Jakarta (ANTARA) – Kolumnis hukum dan ekonomi Peter C Zulkifli menilai kebijakan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 1 hingga 12 persen merupakan langkah strategis untuk meningkatkan pendapatan negara.
Dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis, ia menilai wacana tersebut merupakan langkah Presiden Prabowo Subianto untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen.
Menurut dia, untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8%, pemerintah membutuhkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang jumlahnya kurang lebih dua kali lipat dari anggaran saat ini.
Mengingat janji Prabowo dalam mengentaskan kemiskinan ekstrem, Peters mengatakan dibutuhkan keberanian, inovasi, dan politik yang berpihak pada rakyat.
Di sisi lain, kenaikan PPN dapat meningkatkan harga barang dan jasa di pasar, yang otomatis melemahkan daya beli masyarakat, terutama kelompok berpendapatan rendah.
Untuk itu, kata dia, kebijakan kenaikan tarif PPN menjadi ujian pertama bagi pemerintahan Prabowo.
Di sisi lain, Fajri Akbar, pengamat pajak Center for Tax Analysis Indonesia (CITA), menilai tambahan penerimaan negara dari kenaikan PPN sebesar 12% harus disalurkan untuk mendukung kesejahteraan masyarakat.
Pemerintah harus memastikan tambahan pendapatan pajak ini masuk ke masyarakat kelas menengah ke bawah, baik dalam bentuk fasilitas umum maupun jaminan sosial.
Fajry menambahkan, berkat kenaikan PPN sebesar 12%, pemerintah berpeluang memberikan manfaat lebih dibandingkan beban yang harus ditanggung masyarakat.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga mendesak pemerintah memperkuat program bantuan sosial (bansos) untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah kenaikan PPN sebesar 12%.
Selain itu, ia juga mengusulkan insentif pajak bagi usaha kecil dan menengah untuk menjaga produktivitas dan daya saing di bawah tekanan kemungkinan kenaikan PPN.
Leave a Reply