JAKARTA (Antara) – Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memaparkan lima manfaat kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 1 persen menjadi 12 persen.
Saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Kamis, dia mengatakan manfaat pertama dari kenaikan tarif PPN adalah peningkatan penerimaan negara secara signifikan. Seiring dengan hal tersebut, negara mempunyai kapasitas yang lebih baik untuk mendanai proyek-proyek infrastruktur, pendidikan dan kesehatan selama tahun fiskal.
“Secara historis, PPN merupakan sumber penerimaan utama negara dan lebih tahan terhadap perubahan ekonomi dibandingkan pajak penghasilan yang mengandalkan pendapatan usaha,” ujarnya.
Keunggulan lainnya adalah kemampuan mengurangi defisit anggaran dan ketergantungan utang, terutama setelah peningkatan belanja pemerintah selama pandemi.
Manfaat ketiga adalah administrasi perpajakan menjadi lebih efisien karena PPN mudah dipungut karena tercatat dalam seluruh transaksi ekonomi, terutama yang berkaitan dengan konsumsi.
Keuntungan keempat adalah dengan menaikkan tarif PPN menjadi 12 persen, PPN Indonesia akan sebanding dengan rata-rata global (15 persen) dan ASEAN, sehingga menjadikan sistem perpajakan Indonesia lebih menarik bagi investor.
Manfaat terakhir, peningkatan pendapatan pajak, dapat berkontribusi terhadap Visi jangka panjang Indonesia 2045, yang bertujuan untuk menjadikan negara ini sejahtera dan menjadi salah satu dari lima perekonomian terbesar di dunia.
Sebaliknya, jika kebijakan kenaikan PPN tidak dilaksanakan, banyak konsekuensi yang harus dihadapi, ujarnya.
Pertama, pemerintah kehilangan potensi pendapatan tambahan, sehingga meningkatkan defisit anggaran dan membatasi ruang fiskal untuk belanja produktif.
Kedua, pembangunan infrastruktur, program sosial, dan investasi strategis lainnya dapat terganggu jika pendapatan negara tidak mencukupi kebutuhan tersebut.
Hal ini dapat meningkatkan beban utang pemerintah dan risiko fiskal dalam jangka panjang karena pemerintah harus lebih bergantung pada utang untuk menutupi defisit.
Yang terakhir, reformasi perpajakan yang tidak progresif dapat memperlambat perkembangan struktur keuangan dan menjadikan Indonesia kurang kompetitif di kawasan.
Leave a Reply