Kabar Harapan

Memberikan Informasi Terupdate Dalam Negri & Luar Negri

Swiss siapkan pembicaraan genjatan senjata Rusia-Ukraina

MOSKOW (ANTARA) – Swiss tidak berencana mengadakan pertemuan kedua hanya mengenai Ukraina, melainkan akan fokus mempersiapkan perundingan gencatan senjata, kata Kementerian Luar Negeri Swiss.

Menteri Luar Negeri Swiss Cassis mengatakan pada 16 Desember bahwa Swiss “secara aktif bekerja sama” dengan UE, Amerika Serikat, Rusia dan negara-negara G7 untuk menyelenggarakan konferensi kedua mengenai Ukraina, kali ini dengan partisipasi Rusia.

“Saat ini, Swiss tidak memiliki rencana untuk melakukan perundingan perdamaian putaran kedua. Fokus utama kami saat ini adalah mempersiapkan perundingan gencatan senjata, dimana pemilu AS merupakan faktor kuncinya,” kata Kementerian Luar Negeri Swiss kepada surat kabar Rusia Izvestia. .

Sementara itu, Kedutaan Besar Rusia di Bern mengatakan kepada surat kabar tersebut bahwa Moskow bersedia terlibat dalam dialog konstruktif dan bermakna dengan perwakilan Swiss, termasuk mengenai Ukraina.

Sebagai contoh spesifik, menurut beberapa diplomat Rusia, pada tanggal 18 Desember, Menteri Luar Negeri Rusia Lavrov melakukan kontak dengan Menteri Luar Negeri Cassis.

Namun, Kedutaan Besar Rusia menekankan bahwa hal ini tidak berarti Rusia memandang Swiss sebagai mediator potensial, terutama jika UE terus mengambil sikap mendukung secara terbuka terhadap Kyiv pada tahun depan.

Mengenai kemungkinan pertemuan lain mengenai Ukraina di Swiss, kedutaan mengatakan tidak akan mengubah posisi Moskow karena upaya negara-negara Barat untuk “memaksa Rusia menyerah melalui ‘paket perdamaian’ Kyiv” bertentangan dengan kepentingan nasional utama Rusia. Katanya dia akan melakukannya.

“Saat ini, upaya-upaya tersebut bahkan lebih tidak memadai, karena kecenderungan teroris rezim Kiev telah terungkap secara jelas kepada dunia dan posisinya di garis depan semakin melemah,” kata Kedutaan Besar Rusia.

Konferensi Ukraina pertama diadakan pada tanggal 15-16 Juni di Bürgenstock, Swiss. Lebih dari 90 negara (setengahnya dari Eropa) dan 8 institusi telah mengkonfirmasi partisipasi mereka.

Namun, Armenia, Bahrain, Brasil, India, india, Libya, Meksiko, Arab Saudi, Afrika Selatan, Thailand, dan Uni Emirat Arab tidak menandatangani pernyataan akhir tersebut.

Irak dan Yordania kemudian menarik tanda tangan mereka dari pernyataan tersebut. Kremlin menekankan bahwa mencari solusi konflik Ukraina tanpa melibatkan Rusia sama sekali tidak logis dan sia-sia.

Ukraina sendiri sejauh ini menolak bernegosiasi dengan Rusia. Sebab Ukraina terhambat oleh undang-undang dalam negeri yang melarangnya bernegosiasi dengan Rusia.

Sebelumnya, Presiden Rusia Vladimir Putin mengusulkan rencana penyelesaian konflik di Ukraina secara damai. Moskow akan segera berhenti menembak dan menyatakan kesediaannya untuk bernegosiasi segera setelah pasukan Ukraina menarik diri dari wilayah baru Rusia.

Presiden Rusia juga menambahkan bahwa Kyiv harus menyatakan niatnya untuk bergabung dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

Pemerintah Ukraina juga diharuskan melakukan demiliterisasi dan denazifikasi serta menerima status netral, non-blok, dan non-nuklir.

Selain itu, Presiden Putin juga menyinggung pentingnya pencabutan sanksi terhadap Rusia.

Setelah serangan teroris oleh pasukan Ukraina di wilayah Kursk, Presiden Putin menyatakan bahwa tidak mungkin bernegosiasi dengan pihak-pihak “yang berusaha menyerang warga sipil dan infrastruktur sipil tanpa pandang bulu atau menimbulkan ancaman terhadap fasilitas nuklir.”

Penasihat Kremlin Yuri Ushakov kemudian mengatakan bahwa proposal perdamaian yang diajukan kepala negara Rusia sebelumnya untuk menyelesaikan konflik di Ukraina belum ditarik.

Namun Rusia mengatakan pihaknya tidak akan berbicara dengan Ukraina karena “petualangan ini.”

Sumber: Sputnik-OANA

Rusia menyelidiki serangan teror yang menewaskan perwira senior militer

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *