Kabar Harapan

Memberikan Informasi Terupdate Dalam Negri & Luar Negri

Mbappe dan “inferiority complex”

JAKARTA (ANTARA) – Serangan dua poin Real Madrid ke gawang Liverpool pada laga kelima Liga Champions yang digelar di Anfield, Kamis, menyisakan luka mendalam bagi tim, khususnya bagi Kylian Say Mbappe dari Real Madrid.

Bukan mencari kambing hitam atas kemenangan kali ini, namun justru memburuknya performa di laga tersebut harus disalahkan pada Mbappe.

Faktanya, pelatih Real Madrid Carlo Ancelotti dan kolega telah melakukan segala daya untuk mengembalikan mantan pemain Paris Saint-Germain itu ke performa terbaiknya.

Melawan Liverpool, Real Madrid tertinggal 1-0 berkat gol Alexis McAllister (menit 52) ​​dan delapan menit kemudian tendangan Lucas Vazquez digagalkan oleh Andrew di kotak penalti dan mendapat peluang dari warga senior.

Gol ke-12 dilewatkan oleh Jude Bellingham, yang seharusnya bisa mencetak gol penalti pertama Real Madrid setelah Vinicius Junior cedera.

Bahkan Luka Modrid yang tiba-tiba menyandang gelar manajer Real Madrid dan menjadi salah satu rivalnya saat ini.

Namun Mbappe memutuskan untuk memainkan peran sebagai pembunuh. Kapten Prancis itu menunjukkan rasa kurang percaya diri saat melepaskan tembakan melengkung kaki kiri lambat yang mudah ditepis kiper Liverpool Cowichan Kelleher.

Komentar Mbappe pun sirna, bahkan setelah berseragam Real Madrid, tim yang dipuji sebagai tim bermental “raja” saat memasuki pentas Liga Champions.

Setelah itu, Mbappe memberikan sinyal kurang percaya diri saat menghadapi empat bek raksasa Liverpool Van Dijk, Konate, Bradley dan Robertson, Mbappe hanya sekedar kutu.

Liverpool menggandakan keunggulan mereka di Anfield melawan kurangnya kepercayaan diri Real setelah Cody Gakpo memanfaatkan tendangan sudut cepat Robertson.

Penyerang Real Madrid Kylian Mbappe (tengah) mencoba mengalahkan pemain Liverpool Connor Bradley (kiri) dan Curti dalam pertandingan matchday lima Liga Champions di Anfield, Kamis (28 November 2024) penghalang Jones (kanan). (Antara/AFP/Oli Skaff)

Mbappe dan rasa inferioritasnya

Dalam bidang psikologi, istilah inferiority complex digunakan untuk menggambarkan suatu kondisi di mana seseorang terus-menerus merasa tidak aman dan terus-menerus percaya bahwa dirinya tidak mampu dibandingkan dengan orang lain.

Faktanya, fenomena tersebut tidak hanya terjadi di kehidupan masyarakat saja, tetapi juga terjadi pada para atlet di panggung olahraga.

Tidak bisa dipungkiri menjadi seorang atlet itu penuh stres yang juga berarti keinginan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Pasalnya, saat ini standar olahraga dinilai berdasarkan performa keseluruhan event, dan yang terpenting adalah hasil performanya harus membuahkan hasil.

Akibat tingginya tekanan yang diberikan kepada para atlet, performa mereka di lapangan tentu kerap terhambat karena tidak memiliki kekuatan mental dan emosional untuk menahan ekspektasi manajer tim, pelatih, dan suporter.

Pada tahun 2023, pemimpin timnas Inggris Sancho mengalami gangguan mental saat berseragam Manchester United.

Dikenal sebagai pemain dan profesional terbaik Liga Jerman saat membela Dortmund, Sancho datang ke Old Trafford untuk membawa beban berat bagi Setan Merah yang sedang dalam masa perubahan.

Sancho sama sekali tak menunjukkan kesaktiannya saat membela Dortmund. Pemain internasional Inggris itu keluar masuk rumah sakit, berjuang dengan cedera dan masalah mental yang disebabkan oleh ekspektasi tinggi yang membuatnya kurang percaya diri di lapangan.

Hal serupa juga terjadi pada Mbappe kini. Pemain berusia 25 tahun itu didatangkan dengan status bebas transfer dari Paris Saint-Germain oleh Real Madrid dan berharap bisa memimpin Galacticos mendominasi pentas dunia selama musim ketiga.

Meski berstatus pemain bintang, Mbappe belum menunjukkan tanda-tanda berkelas di lapangan hingga saat ini.

Mbappe tak istimewa jika dibandingkan penampilan rekan satu timnya seperti Vinicius Junior dan Jude Bellingham yang kerap menjadi penentu saat Real Madrid terjebak.

Mbappe biasanya berposisi sebagai pemain sayap kiri dan hingga saat ini ia biasa menempati posisi No. 10. 9. Mantan pemain Monaco itu juga mengeluh tak mau bermain sebagai gelandang setelah empat laga berturut-turut tanpa namanya tercatat di papan skor.

Ancelotti kemudian menunjukkan kepercayaannya pada Mbappe dan menempatkannya di sisi kiri, Senin pekan lalu, Real Madrid mencetak gol dalam kemenangan 3-0 atas Leganes di pekan ke-14 Liga Spanyol.

Namun kini, kepercayaan diri Mbappe hancur usai menghadapi Liverpool.

Mbappe hanya menyentuh bola sebanyak 43 kali dalam pertandingan tersebut. Setelah itu, selain tendangan penalti, Mbappe hanya mampu melepaskan satu tembakan. Demikian pula, ia hanya memiliki tingkat keberhasilan 50% dalam enam percobaan sasaran lapangannya.

Menghadapi tekanan yang tak kunjung usai, Mbappe mulai menunjukkan tanda-tanda bahwa musim pertamanya di Real Madrid tidak akan berjalan baik.

Langkah penting yang harus diambil Real Madrid adalah memberikan bantuan psikologis kepada Mbappe yang sedang menunjukkan rasa kurang percaya diri.

Selain itu, Mbappe harus mendapat dukungan dari ruang ganti Real Madrid meski performanya tidak sebaik itu. Langkah kedua ini diambil Ancelotti dan beberapa pemain Real Madrid dalam konferensi pers pascalaga.

“Para striker sering kali mengalami momen sulit mencetak gol dan merasa kecewa. Mungkin dia (Mbappe) kurang percaya diri dan jika dia punya momen di mana keadaan tidak berjalan baik, terkadang Anda harus bermain santai dan tidak terlalu rumit. Terkadang dia gagal mengeksekusi penalti,” kata Carlo Ancelotti.

Terlepas dari seberapa rendahnya Mbappe, ini harus menjadi langkah untuk menjadikannya kompetitif dan mampu mengatasi tekanan ekspektasi publik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *