JAKARTA (ANTARA) – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Wardjio mengatakan risiko perekonomian global meningkat akibat ketegangan geopolitik dan meningkatnya fragmentasi perdagangan.
“Perkembangan politik di Amerika Serikat diperkirakan akan dibarengi dengan sikap kebijakan fiskal yang ekspansif dan strategi ekonomi yang berorientasi ke dalam atau inward-looking policy, termasuk penerapan tarif perdagangan yang lebih tinggi dan kebijakan imigrasi yang lebih ketat,” kata Perry dalam konferensi pers. . Hasil Rapat Dewan BI (RDG), November 2024, Jakarta, Rabu.
Perry mengatakan perkembangan tersebut akan berimplikasi pada melambatnya pertumbuhan ekonomi di banyak negara, termasuk Tiongkok dan Uni Eropa, serta risiko bangkitnya kembali inflasi global.
Di Amerika Serikat, proses penurunan inflasi akan relatif lambat sehingga penurunan Federal Funds Rate (FFR) AS juga diperkirakan akan relatif terbatas.
Selain itu, kebutuhan pemerintah AS untuk membiayai defisit fiskal yang lebih besar telah memperlambat kenaikan imbal hasil Treasury AS jangka pendek dan jangka panjang.
Perubahan politik di Amerika Serikat ini mempengaruhi kekuatan dolar secara keseluruhan dan mengubah preferensi investor global dengan mengalihkan alokasi portofolionya ke Amerika Serikat.
Hal ini menyebabkan meningkatnya tekanan nilai tukar terhadap mata uang dunia dan keluarnya portofolio investasi asing, termasuk negara-negara emerging market.
Oleh karena itu, respons kebijakan yang lebih kuat diperlukan untuk meningkatkan stabilitas eksternal dan melawan dampak negatif memburuknya paparan global terhadap perekonomian negara-negara emerging market, termasuk Indonesia.
Leave a Reply