Jakarta (ANTARA) – Belanja pajak merupakan salah satu instrumen utama kebijakan fiskal yang digunakan pemerintah untuk mencapai tujuan makroekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, pengentasan kemiskinan, dan pemerataan pendapatan.
Di Indonesia, belanja pajak tidak hanya berfungsi untuk membiayai kebutuhan pembangunan, namun juga untuk menciptakan stabilitas ekonomi yang lebih inklusif dan adil.
Tahun 2025 merupakan tahun penentu bagi Indonesia dalam menghadapi tantangan besar terkait belanja pajak, mengingat perkiraan pertumbuhan ekonomi yang semakin tidak menentu serta perubahan demografi dan struktur perekonomian global.
Oleh karena itu, penting untuk merancang kebijakan perpajakan yang efektif agar dapat mendukung tujuan pembangunan nasional secara optimal.
Indonesia menghadapi beberapa tantangan besar dalam mengelola pengeluaran pajak secara efektif, termasuk terbatasnya basis pajak. Indonesia memiliki basis pajak yang terbatas, sehingga rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) rendah.
Berdasarkan data Bank Dunia, rasio pajak Indonesia terhadap PDB pada tahun 2022 tercatat sekitar 10,8 persen, jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara anggota Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) yang rata-rata berkisar 34 persen. Hal ini menunjukkan masih banyak potensi pajak yang belum tergarap secara maksimal.
Tingginya ketimpangan pendapatan di Indonesia juga menjadi faktor penghambat peningkatan penerimaan pajak. Selain itu, penggelapan pajak yang dilakukan oleh sebagian wajib pajak, baik perorangan maupun perusahaan, hal ini semakin menambah tantangan bagi pemerintah dalam menghimpun penerimaan pajak secara optimal.
Tantangan lainnya adalah pesatnya pertumbuhan sektor informal. Sektor informal di Indonesia terus berkembang pesat dan menyerap sebagian besar angkatan kerja. Namun sektor ini tidak terdaftar dalam sistem perpajakan formal sehingga memberikan kontribusi penerimaan pajak yang minim. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2021 sekitar 60 persen angkatan kerja Indonesia akan bekerja di sektor informal, yang merupakan tantangan besar dalam memperluas cakupan pajak.
Tantangan lainnya adalah efisiensi penggunaan belanja pemerintah. Pengeluaran uang dalam jumlah besar yang tidak disengaja atau tidak berdampak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat menyebabkan sumber daya yang terbatas tidak dapat dimanfaatkan secara optimal.
Perkembangan ekonomi terkini
Berdasarkan data makroekonomi terkini, Indonesia diperkirakan akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang stabil pada tahun 2025, meskipun terdapat ketidakpastian global yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian. Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025 berkisar 5,1 persen hingga 5,5 persen dan inflasi diperkirakan akan tetap terkendali di bawah 4 persen.
Namun, untuk memaksimalkan potensi ini, peningkatan penerimaan pajak dan efisiensi belanja pemerintah sangatlah penting.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan RI, penerimaan pajak Indonesia pada tahun 2023 mencapai sekitar 15,8 persen PDB, menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, namun masih jauh dari potensi yang dapat digali lebih dalam.
Beberapa pakar ekonomi menyarankan agar Indonesia mengembangkan kebijakan perpajakan yang lebih progresif dan berbasis teknologi untuk meningkatkan efisiensi administrasi perpajakan.
Salah satu pendapat ahli yang penting mengenai hak-hak ini adalah pendapat Paul Collier, seorang ekonom yang telah melakukan penelitian ekstensif di negara-negara berkembang.
Collier menyatakan sistem perpajakan di Indonesia harus meningkatkan basis pajak. Dalam bukunya The Bottom Billion, Collier berpendapat bahwa negara-negara berkembang seringkali mengalami kesulitan dalam mengembangkan sistem perpajakan yang efektif karena ketergantungan mereka yang besar pada sektor ekstraktif atau sumber daya alam yang rentan terhadap fluktuasi harga global.
Selain itu, Collier menyarankan agar Indonesia fokus pada diversifikasi sumber penerimaan pajak. Hal ini karena hanya mengandalkan pajak sektor ekstraktif atau formal tidak akan memberikan landasan yang kuat bagi pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Pemerintah Indonesia perlu memperluas basis pajak dengan meningkatkan pajak di sektor-sektor utama seperti perdagangan, industri dan sektor informal.
Hal lain, Collier juga menekankan pentingnya perbaikan sistem administrasi perpajakan agar lebih efisien dan transparan, serta memperkuat kepolisian terhadap penghindaran pajak dan korupsi yang menghambat penerimaan pajak.
Penelitian yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada tahun 2023 menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia semakin sadar akan pentingnya pajak sebagai sumber pembiayaan pembangunan, namun mereka juga mengharapkan pemerintah meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan belanja pemerintah.
Berdasarkan survei tersebut, 65 persen responden menginginkan peningkatan kualitas pelayanan publik yang langsung dirasakan masyarakat, dan 58 persen mengharapkan perbaikan pengelolaan APBN.
Sementara itu, studi yang dilakukan Asian Development Bank (ADB) juga menyoroti pentingnya memperkuat sistem perpajakan yang terkomputerisasi untuk memperluas jangkauan pajak. ADB mengungkapkan digitalisasi pajak dapat mengurangi kesenjangan pendapatan pajak dan memperkuat daya saing ekonomi Indonesia di pasar global.
Belanja pajak lebih efisien
Untuk mencapai belanja pajak yang lebih efisien pada tahun 2025, pemerintah Indonesia perlu mengambil beberapa langkah strategis.
Pertama, reformasi perpajakan yang progresif dan berkeadilan. Dalam hal ini, pemerintah mengembangkan sistem perpajakan yang lebih progresif, dimana mereka yang mempunyai pendapatan lebih tinggi akan dikenakan pajak yang lebih tinggi. Sistem pajak progresif ini akan menjamin distribusi beban pajak yang lebih adil.
Kedua, digitalisasi otoritas pajak. Meningkatnya pemanfaatan teknologi dalam administrasi perpajakan, seperti semakin luasnya penerapan e-filing dan e-Payment, akan memberikan kemudahan bagi wajib pajak dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Ketiga, memperkuat pengawasan dan penegakan hukum terhadap penggelapan pajak dan penyalahgunaan fasilitas perpajakan, serta memperkuat kepolisian di dunia perpajakan.
Keempat, memperluas basis pajak hingga mencakup sektor informal. Pemerintah harus mengambil langkah-langkah untuk menarik sektor informal untuk menjadi bagian dari sistem perpajakan formal. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan insentif perpajakan atau kemudahan administrasi bagi usaha kecil dan mikro.
Kelima, meningkatkan efisiensi belanja pemerintah. Pemerintah harus memastikan bahwa setiap rupee yang dibelanjakan untuk belanja pemerintah dibelanjakan seefisien dan seefektif mungkin. Pendanaan harus diarahkan pada sektor-sektor yang dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja.
Melalui reformasi perpajakan, digitalisasi administrasi perpajakan, dan penguatan pengawasan, diharapkan penerimaan pajak dapat meningkat secara signifikan dan pemerataan. Selain itu, pengelolaan belanja pemerintah pusat yang efektif akan berkontribusi pada kemampuan pemerintah pusat menyediakan fasilitas publik yang berkualitas dan memperkuat daya saing perekonomian nasional.
Peningkatan kesadaran perpajakan di kalangan masyarakat dan upaya untuk merangkul sektor informal juga akan menjadi kunci untuk mencapai belanja pajak yang lebih efisien dan berkelanjutan.
Dengan langkah-langkah tersebut, Indonesia dapat menghadapi tantangan perekonomian global dan mencapai pembangunan yang lebih inklusif pada tahun 2025 dan seterusnya.
*) Dr. M. Lucky Akbar, S.Sos, M.Si, Kepala Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Pajak Jambi
Redaktur: Achmad Zaenal M
Leave a Reply