Kabar Harapan

Memberikan Informasi Terupdate Dalam Negri & Luar Negri

Gangguan tidur berkaitan dengan peningkatan risiko demensia

Jakarta (ANTARA) – Sebuah studi baru yang hasilnya dipublikasikan di Sleep Advance mengidentifikasi adanya hubungan antara gangguan tidur secara umum dan peningkatan risiko demensia pada lansia, terutama wanita.

Seperti dikutip dari Medical Daily, Senin (4/11), sebuah penelitian menemukan adanya hubungan terkait gender antara apnea tidur obstruktif dan risiko demensia.

Apnea tidur obstruktif terjadi ketika pernapasan tiba-tiba berhenti di antara periode tidur, sehingga memicu refleks pertahanan untuk memulai kembali pernapasan.

Masalah ini menyebabkan gangguan tidur, serta gejala seperti mendengkur, kelelahan, kantuk di siang hari, dan gangguan mood.

Dalam studi baru ini, para peneliti menganalisis data dari 18.815 orang dewasa berusia 50 tahun ke atas di Amerika Serikat yang menjadi bagian dari Studi Kesehatan dan Pensiun.

Peserta awalnya tanpa demensia. Namun, selama periode tindak lanjut 10 tahun, apnea tidur obstruktif diidentifikasi melalui laporan atau pemeriksaan mandiri, dan kasus demensia diidentifikasi melalui tes kognitif.

Hasilnya menunjukkan bahwa apnea tidur obstruktif dikaitkan dengan kejadian kumulatif demensia yang lebih tinggi pada wanita dan pria berusia antara 60 dan 84 tahun.

Pada usia 80 tahun, wanita dengan apnea tidur obstruktif memiliki insiden demensia 4,7 persen lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak menderita apnea tidur obstruktif. Sedangkan laki-laki dengan kondisi tersebut menunjukkan peningkatan sebesar 2,5 persen.

“Temuan kami menawarkan wawasan baru mengenai peran gangguan tidur yang dapat diobati terhadap kesehatan kognitif jangka panjang pada tingkat populasi baik perempuan maupun laki-laki,” kata penulis utama studi Dr. Tiffany J. Braley dalam siaran persnya.

Berdasarkan temuan mereka, para peneliti mengatakan bahwa apnea tidur obstruktif adalah “faktor risiko demensia yang berpotensi dapat dimodifikasi namun sering diabaikan.”

Mereka merekomendasikan agar penderita gangguan tidur menjalani pemeriksaan tanda-tanda demensia.

Studi baru ini belum menyelidiki penyebab perbedaan risiko demensia terkait apnea tidur berdasarkan jenis kelamin, namun para peneliti menyebutkan beberapa kemungkinan.

Salah satu alasannya mungkin karena wanita penderita demensia memiliki risiko lebih tinggi terkena penyakit kardiovaskular dan insomnia. Keduanya merupakan faktor risiko yang mempengaruhi fungsi kognitif.

Salah satu penulis hasil penelitian tersebut, Galit Levi Dunietz, mengatakan bahwa estrogen mulai menurun saat wanita memasuki masa menopause dan kondisi ini dapat mempengaruhi otak wanita.

“Sleep apnea meningkat secara signifikan setelah menopause, namun masih kurang terdiagnosis. Kita memerlukan lebih banyak penelitian epidemiologi untuk lebih memahami bagaimana gangguan tidur pada wanita memengaruhi kesehatan kognitif mereka,” kata Dunietz.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *