Kabar Harapan

Memberikan Informasi Terupdate Dalam Negri & Luar Negri

Pemuda penggerak ekonomi kreatif di Era Society 5.0

Jakarta (Antara) –

Revolusi Industri yang dimulai pada abad ke-18 mengubah sistem produksi dari cara tradisional menjadi lebih modern. Digitalisasi yang masif di berbagai bidang kehidupan akhirnya berujung pada munculnya Era Industri 5.0 atau Era Sosial 5.0.

Era ini berkembang dari empat generasi sebelumnya yaitu generasi mesin uap, elektrifikasi dan komputer, hingga generasi keempat sistem cyber-fisik.

Revolusi Industri 5.0 berfokus pada pengintegrasian teknologi canggih dengan keterampilan manusia dan inovasi untuk menciptakan sistem manufaktur yang lebih efisien, fleksibel, dan inklusif.

Ketika kita berbicara tentang era digital baru yang membutuhkan tenaga kerja inovatif, dapatkah generasi muda Indonesia menjawab tantangan ini?

Konsep revolusi industri 5.0 masih erat kaitannya dengan generasi keempat. Generasi keempat kita kenal sebagai era industri 4.0 yang mana pertukaran informasi dan komunikasi antar manusia sangat mudah.

Di era ini, jaringan produksi sudah terdigitalisasi sehingga mengurangi jaringan ritel sehingga mempercepat mobilitas arus barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Inovasi teknologi di industri seperti Internet of Things (IOT), pembelajaran mesin, dan kecerdasan buatan (AI) sedang bermunculan. Terobosan-terobosan tersebut terus berkembang hingga lahirnya konsep Industri 5.0 yang menekankan pada integrasi antara teknologi dan manusia.

Namun keberadaan Revolusi Industri bukannya tanpa kelemahan. Salah satu konsekuensi dari tren otomatisasi tenaga kerja manusia oleh mesin adalah tersingkirnya manusia dari pekerjaan yang dapat digantikan oleh teknologi. Dengan kata lain: lapangan kerja akan hilang.

Kabar baiknya, tidak semua aktivitas industri terancam oleh Era Industri 5.0. Saat ini, industri kreatif diasumsikan dapat menjadi sumber pertumbuhan baru bagi perekonomian nasional.

Berbeda dengan sektor tradisional yang sangat mengandalkan eksploitasi sumber daya alam, kekuatan industri kreatif lebih bertumpu pada keunggulan sumber daya manusia. Dengan kata lain, ekonomi kreatif menawarkan penggunaan sumber daya yang tidak terbatas yaitu ide, bakat, dan kreativitas.

Konsep ini didukung dengan adanya industri kreatif. Kementerian Perdagangan menjelaskan bahwa industri ini mengandalkan ide-ide kreatif, keterampilan dan bakat untuk menciptakan kekayaan dan lapangan kerja dengan memanfaatkan kreativitas dan kecerdikan masyarakat. Sebagai negara dengan keberagaman geografis, suku, dan budaya yang besar, Indonesia kaya akan sumber kreativitas.

Ada beberapa sektor utama yang berpotensi berkembang ke Era Industri 5.0.

BPS mencatat industri kreatif Indonesia ditopang oleh subsektor kuliner, tekstil, dan kerajinan tangan. Dari 24,9 juta penduduk atau sekitar 17,8 persen total angkatan kerja nasional yang bekerja di industri kreatif, lebih dari 90 persennya bekerja di ketiga subsektor tersebut. Dengan nilai tambah sebesar Rp1.414,8 triliun, PDB industri kreatif mampu memberikan kontribusi sebesar 6,89 persen terhadap total PDB nasional pada tahun 2023.

Dengan semakin berkembangnya ekonomi kreatif nasional, pemerintah menjadikannya salah satu pilar penting untuk mencapai kemandirian ekonomi melalui penciptaan lapangan kerja dan pengembangan sektor ekonomi berbasis inovasi.

Tentu saja, industri kreatif bukannya tanpa tantangan. Kementerian Pariwisata dan Industri Kreatif mencatat 92,37 persen industri kreatif beroperasi dengan modal sendiri (self financing), 88,95 persen tidak memiliki hak kekayaan intelektual (KI), dan 97,36 persen produk industri kreatif masih belum dipasarkan. Pasar lokal fokus pada hal ini. Selain permasalahan permodalan, industri kreatif juga menghadapi tantangan keterbatasan sumber daya manusia, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

Pemerintah harus melatih dan memberdayakan tenaga kerja dengan teknologi dan keterampilan inovatif, terutama dalam pemasaran produk. Pemanfaatan teknologi digital dalam pemasaran produk industri kreatif akan memperluas pasar yang berorientasi ekspor. Peluang Indonesia untuk meraih potensi pasar ekspor produk kreatif cukup besar, mengingat sektor industri kreatif banyak diminati oleh pasar non-tradisional yang selama ini menjadi target pasar Indonesia.

Tentu sudah saatnya Indonesia melakukan diversifikasi produk ekspor dan tidak bergantung pada ekspor bahan mentah primer seperti minyak sawit dan produk pertanian.

Kesiapan menyongsong era inovasi dalam bidang pendidikan dan pelatihan juga perlu diperhatikan agar sektor ketenagakerjaan dan pendidikan Indonesia lebih siap menghadapi transformasi industri.

Data Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) Agustus 2024 menunjukkan angka pengangguran terbuka (SMK) yang berpendidikan tinggi vokasi masih tertinggi di antara jenjang pendidikan lainnya, yakni 9,01 persen.

Artinya, terdapat labor pool yang tidak terserap terutama pada tingkat SMK. Padahal, lulusan SMK siap bekerja di berbagai industri, seperti manufaktur, teknologi informasi dan komunikasi, serta jasa lainnya.

Menurut Sakernas, penyerapan tenaga kerja masih didominasi oleh penduduk berpendidikan dasar dan berpendidikan rendah, yaitu sebanyak 51,79 juta jiwa atau 35,80 persen dari total angkatan kerja. Namun penduduk dengan ijazah SMK memiliki jumlah penduduk bekerja paling rendah yakni 18,59 juta orang atau 12,86 persen.

Di sini peran generasi muda sebagai agen perubahan dalam menghadapi Era Industri 5.0 menjadi sangat penting.

Generasi muda tumbuh di masa kemajuan teknologi yang begitu masif sehingga membuat mereka mudah beradaptasi terhadap perubahan. Anda dapat menggunakan teknologi sebagai alat transformasi positif untuk menerapkan ide-ide inovatif dan mencapai dampak luas.

Dengan semangat kreatif dan inovatif, generasi muda harus menjadi penopang ekonomi kreatif nasional.

Indonesia tidak kekurangan generasi muda karena negara kita akan terus melanjutkan bonus demografi hingga mencapai puncaknya pada tahun 2030-2035. Fenomena melimpahnya penduduk usia produktif ini harus dimanfaatkan semaksimal mungkin, terutama untuk pelatihan tenaga kerja yang berkualitas dan handal, sesuai dengan kebutuhan industri. Idealnya generasi muda dibarengi dengan peningkatan kualifikasi dan penciptaan lapangan kerja.

Peran pemerintah sangat penting dalam melatih sumber daya manusia yang unggul dan berdaya saing, terutama dalam hal keterampilan dan kemampuan digital, yang diperlukan untuk menghadapi era industri 5.0.

Kurikulum dan pelatihan yang memadai tentunya memberikan akses kepada pekerja industri kreatif untuk meningkatkan kompetensi dan penguasaan teknologi digital agar menjadi pekerja yang kompetitif dan produktif.

* Penulis adalah ahli statistik BPS Provinsi DKI Jakarta

Redaktur: Achmad Zaenal M

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *