Jakarta (ANTARA) – Pemerintah menyiapkan paket perjalanan wisata Banyuwangi-Bali Barat-Bali Utara atau 3B dalam upaya meningkatkan sebaran wisatawan di Pulau Bali yang diusulkan tinggal di wilayah Bali Selatan.
Menanggapi masuknya Bali dalam daftar No Fodor 2025, daftar lokasi wisata yang dianggap tidak layak dikunjungi karena padat wisatawan, Wakil Menteri Pariwisata Ni Luh Puspa Bali tidak terlalu membebani wisatawan.
Faktanya, Bali tidak banyak wisatawan. Bali bermasalah dengan sebaran wisatawan yang berada di pusat saat ini di Bali Selatan, katanya di Gedung Nusantara III, Parlemen, Senayan, Jakarta. , Kamis.
Oleh karena itu, kata Ni Luh, Kemenpar dan pemerintah daerah menyiapkan paket wisata 3B untuk lebih mengenalkan wisatawan pada tempat wisata di Bali.
Melalui paket wisata ini, pemerintah mempromosikan sebagian wilayah Bali yang menjadi destinasi wisata namun belum banyak dikunjungi wisatawan.
“Sekarang pariwisata bisa kita distribusikan lewat Jawa, Banyuwangi, langsung ke Bali Barat dan Bali Utara,” kata Ni Luh.
Ni Luh mengatakan Bali masih menjadi tempat yang bagus untuk dikunjungi wisatawan. Menurut dia, masuknya Bali dalam No List Fodor 2025 tidak akan mempengaruhi pariwisata di Pulau Dewata.
“Masih enak ke Bali, Bali masih luar biasa. Menurutku kurang worth it,” kata Ni Luh.
Dikatakannya, Bali merupakan salah satu negara yang akan banyak menerima penghargaan di bidang pariwisata pada tahun 2024, termasuk penghargaan Desa Wisata Terbaik dari UN Tourism tahun 2024 untuk Desa Wisata Jatiluwih.
Bali menjadi salah satu destinasi wisata No List Fodor 2024.
Fodor’s Travel telah memasukkan Bali ke dalam daftar tujuan wisata yang harus dihindari karena mereka yakin pesatnya pertumbuhan industri pariwisata di negara tersebut telah memberikan banyak tekanan terhadap lingkungan.
Perjalanan ini antara lain menunjukkan bahwa pantai-pantai yang dulunya bersih di Bali, seperti Kuta dan Seminyak, kini dipenuhi tumpukan sampah.
Menurut Fodor’s Travel, pertumbuhan pariwisata massal yang cepat dan tidak terkendali telah membebani pedesaan Bali, menghancurkan alam dan warisan budaya serta menciptakan “kiamat plastik”.
Leave a Reply