Kabar Harapan

Memberikan Informasi Terupdate Dalam Negri & Luar Negri

Menilik dinamika industri tekstil dalam negeri di penghujung tahun

Solo (ANTARA) – Tahun ini publik dihebohkan dengan keadaan PT Sri Isman Rejeki (Sritex) yang dinyatakan pailit oleh pengadilan niaga di Semarang. Sritex yang dulunya raksasa di skala Asia kini mengaku punya banyak utang.

Karena itu, Sritex dinyatakan bangkrut. Bahkan upaya banding ke Mahkamah Agung beberapa waktu lalu tidak berhasil. Status pailit membuat semakin banyak karyawan yang harus di-PHK setiap harinya.

Hal ini disebabkan karena sebagian bahan baku, terutama bahan baku yang harus diimpor, masih berada di Bea Cukai sehingga operasional perusahaan terhambat.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani menjelaskan, nasib bahan baku PT Sri Rejeki Isman (Sritex) kini menjadi tanggung jawab konservator.

Dia mengaku tidak mempunyai kewenangan atas keterlambatan impor dan ekspor bahan baku Sritex.

Manajemen menyebutkan sekitar 3.000 karyawan diberhentikan. Saat ini, perseroan masih berusaha mencari bahan baku pengganti yang bisa diimpor secara lokal.

Meski upaya produksi perusahaan masih terlihat maksimal, namun para karyawan tidak memungkiri bahwa mereka tetap merasa khawatir terhadap masa depan perusahaan. Apalagi bagi mereka yang menjadi tulang punggung keluarga, perusahaan ini menjadi satu-satunya rice cooker yang bisa mereka andalkan.

Selain berupaya mencari bahan baku pengganti dengan menggunakan industri lokal, dari segi hukum, manajemen perusahaan akan selalu melakukan upaya audit.

Keabadian adalah sesuatu yang harus diperhitungkan oleh para kurator.

Direktur PT Sritex Iwan Kurniawan Lukminto berupaya memastikan operasional perusahaan tetap berjalan normal. Oleh karena itu, diharapkan tidak terjadi PHK (PHK) di Sritex.

Hingga saat ini, partainya masih berupaya menjalin dialog dengan kubu konservatif, namun lagi-lagi belum ada titik temu.

“Kita harus terus berupaya memastikan kelangsungan usaha ini,” ujarnya.

Pekerja tekstil

Permintaan Sritex di edge berbanding terbalik dengan kebutuhan pekerja di sektor TPT dalam negeri. AK-Tekstil Solo mengklaim 100 persen lulusannya terserap ke industri tekstil.

Tahun lalu, Akademi Industri Tekstil dan Produk Tekstil (AK-Tekstil) Solo meluluskan 145 orang dan semuanya diserap industri. Direktur AK Tekstil Solo Wawan Ardi Subakdo berkomitmen memastikan universitas tidak hanya menjamin kuantitas, tetapi juga kualitas.

Salah satu upaya untuk menjamin mutu lulusan adalah pengembangan pendidikan melalui konsep profesional. Saat ini AK-Textile Solo menjalin kerja sama dengan puluhan mitra usaha.

“Kami ingin mendukung penciptaan lapangan kerja dan tenaga terampil di sektor TPT,” ujarnya.

AK-Textile Solo di bawah Kementerian Perindustrian berdedikasi menyediakan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas untuk memenuhi kebutuhan lapangan kerja di sektor industri TPT dalam negeri.

“Kami ingin meningkatkan kualitas pendidikan dan pengembangan profesi AK-Tekstil”, ujarnya.

Universitas juga berkomitmen untuk terus mengembangkan kurikulum untuk meningkatkan keterampilan mahasiswa, yang mencakup segala hal mulai dari teknik pembuatan benang, teknik pembuatan tekstil, hingga teknik pembuatan pakaian.

Seluruh program studi di akademi ditujukan untuk menghasilkan lulusan yang tidak hanya menguasai teori, tetapi juga memiliki keterampilan praktis yang siap pakai.

Menurut AK-Textile Solo, ada upaya mempererat hubungan antara kampus dan industri. Bahkan, pihak akademi juga memperkenalkan program Career Development Center (CDC). Platform ini akan menjadi wadah dimana mahasiswa dapat mengetahui informasi mengenai lowongan kerja, program magang dan berbagai peluang pengembangan diri lainnya.

Butuh keamanan

Pengurus Daerah Asosiasi Pertekstilan Indonesia Jawa Tengah (BPD API) tak memungkiri, industri TPT dalam negeri saat ini masih membuang-buang waktu. Faktanya, terdapat tenaga kerja terampil di dalam negeri yang siap berpartisipasi dalam pengembangan industri ini.

Lemahnya industri TPT tidak lepas dari kondisi geopolitik global di Eropa yang akhirnya memaksa sebagian pasar mengalihkan anggaran belanjanya ke barang-barang yang lebih penting dibandingkan tekstil.

“Krisis Eropa akibat Ukraina dan Rusia sangat merugikan kami,” kata salah satu pengurus API BPD Jawa Tengah, Liliek Setiawan.

Oleh karena itu, pelaku usaha dengan dukungan negara harus mengubah strateginya. Daripada mengekspor, industri TPT sebaiknya memanfaatkan pasar dalam negeri. Apalagi Indonesia yang merupakan salah satu pasar terbesar di dunia banyak diincar oleh negara lain.

Negara-negara di kawasan Indochina seperti Kamboja, Laos, Myanmar, Thailand, Vietnam juga berkembang pesat di bidang tekstil. Belum lagi yang harus diwaspadai yakni India, Pakistan, Bangladesh (IPB).

Akibat kondisi global yang belum normal, negara-negara tersebut juga kesulitan mencari pasar untuk mendistribusikan produknya. Dalam hal ini, Indonesia menawarkan pasar yang besar kepada mereka.

Oleh karena itu, Liliek menilai pemerintah harus menerapkan sistem pengamanan atau proteksi untuk melindungi pasar dalam negeri.

Upaya ini penting mengingat industri TPT dapat menjadi jaring pengaman sosial bagi pemerintah mengingat sektor ini merupakan sektor padat karya dengan serapan tenaga kerja mencapai 43 persen dari seluruh industri manufaktur yang ada.

“Kalau tetap mau, kalau tidak melindungi industri dalam negeri, kita akan kehilangan pasar,” ujarnya.

Di sisi lain, Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menawarkan tiga strategi untuk memulihkan ekosistem dan menciptakan peluang baru bagi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri, yakni penguatan sumber daya manusia, jaminan ketersediaan bahan baku. serta menyeimbangkan dan menghidupkan kembali sektor otomotif nasional.

Kami berharap dengan cara ini kepercayaan pasar terhadap tekstil dalam negeri dan produk tekstil lokal terus terjaga. Sementara itu, Kementerian Perindustrian mencatat pada triwulan I tahun 2024, industri TPT mulai menunjukkan perbaikan kinerja yang signifikan. Hal ini juga terlihat pada produk domestik bruto (PDB) yang mencatatkan pertumbuhan tahunan sebesar 2,64 persen.

Ekspor sektor TPT juga mengalami peningkatan sebesar 0,19 persen atau senilai US$2,95 miliar pada triwulan I tahun 2024, meskipun situasi pasar global masih belum menentu akibat ketidakpastian geopolitik pada periode tersebut.

Melihat adanya peningkatan penting dalam kinerja serta ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas, maka pemerintah harus terus mendorong industri ini untuk bangkit kembali. Terlebih lagi, Anda melihat banyak sekali orang yang mencari nafkah dari sektor ini.

Pembatasan impor pakaian dan tekstil perlu diperketat lagi. Selain untuk melindungi sumber daya manusia dari PHK akibat downtime dunia usaha, upaya pengurangan impor pakaian jadi juga melindungi usaha kecil dan menengah yang sudah tidak bernyawa dalam perekonomian nasional.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *