Jakarta (ANTARA) – Ekonom sekaligus Direktur Pusat Kajian Ekonomi dan Hukum (Celios) Bhima Yudhistira menilai perluasan fasilitas perpajakan lebih efektif meningkatkan penerimaan negara dibandingkan menaikkan PPN sebesar 12 persen.
“Kalau mau menaikkan tarif pajak, perluas fasilitas perpajakannya, jangan main-main dengan tarif pajaknya,” kata Bhima saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, pemerintah mungkin mulai membahas pajak kekayaan yang potensinya mencapai Rp 86 triliun setiap tahunnya. Pajak atas keuntungan barang yang tidak normal (pajak keuntungan) dan pemberlakuan pajak karbon dioksida juga bisa menjadi alternatif dari kebijakan PPN 12 persen.
Sebab, ia menilai menaikkan tarif PPN di tengah kondisi perekonomian bukanlah solusi tepat untuk meningkatkan pendapatan negara.
Jika kenaikan tarif PPN diakumulasikan sebesar 12 persen dalam empat tahun terakhir, maka kenaikannya dihitung sebesar 20 persen. “Dari 10 persen menjadi 11 persen, lalu menjadi 12 persen, total kenaikannya 20 persen,” jelasnya.
Dengan perhitungan tersebut, kenaikan tarif PPN akan lebih tinggi dibandingkan akumulasi pertumbuhan inflasi tahunan.
Sementara itu, dampak kenaikan PPN sebesar 12 persen dapat berdampak langsung pada inflasi secara umum yang pada akhirnya berpotensi meningkatkan harga barang.
Selain itu, kelas menengah yang merupakan kontributor utama konsumsi rumah tangga juga menghadapi berbagai tekanan, seperti kenaikan harga pangan dan sulitnya mendapatkan pekerjaan.
Jika diberlakukan PPN sebesar 12 persen, konsumsi dikhawatirkan akan menurun.
Penjualan produk sekunder seperti elektronik, kendaraan bermotor, dan kosmetik atau perawatan pribadi berpotensi melambat, mengingat kelas menengah menjadi sasaran utama PPN atas barang-barang kelompok ini.
Dampak lainnya juga menimpa pelaku usaha. Penyesuaian harga akibat kenaikan tarif PPN dapat mempengaruhi omset mereka, yang kemudian mempengaruhi penyesuaian kapasitas produksi dan pengurangan jumlah karyawan yang dibutuhkan.
Jika situasi ini terus berlanjut, ada kemungkinan terjadinya PHK di berbagai sektor.
Pemerintah harus mempertimbangkan kembali rencana kenaikan tarif PPN sebesar 12 persen karena akan mengancam pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh konsumsi rumah tangga, kata Bhima.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 akan terus dilaksanakan sesuai amanat undang-undang (UU).
Salah satu pertimbangannya adalah anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang harus dijaga tetap sehat sekaligus mampu berfungsi dalam berbagai krisis.
Namun dalam penerapannya selanjutnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan berhati-hati dan berusaha memberikan penjelasan yang baik kepada masyarakat.
“UU-nya sudah ada. Kita harus siapkan agar bisa diterapkan (PPN 12 persen), tapi penjelasannya bagus,” ujarnya.
Leave a Reply