Jakarta (Antara) – Direktur Eksekutif Pusat Ikatan Anak Indonesia (IDAI) menegaskan penggunaan antibiotik harus sesuai resep dokter untuk mencegah berkembangnya resistensi antimikroba.
Kepala Departemen Pengendalian Penyakit Tropis IDAI, prof. Dr. Dr. Edi Hartoyo, Sp.A(K) hadir dalam diskusi online di Jakarta, Selasa.
Antibiotik diresepkan untuk anak-anak dengan penyakit yang disebabkan oleh bakteri, bukan bakteri, parasit atau jamur, kata UGD. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menyebabkan berkembangnya bakteri resisten atau resisten sehingga mengharuskan pasien mengonsumsi obat dengan dosis lebih tinggi atau membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih dari penyakitnya.
Antibiotik bekerja membunuh bakteri dengan berbagai cara, misalnya dengan menghancurkan dinding sel atau mencegah produksi protein bakteri. Saat meresepkan antibiotik, dokter mempertimbangkan beberapa faktor, seperti bakteri penyebab penyakit dan organ mana yang diserang bakteri tersebut.
Oleh karena itu, jenis dan dosis antibiotik yang berbeda dapat diberikan kepada pasien sesuai dengan penyakit yang diderita anak. Misalnya, obat antibiotik yang diberikan pada anak yang sedang pilek atau flu akan berbeda dengan obat yang diberikan pada anak yang terkena bakteri penyebab pneumonia.
Terlepas dari jenis, dosis, atau faktor lainnya, penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menyebabkan resistensi antimikroba. Ketika terkena antibiotik, bakteri yang rentan akan mati, namun bakteri yang resisten akan bertahan.
Karena bakteri resisten dapat menular ke anak lain, misalnya melalui obat batuk, maka anak akan mengalami resistensi antimikroba.
Kementerian Kesehatan mengimbau para orang tua untuk tidak memberikan antibiotik kepada anaknya tanpa resep dokter jika dirasa membutuhkannya. Dokter akan melakukan pemeriksaan dan mempertimbangkan apakah antibiotik diperlukan untuk kesembuhan anak.
“Orang tua bisa membicarakan hal itu saat memberikan surat keterangan dokter saat memberikan antibiotik,” kata Eddy.
Leave a Reply