Kabar Harapan

Memberikan Informasi Terupdate Dalam Negri & Luar Negri

Implementasi CTAS dalam babak baru transformasi perpajakan Indonesia

Jakarta (ANTARA) – Reformasi perpajakan Indonesia terdiri dari lima pilar, antara lain penyederhanaan organisasi, menjamin integritas sumber daya manusia (SDM), teknologi informasi berbasis data, penyederhanaan proses bisnis, dan kepastian hukum melalui penyederhanaan aturan perpajakan.

Reformasi perpajakan melalui sistem informasi telah dilaksanakan secara bertahap sejak tahun 2017 dengan menggunakan teknologi pembayaran dan pelaporan pajak elektronik.

Upaya reformasi perpajakan sendiri dimulai pada tahun 1983, diawali dengan perubahan paradigma aparat pajak, dan dilanjutkan pada tahun 1998 dengan modernisasi administrasi perpajakan.

DJP terus memajukan transformasi digital perpajakan di Indonesia melalui penerapan Core Tax Administration System (CTAS) atau dikenal dengan Core Administration System Update (PSIAP) yang merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam mentransformasi perpajakan melalui digital. Transformasi tersebut diharapkan dapat mempermudah proses bisnis penerapan administrasi perpajakan, baik oleh DJP dalam pelaksanaan tugasnya maupun bagi Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya.

Tujuan reformasi perpajakan

Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2018 tentang Pemutakhiran Sistem Administrasi Perpajakan, pemutakhiran sistem tersebut mencakup tujuan untuk menciptakan lembaga perpajakan yang kuat, kredibel, dan akuntabel dengan proses bisnis yang efektif dan efisien; terciptanya sinergi yang optimal antar lembaga; meningkatkan kepatuhan wajib pajak; dan meningkatkan pendapatan pemerintah.

Berdasarkan tujuan tersebut, secara keseluruhan keuntungan penerapan CTAS di Indonesia adalah penyederhanaan aplikasi karena menggunakan multi-channel dan borderless; kegunaan yang lebih besar karena penggunaan sistem secara universal; sistem dan data yang terintegrasi untuk meningkatkan kecepatan proses pelayanan; serta efektivitas kemudahan akses terhadap sistem yang diterapkan.

Perbedaan CTAS dengan sistem administrasi perpajakan sebelumnya adalah sistemnya bersifat otomatis dan terintegrasi sehingga mempermudah proses administrasi perpajakan.

Secara umum, kondisi aktual yang diharapkan dari penerapan CTAS adalah terintegrasinya data wajib pajak antara sistem DJP dengan pelayanan kependudukan berupa NIK, serta pemeriksaan dan penagihan pajak hingga fungsi akuntansi wajib pajak atau wajib pajak;

Penerapan CTAS dalam sistem perpajakan

Sebagaimana dikutip Direktorat Jenderal Pajak dalam Laporan Kinerja DJP 2023, CTAS merupakan proyek desain ulang proses bisnis administrasi perpajakan melalui pengembangan sistem informasi COTS (commercial off-the-shelf) yang disertai dengan penyempurnaan perpajakan.

Transformasi proses bisnis mulai dari penerapan sistem dasar administrasi perpajakan telah menjadi prioritas nasional, yang pengujiannya dilakukan pada tahun 2023 dan dilanjutkan pada tahun 2024.

Pokok-pokok yang dilakukan pada saat pengujian meliputi berbagai kegiatan yang berkaitan dengan uji integrasi sistem siklus 1 (uji integrasi sistem siklus 1), uji verifikasi fungsional siklus 1 (uji verifikasi fungsional siklus 1), uji verifikasi fungsional internal (uji verifikasi fungsional internal), non- pengujian fungsional (pengujian non-fungsional).

Item pengujian lainnya mencakup pengujian sistem, pengujian keamanan, pengujian skalabilitas, pengujian kinerja, dan pengujian aksesibilitas.

Kegiatan pengujian harus memastikan bahwa sistem berfungsi dengan benar dan memenuhi standar kualitas yang ditentukan dalam manual proyek. Selain itu, pengujian fungsional dan integrasi, pengujian non-fungsional, dan pengujian penerimaan pengguna akan selesai pada tahun 2024, yang kemudian akan dilanjutkan dengan pembuatan sistem. sistem uji penerimaan operasional, implementasi awal dan dengan masukan nasional.

Penyelesaian kegiatan ini merupakan tahap akhir dari proses pengujian dan implementasi program sistem CTAS.

Fokus pengembangan CTAS

Pengembangan CTAS di Indonesia berfokus pada dua sisi yaitu wajib pajak dan petugas pajak. Pengembangan CTAS untuk wajib pajak difokuskan pada otomatisasi dan digitalisasi pelayanan administrasi perpajakan.

CTAS juga fokus pada integrasi berbagai layanan yang disediakan DJP seperti layanan di DJP Online, e-Nofa, pembayaran, berbagi informasi, dan lain-lain dengan menggabungkan layanan-layanan tersebut di portal Wajib Pajak untuk mengurangi biaya kepatuhan (compliance cost).

Selain itu, transparansi rekening wajib pajak memungkinkan wajib pajak melihat seluruh transaksi (tampilan 360 derajat), sehingga menyederhanakan hak dan tanggung jawab perpajakan bagi wajib pajak.

Pengembangan CTAS juga fokus pada pemantauan dan penegakan hukum yang lebih adil kepada wajib pajak dengan menerapkan kepatuhan berbasis risiko (compliance risk management).

Pengembangan CTAS bagi aparat pajak berfokus pada penyediaan data yang lebih andal, validitas tinggi, dan terintegrasi dari seluruh proses bisnis serta upaya menghubungkan dengan pihak ketiga pemilik data di luar DJP, sehingga meningkatkan kemampuan DJP dalam mengelola pajak. pada data dan pengetahuan yang dapat digunakan untuk mengambil keputusan.

Selain itu, dengan mengedepankan digitalisasi pelayanan, keandalan data dan penyederhanaan proses bisnis, sistem ini akan mengurangi biaya administrasi DJP, meminimalkan pekerjaan manual dan administratif sehingga alokasi sumber daya lebih optimal, dan mendukung keuangan DJP yang lebih baik. melaporkan secara cermat dan bertanggung jawab (sistem akuntansi pendapatan).

Perkembangan CTAS dalam sistem perpajakan Indonesia diharapkan dapat memberikan urgensi terhadap perlunya reformasi perpajakan untuk menciptakan sistem administrasi perpajakan yang lebih efisien, efektif dan sangat fleksibel.

Reformasi sistem administrasi perpajakan yang dilaksanakan diharapkan dapat membawa perubahan dalam hal biaya kepatuhan wajib pajak yang terus menurun, meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemungutan pajak di tingkat nasional, serta sebagai pengurangan risiko penyelewengan. meningkatkan kepatuhan sukarela dan pada akhirnya meningkatkan tingkat penerimaan pajak Indonesia.

*) Dr. M. Lucky Akbar, S.Sos, M.Si adalah Kepala Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Pajak Jambi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *