Kabar Harapan

Memberikan Informasi Terupdate Dalam Negri & Luar Negri

Agar penghapusan kredit macet UMKM benar-benar jadi solusi dunia usaha

Jakarta (ANTARA) – Mohammad Hatta, salah satu tokoh dan bapak koperasi Indonesia, merupakan seorang pemikir besar di bidang perekonomian yang menggagas dan merombak sistem perekonomian bangsa dengan mendirikan koperasi.

Tujuan dari sistem ini adalah untuk mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam terwujudnya perekonomian nasional berdasarkan konsep gotong royong dan gotong royong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 UUD 1945.

Koperasi kini telah menjadi salah satu penggerak utama perekonomian Indonesia.

Kementerian Koperasi yang kini terpisah dari Kementerian Koperasi dan UKM menyebutkan pada tahun 2023 terdapat 130.119 unit koperasi dengan modal Rp 254,17 triliun.

Unit-unit usaha tersebut banyak berperan penting dalam penyaluran pembiayaan dan berbagai subsidi pemerintah kepada UKM di berbagai sektor perekonomian yang banyak menyerap tenaga kerja informal seperti pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, kerajinan tangan, memasak, dan ekonomi kreatif. . .

UMKM tersebut saat ini menjadi tulang punggung perekonomian nasional, menyumbang 61 persen PDB atau Rp 9.580 triliun, menurut data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian tahun 2023.

Jumlah UKM tercatat sebanyak 66 juta unit usaha yang menyumbang 97 persen penerimaan lapangan kerja atau sekitar 117 juta orang.

Mengingat banyaknya UKM, tentunya membutuhkan modal yang besar untuk mempertahankan kelangsungan usahanya, dan koperasi tidak bisa menjadi satu-satunya sumber pendanaan.

Namun, karena sebagian besar UKM berasal dari sektor informal, sulit bagi mereka untuk memenuhi persyaratan menerima pendanaan dari penyedia jasa keuangan lain, seperti bank.

Pasalnya, untuk mendapatkan pinjaman bank diperlukan berbagai dokumen, seperti surat keterangan gaji dan surat keterangan kerja.

Tentu saja, dokumen-dokumen tersebut tidak mungkin diperoleh bagi para nelayan, petani, peternak atau pengusaha yang memiliki usaha kecil.

Kalaupun mendapatkan pinjaman dari bank, kendala yang muncul kemudian adalah rendahnya kemampuan membayar karena ketidakpastian, kenaikan biaya produksi secara tiba-tiba, atau penurunan harga barang yang dijual.

General Manager Industri Mikro, Kecil, dan Menengah Indonesia (IUMKM) (AKUMANDIRI) Hermawati Setyorinny mengatakan, tingkat kredit macet atau non-performing loan (NPL) di kalangan nelayan dan petani juga mencapai 60 persen. .

Masyarakat dengan kredit macet tidak mampu membayar utangnya karena tidak bisa lagi mendapatkan pembiayaan dari bank lain karena namanya masuk dalam “daftar hitam” jasa keuangan.

Pada akhirnya, kami mencari hutang dari penyedia jasa keuangan ilegal dengan tingkat bunga yang sangat tinggi atau dengan terlebih dahulu meminjam dari broker dan kemudian menjual hasil kebun atau hasil tangkapan dengan harga murah.

Hal ini nampaknya merupakan mata rantai dalam siklus kredit yang sulit diputus dan menyulitkan kehidupan usaha kecil dan menengah, khususnya petani dan nelayan.

Bank harus bersiap

Untuk memutus rantai utang yang membebani UMKM, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 tentang Penghapusan Utang UMKM.

Dengan begitu, para pelaku UMKM tersebut diharapkan dapat kembali mengajukan pembiayaan ke perbankan dan penyedia jasa keuangan resmi lainnya serta dapat melanjutkan usahanya.

Pendanaan yang diberikan juga dapat mendorong inklusi keuangan di masyarakat sesuai dengan program pemerintah.

Selain masyarakat, kebijakan pembatalan dan pembatalan tagihan juga berdampak positif bagi bank-bank anggota Himpunan Bank-Bank Negara (Himbaran) yang kemudian mengambil kebijakan tersebut, yakni BNI, BRI, BTN, dan Mandir.

Bank dapat meningkatkan tingkat kredit macet dan mengurangi Kerugian Penurunan Nilai Perusahaan (CKPN), karena nilai kredit macet yang sebelumnya masih tercatat kini menjadi batal, dan dijamin tidak akan merugikan pemerintah.

Kendati demikian, Pengawas Perbankan dan Operator Sistem Pembayaran Arianto Muditomo mengimbau pelaku perbankan tetap memastikan kecukupan dana CKPN untuk menutup potensi kerugian usaha akibat kegagalan kredit.

Bank juga harus memastikan kriteria debitur penerima keringanan utang benar-benar memenuhi persyaratan yang diatur dalam peraturan pemerintah.

Sistem manajemen risiko kredit juga harus diperkuat agar risiko kredit tidak buruk di kemudian hari.

Operator bank juga bekerja sama dengan pemerintah dalam program restrukturisasi dan pemulihan ekonomi untuk mendukung debitur dalam meningkatkan solvabilitasnya.

Koordinasi antara pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan perbankan sangat diperlukan agar prosedur dan kriteria pembatalan utang dapat dilaksanakan sesuai ketentuan.

Harus tepat sasaran

Kebijakan pengumpulan dan pelaporan pelaku UMKM dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan usaha kecil dan menengah di Indonesia.

Direktur Riset CORE Indonesia dan Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret (FEB UNS), Etikah Karyani Suwondo meyakini kebijakan ini dapat menjadi alat yang efektif untuk memfasilitasi pembiayaan bagi UKM dan petani jika diterapkan dengan benar.

Setelah utang lama sudah terhapus, mereka bisa mengajukan pinjaman baru untuk mengembangkan usahanya.

Namun keberhasilan kebijakan tersebut bergantung pada penerapan kriteria yang ketat terhadap peminjam, pengawasan yang efektif, dan komunikasi yang jelas antara pemerintah, bank, dan pelaku komersial.

Bank Himbara harus memastikan penerapan kebijakan ini tidak disalahgunakan dan sesuai dengan persyaratan PP Nomor 47/2024.

Salah satu kriteria penerima layanan pemutihan pinjaman adalah mantan petani proyek Perusahaan Inti Rakyat Perkebuna, mantan petani Unit Pelaksana Proyek Perkebunan, Koperasi Listrik Perdesaan (KLP) Sinar Rinjani, Desa Singkut. Koperasi Listrik (KLP) dan penerima bantuan peternakan dan proyek pembangunan di Bali.

Penetapan kriteria yang jelas penting untuk menghindari moral hazard ketika debitur merasa tidak perlu memenuhi kewajiban pembayarannya karena berharap pengampunan utang dapat dilaksanakan kembali di kemudian hari.

Selain kriteria yang jelas, perbuatan tercela juga dapat dihindari dengan melatih debitur dalam pengelolaan keuangan yang baik.

Para bankir juga harus merancang program pembiayaan inklusif baru bagi UKM agar pemilik usaha kecil bisa mendapatkan pembiayaan dengan mudah dan terjangkau, sehingga mereka tidak perlu lagi mencari cara ilegal untuk mendapatkan utang.

Dengan demikian, kebijakan kliring dan hapus kredit diharapkan benar-benar dapat menjadi solusi untuk menggerakkan kembali perekonomian nasional melalui koperasi dan UKM, sehingga menjaga integritas sistem keuangan nasional.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *