JAKARTA (ANTARA) – Pengendali Hukum dan Pembangunan Hardjono dan Yoho meyakini restrukturisasi bisa menjadi solusi untuk menyelamatkan PT Sri Rejeki Isman atau PT Sritex.
“Putusan pailit pengadilan niaga masih terbuka untuk tahap kasasi dan sidang ulang, sehingga kedudukan hukumnya belum final dan memungkinkan adanya opsi restrukturisasi yang lebih baik,” kata Hardjono di Jakarta, Rabu.
Lanjutnya, kata kunci dalam proses restrukturisasi tersebut adalah bagaimana menjaga keberlangsungan usaha Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Nasional secara keseluruhan, bukan hanya Sritex. Pasalnya, banyak pabrik tekstil lain yang juga menghadapi tekanan serupa akibat tingginya utang dan ketatnya persaingan, terutama impor produk tekstil murah dari Tiongkok.
“Kasus Sretex memang contoh yang bagus, namun pabrik-pabrik kecil dan menengah kini menghadapi ancaman serupa,” ujarnya.
Namun dalam solusi yang diusulkan, dana talangan langsung dari negara sebaiknya dihindari, karena akuntabilitas dana publik dalam paket penyelamatan akan sangat rumit.
Menurut dia, solusi yang paling efisien dan bertanggung jawab secara hukum adalah dengan mendukung penerbitan obligasi atau saham baru.
“Hal ini tidak hanya memberikan tambahan modal bagi Sirtex untuk melunasi utangnya, tetapi juga mengurangi beban langsung pemerintah,” jelas Hardjono.
Ia juga mengatakan, pemerintah perlu memperkuat industri TPT nasional agar mampu bersaing dalam menghadapi tekanan impor. Langkah-langkah ini dapat mencakup kebijakan perdagangan yang lebih ketat dan dukungan terhadap industri lokal melalui insentif untuk produk lokal atau perlindungan tarif.
Terkait dengan tagihan bank-bank BUMN, pendekatan yang paling penting untuk dipertimbangkan adalah restrukturisasi utang secara transparan dan efisien. Saat ini, utang Sritex yang besar kepada beberapa bank BUMN, seperti US$23,8 juta kepada BNI dan bank pembangunan daerah, menimbulkan risiko signifikan terhadap stabilitas aset bank tersebut.
Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan perbankan untuk mengambil pendekatan yang hati-hati agar tidak menyia-nyiakan dana masyarakat yang digunakan oleh bank-bank milik negara, ujarnya.
Solusi yang mungkin dilakukan adalah dengan melakukan restrukturisasi pembayaran atau restrukturisasi persyaratan kredit untuk mengurangi tekanan langsung terhadap arus kas Sritex. Sebaliknya, jika restrukturisasi sulit dilakukan, penjualan aset non-inti Sritex bisa menjadi opsi untuk melunasi sebagian kewajibannya kepada kreditor, termasuk bank-bank milik negara.
Pada saat yang sama, pemerintah juga dapat memperkuat landasan hukum pengaturan utang yang diperlukan. Misalnya, negara dapat memberikan jaminan bahwa perbankan tidak akan mengalami kerugian dalam jangka panjang, dan menstabilkan industri TPT agar jumlah pemain di industri dalam negeri tidak menurun tajam.
“Dengan pendekatan seperti ini, bank-bank BUMN secara bertahap dapat mengurangi risiko kerugian piutang sekaligus mendukung pemulihan perekonomian sektor TPT yang penting bagi perekonomian nasional,” ujarnya.
Presiden Prabowo Subianto meminta kementeriannya berupaya agar tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi karyawan Sritex dan perusahaan tekstil tersebut tetap beroperasi.
Hal itu diungkapkan Menteri Ketenagakerjaan (Minaker) Yasirli usai Presiden Prabowo kemarin menggelar rapat terbatas dengan para menteri antara lain Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulian.
Presiden Prabowo mengatakan, Menteri Tenaga Kerja menyatakan pemerintah tidak mengizinkan adanya PHK terhadap pekerja Sritex.
Pemerintah meyakini PHK tidak akan terjadi karena putusan Pengadilan Provinsi Semarang Niaga sedang dalam tahap banding.
Leave a Reply