarakatnya menghadapi bencana. Misalnya, kebebasan beragama dan solidaritas sosial merupakan nilai-nilai yang berharga.

Setelah bencana tsunami pada bulan Desember 2004 di Aceh, dua mantan presiden AS, George H.W. Bush dan Bill Clinton mengunjungi daerah yang terkena dampak di Indonesia pada bulan Februari 2005. Ia ditunjuk oleh Presiden George W. Bush untuk memimpin upaya penggalangan dana untuk membantu korban tsunami.

Komunitas internasional, termasuk masyarakat Amerika Serikat, juga menunjukkan solidaritas yang nyata.

Hal ini menunjukkan bahwa dibalik kebijakan luar negeri Amerika yang seringkali kontroversial, terdapat sisi lain dari masyarakat yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan.

Tragedi kebakaran di Los Angeles juga harus menjadi pengingat bagi semua orang tentang pentingnya memahami suatu peristiwa secara keseluruhan.

Di satu sisi, setiap orang harus kritis terhadap bias media dan manipulasi informasi yang dapat menimbulkan kesan salah.

Di sisi lain, masyarakat juga harus memastikan bahwa responsnya terhadap suatu tragedi tidak melupakan nilai-nilai kemanusiaan.

Daripada terjebak dalam asumsi atau mitos yang tidak berdasar, lebih baik manfaatkan momen tersebut untuk merenungkan hal-hal yang sebenarnya penting, termasuk solidaritas, kasih sayang, dan tanggung jawab bersama untuk melindungi Bumi dan sesama manusia

*) Penulis adalah seorang profesor di UCIC, Cirebon.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *