JAKARTA (ANTARA) – Ekonom Institute for Economics, Finance and Development (Indef) Eko Listyanto mengusulkan penerapan pajak ekspor pada sektor pertambangan sebagai alternatif rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai menjadi 12%.
“Meningkatkan efisiensi pemungutan pajak ekspor pertambangan untuk pendapatan nasional mungkin merupakan pilihan yang lebih baik daripada menaikkan pajak pertambahan nilai.” kata Eko saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Rabu.
Ia yakin anggaran besar akan dibutuhkan untuk melaksanakan proyek-proyek besar tahun depan. Hal ini akan menjadi faktor pendukung pemerintah untuk melanjutkan kebijakan PPN 12%.
Namun, dia mengatakan kondisi perekonomian saat ini sedang melambat. Oleh karena itu, pemerintah merekomendasikan rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai ditunda.
“Kita harus menundanya. (Naikkan tarif pajak pertambahan nilai) dan naikkan ketika perekonomian membaik,” ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Angito Abimanyu mengatakan pendapatan sektor pertambangan belum pulih sepenuhnya.
Pada Januari hingga Oktober 2024, realisasi pembayaran pajak sektor pertambangan sebesar Rp 85,79 triliun, turun 41,4% dibandingkan pembayaran pajak pada periode yang sama tahun lalu.
Meski begitu, dinamika pembayaran angsuran pajak badan (PPh) pada subsektor pertambangan logam. Keuntungan diperkirakan meningkat dibandingkan tahun lalu. Konon simpanan dari sektor pertambangan juga bisa diterima.
Kinerja sektor tersebut juga ditopang oleh penurunan restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) dalam negeri dan peningkatan intensitas perpajakan pada tahun lalu.
Sementara itu, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan Sumber Daya Alam Non Migas (SDA) terus mengalami penurunan sebesar 16,6% secara tahunan akibat penurunan harga batu bara. Mengurangi jumlah biaya royalti sebesar 24,9%.
Terkait rencana kenaikan tarif PPN, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada 1 Januari 2025 akan tetap berjalan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (UU).
Ia mengatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus tetap kuat sekaligus mampu menjalankan perannya dalam merespons krisis.
Leave a Reply