Jakarta (Antara) – Direktur Produksi dan Perdagangan Karbon Badan Jasa Keuangan (OJK) Lufaldi Hernanda mengatakan pengembangan energi bersih merupakan salah satu cara untuk meningkatkan daya saing pasar karbon Indonesia, khususnya di kawasan Asia.
Ia mengatakan banyak investor asing yang ingin berinvestasi di Indonesia, namun ragu karena ketersediaan energi ramah lingkungan.
“Memang banyak investor yang ingin masuk ke Indonesia, tapi yang jelas salah satu yang mereka lihat adalah seberapa bersih energi kita,” kata Lofaldi Hernanda di Jakarta, Kamis.
Ia juga mendesak para pemangku kepentingan di Indonesia untuk lebih fokus pada pengembangan sumber energi ramah lingkungan untuk menarik investor.
“Misalnya jangan lewatkan Vietnam karena mereka fokus pada energi bersih. Kemudian mereka akan banyak membangun energi terbarukan (sumber energi terbarukan), sehingga investasinya lebih baik,” ujarnya.
Lufaldi menjelaskan, saat ini sudah banyak pelaku industri di Indonesia yang menerapkan statistik emisi.
Ia juga yakin Indonesia akan mampu menerapkan sistem perdagangan karbon secara penuh pada awal tahun depan.
“Kita lihat di awal tahun 2025, mudah-mudahan kalau semuanya berjalan baik kita akan mengadopsi sistem perdagangan karbon dengan lingkungan yang utuh,” ujarnya.
Berdasarkan laporan perhitungan dan penerapan ketenagalistrikan (APPLE-GATRIK) Kementerian ESDM, volume transaksi karbon PLTU melalui Sistem Perdagangan Emisi (ETS) mencapai 7,04 miliar ton setara CO2 (CO2e). Pada tahun 2023, jumlahnya menjadi 82,87 euro.
Sementara itu, OJK mencatat, sejak 26 September 2023 saat diluncurkannya Pertukaran Karbon Indonesia hingga 27 September 2024, nilai perdagangan karbon mencapai Rp37,06 miliar dengan jumlah perdagangan karbon setara dengan 613.894 ton CO2e.
Leave a Reply