Jambi (ANTARA) – Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD) di Provinsi Jambi merupakan kawasan hutan hujan yang kaya akan keanekaragaman hayati dan rumah bagi komunitas suku Anak Dalam atau dikenal dengan Orang Rimba.
Hutan ini tidak hanya menjadi habitat bagi flora dan fauna tetapi juga menjadi habitat bagi masyarakat setempat yang bergantung pada sumber daya alam untuk kebutuhan sehari-hari.
Namun TNBD menghadapi tantangan besar dalam melestarikan hutan dan ekosistem. Aktivitas seperti perburuan satwa liar, pembalakan liar, eksploitasi hutan dan alih fungsi lahan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab menjadi ancaman serius bagi kestabilan hutan ini.
Lebih jauh lagi, tekanan modernisasi dan perubahan sosial mengancam stabilitas budaya dan gaya hidup tradisional suku Anak Dalam.
Beberapa inisiatif konservasi dan pemberdayaan masyarakat telah dilaksanakan untuk mengatasi tantangan ini. Salah satunya adalah penerapan teknik agroforestri yang memadukan praktik pertanian dengan perlindungan hutan.
Melalui pendekatan ini, masyarakat didorong untuk menanam tanaman bernilai ekonomi seperti karet, kopi, dan tanaman obat-obatan di bawah naungan pohon hutan untuk meningkatkan pendapatan tanpa merusak ekosistem hutan.
Masyarakat suku Anak Dalam diberikan bibit dan buah jenis pohon serba guna (MPTS), antara lain petai, jengkol, kabau, sebagai bagian dari program restorasi ekosistem.
Selain itu, telah dikembangkan program untuk meningkatkan peluang ekonomi berbasis hasil hutan non hutan. Masyarakat didorong untuk mengelola dan menjual produk pasar yang bernilai tinggi seperti madu hutan, rotan, dan kerajinan tangan.
Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan kesejahteraan ekonomi, namun juga mendorong konservasi hutan, karena masyarakat mempunyai insentif langsung untuk melestarikan sumber daya alam mereka.
Peran suku Anak Dalam dalam menjaga hutan sangatlah penting. Mereka mempunyai praktik tradisional yang mendalam dalam pengelolaan ekosistem hutan dan sumber daya alam secara berkelanjutan.
Namun marginalisasi dan tekanan dari luar mengancam keberlangsungan budaya dan pengetahuan mereka. Oleh karena itu upaya konservasi harus menghormati dan mengintegrasikan kearifan asli suku Anak Dalam.
Contoh inisiatif yang melibatkan suku Anak Dalam adalah program pendidikan berbasis budaya. Program ini menggabungkan pengetahuan tradisional dengan kurikulum formal untuk membantu generasi muda memahami pentingnya konservasi hutan dan budaya mereka.
Selain itu, untuk meningkatkan potensi ekonominya, diperkenalkan pula kerajinan tangan dan keterampilan pengolahan kayu selain hasil hutan.
Kerja sama antara pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat lokal sangat penting dalam upaya pelestarian TNBD. Inisiatif konservasi alam
Berbagai program konservasi hutan telah ditetapkan dan dapat dijadikan bahan ajar dengan hasil yang bervariasi. Program BioCarbon Fund Initiative for Sustainable Forest Landscapes (BioCF ISFL) masih berjalan.
Program ini merupakan salah satu contoh inisiatif penurunan emisi gas rumah kaca melalui perlindungan hutan dan reboisasi.
Program ini dilaksanakan oleh berbagai dana dan didukung oleh negara donor seperti Jerman, Norwegia, Swiss, Inggris Raya dan Amerika Serikat, yang dikelola oleh Bank Dunia. Kegiatan ini memiliki tiga tahap: persiapan, pra-investasi, dan pembayaran berbasis hasil.
Implementasi program seperti BioCF ISFL di TNBD melibatkan berbagai pihak, antara lain Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dan Balai Taman Nasional.
Kegiatan pra investasi tersebut untuk empat KPH yaitu KPH Hilir Sarolangun, KPH Bungo, KPH Tanjung Jabung Barat dan KPH Merangin, serta empat taman nasional untuk Kerinci Sebelat, Berbak Sembilang, Bukit Duabelas dan Taman Nasional Bukit Tigapuluh. ditambah Balai KSDA Jambi.
Program ini bertujuan tidak hanya untuk menyelamatkan hutan, namun juga memberikan dampak nyata terhadap kesejahteraan masyarakat lokal. Inisiatif ini merupakan langkah jelas menuju pengelolaan hutan berkelanjutan, sekaligus mengurangi emisi karbon dan memulihkan ekosistem yang terancam punah.
Tujuan utama program BioCF ISFL di Taman Nasional Bukit Dua Belas adalah untuk melindungi hutan dan memulihkan ekosistem yang terdegradasi, serta menciptakan peluang ekonomi bagi masyarakat lokal.
Tantangan awal implementasinya adalah bagaimana mengubah pola pikir masyarakat yang selama ini bergantung pada ekstraksi dari hutan, seperti menebang pohon atau berburu satwa liar.
Tentu saja, dibutuhkan waktu untuk membangun kepercayaan dan mengajarkan pentingnya konservasi hutan. Namun, dengan pendekatan yang tepat, lambat laun kita akan menyadari bahwa perlindungan hutan dan peningkatan perekonomian masyarakat bukanlah dua hal yang berlawanan, melainkan dapat berjalan beriringan.
Program ini diawali dengan upaya pelibatan masyarakat dalam kegiatan reboisasi seperti penanaman pohon, pembangunan pohon muda bahkan patroli hutan.
Pada setiap tahapan tersebut, partisipasi masyarakat tidak hanya meningkatkan rasa kepemilikan terhadap program, namun juga membuka peluang baru untuk menghasilkan pendapatan dari kegiatan berkelanjutan.
Salah satu pendekatan utama program ini adalah memperkenalkan teknik agroforestri kepada masyarakat. Agroforestri merupakan suatu metode yang menggabungkan pertanian dan kehutanan sehingga masyarakat dapat memanfaatkan lahan tanpa merusak hutan.
Kelompok petani hutan diperkuat dan dilatih mengenai teknik pertanian ramah lingkungan. Melalui teknik ini, masyarakat dapat menghasilkan hasil hutan non kayu seperti madu hutan, rotan, dan tanaman obat. Produk-produk ini tidak hanya bernilai ekonomi tinggi, namun juga membantu melindungi hutan.
Partisipasi aktif warga sangat penting untuk menyukseskan program ini. Sejak pelatihan ini, banyak dari mereka sudah mulai beralih dari praktik deforestasi ke aktivitas berkelanjutan.
Dari segi ekologi, tutupan hutan di taman nasional diharapkan tetap terjaga dan deforestasi yang dulu merupakan masalah serius kini mulai berkurang. Salah satu indikator keberhasilan yang paling diharapkan adalah peningkatan keanekaragaman hayati di wilayah tersebut.
Sejumlah spesies kunci yang sebelumnya langka seperti harimau dan siamang diperkirakan akan kembali ke Taman Nasional Bukit Dua Belas. Hal ini menandakan ekosistem di kawasan ini sudah mulai pulih dan kembali berfungsi sebagai habitat ideal bagi beberapa spesies.
Selain dampak lingkungan, program BioCF ISFL memberikan dampak ekonomi yang signifikan terhadap masyarakat sekitar. Berkat pelatihan dan dukungan, masyarakat kini memiliki sumber pendapatan baru dari hasil hutan non-kayu.
Salah satu inovasi terpenting dari program ini adalah pembentukan koperasi lokal yang berperan sebagai wadah untuk memfasilitasi penjualan hasil hutan.
Melalui koperasi ini, masyarakat tidak hanya mendapatkan akses pasar yang lebih luas, namun juga mendapatkan harga yang lebih baik untuk produknya.
Keberhasilan program konservasi dan pemberdayaan masyarakat di TNBD tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Kerjasama antara negara, organisasi non-pemerintah nirlaba dan masyarakat lokal penting untuk melestarikan hutan dan meningkatkan kesejahteraan penduduk.
Dengan pendekatan yang komprehensif dan partisipatif, TNBD diharapkan dapat menjadi model pengelolaan hutan yang menghargai kearifan lokal dan bermanfaat bagi semua pihak.
Identitas budaya
Upaya konservasi TNBD mengatasi kompleksitas masyarakat lokal, termasuk dinamika sosial dan budaya suku Anak Dalam.
Penelitian menunjukkan bahwa identitas budaya mereka erat kaitannya dengan hutan sebagai sumber kehidupan dan spiritualitas.
Oleh karena itu, program konservasi harus menghormati dan mengintegrasikan nilai-nilai budaya seperti praktik perkawinan, kelahiran dan kematian yang terkait dengan kearifan adat.
Penting juga untuk memahami sejarah marginalisasi yang dialami suku Anak Dalam, terutama pada masa Orde Baru, ketika mereka ditekan untuk berasimilasi dan kehilangan akses terhadap tanah adatnya.
Memahami konteks sejarah ini penting untuk merancang program pemberdayaan yang peka terhadap kebutuhan dan aspirasi mereka.
Dalam jangka panjang, keberlanjutan TNBD bergantung pada keseimbangan antara perlindungan lingkungan dan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat lokal.
Pendekatan yang menggabungkan konservasi dengan pemberdayaan ekonomi, pendidikan dan pelestarian budaya memastikan bahwa hutan tetap lestari dan masyarakat menikmati manfaatnya secara lestari.
Dengan komitmen semua pihak, Taman Nasional Bukit Dua Belas dapat menjadi contoh sukses pengelolaan hutan lestari yang menghargai kearifan lokal dan bermanfaat bagi generasi mendatang.
*Penulis adalah pengelola Taman Nasional Bukit Dua Belas Jambi.
Redaktur: Ahmad Zaenal M
Leave a Reply