Kabar Harapan

Memberikan Informasi Terupdate Dalam Negri & Luar Negri

Anggota Komisi VII: Minta penghapusan DAK pariwisata ditimbang lagi

Jakarta (Antara) – Anggota Komisi VII DPR RI Novita Hardini meminta Kementerian Pariwisata membahas penghapusan Dana Alokasi Khusus (DAK) sektor pariwisata tahun 2025 saat rapat kerja dengan Menteri Pariwisata Vidyanti Putri Bardhana di Gedung DPR RI. Kompleks Parlemen. , Jakarta, Rabu.

“Kami meminta Kementerian Pariwisata mempertimbangkan kembali penghapusan DAK tahun 2025. Anggaran ini sangat bermanfaat bagi daerah, khususnya penunjang desa wisata,” kata Novita dalam keterangan yang diterima di Jakarta.

Sebab, menurutnya, penghapusan DAK dapat menghentikan perkembangan pariwisata di daerah yang seharusnya berkontribusi terhadap pembangunan perekonomian.

Ia juga prihatin dengan dampak penghapusan anggaran DAK sektor pariwisata pada tahun 2025 terhadap perkembangan pariwisata di daerah, terutama di daerah yang sumber keuangannya terbatas.

“Saya kira pada periode pertama pemerintahan Presiden Jokowi, sektor pariwisata merupakan salah satu program prioritas yang alokasi anggarannya besar. Pada tahun 2023, dana alokasi khusus pariwisata mencapai Rp 447 miliar, namun sangat disayangkan. anggaran DAK pariwisata tahun 2025 akan dihapuskan katanya.

Ia mengatakan, dampak penghapusan DAK terhadap pengembangan pariwisata di Trengalek, Pulau Bagian Timur, bukanlah hal yang unik.

“Trengalek mempunyai potensi besar di bidang pariwisata. Dari 100 desa wisata di Jawa Timur, 36 diantaranya berada di Trengale. “Salah satunya, Desa Masaran di Kecamatan Bendungan, kami bahkan sempat tampil di layar lebar dalam film Sinden Gib yang tayang di bioskop,” ujarnya.

Dikatakannya, tanpa dukungan DAK pemerintah daerah, maka akan sulit mengembangkan sektor pariwisata yang merupakan salah satu penggerak perekonomian daerah.

“APBD kita (Kabupaten Trengalek) sangat terbatas, hanya Rp1,6 triliun, Rp1 miliar di antaranya untuk gaji dan operasional. Untuk pembangunan infrastruktur, anggaran yang tersedia kurang dari Rp60 miliar per tahun,” ujarnya.

Ia mengingatkan, pariwisata merupakan sektor yang mempunyai “multiplier effect” yang besar. Oleh karena itu, jika pengembangan pariwisata terhambat maka dampaknya akan berdampak langsung pada masyarakat yang bergantung pada sektor tersebut.

Saya berharap Kementerian Pariwisata bisa segera mengevaluasi kebijakan ini,- ujarnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *