JAKARTA (Antara) – Angin kencang membuat petani rumput laut Usup Supriyatna kelelahan di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Menatap cerahnya matahari, ia bercerita kepada grup Jakarta tentang kesehariannya sebagai petani.
Saat bercerita tentang bagaimana ia mulai mengembangkan produk yang sering disebut “emas hijau” ini, ia sangat senang, meski sikapnya santai. Ya, rumput laut benar-benar mengubah hidupnya. Kini, perekonomiannya dan keluarganya sepenuhnya bergantung pada komoditas bernama rumput laut tersebut.
Dapatkan investasi dari pihak luar
Tidak ada yang tahu perjalanan dan nasib orang-orang, itulah yang sering ditekankan Usopp ketika dia berbicara dengan rumah produksi yang relatif sederhana.
Ia menceritakan, 19 tahun lalu, Presto sedang berjualan ikan bandeng dan bertemu dengan seorang profesor Taiwan bernama Mr. Wang di Jakarta.
Dari perkenalan tersebut, Usup mendapat ajakan untuk membudidayakan rumput laut di Karawang yang saat itu memiliki kemampuan membudidayakan tambak dengan produk yang asing bagi daerah tersebut. Saat itu, sebagian besar penduduk Karawang menghasilkan ikan bandeng dan produk olahan susu yang cocok untuk perairan wilayah tersebut.
Kemudian, seorang investor Taiwan memberikan modal dengan menyewa kolam untuk menanam rumput laut Gracilaria, dan pada tahun 2006 penelitian budidaya rumput laut dimulai.
Ia memulai penelitian bersama sang profesor selama 6 bulan dan akhirnya menemukan formula dan cara budidaya rumput laut yang tepat di pantai utara Jawa. Sayangnya, ketika rumput laut tersebut berhasil dibudidayakan, sang profesor harus kembali ke negaranya karena alasan kesehatan. Usopp kemudian diminta untuk mengembangkan materi tersebut dan berbagi ilmu yang dipelajarinya kepada masyarakat setempat.
Pada tahun 2007, kata Yusup, seorang eksekutif perusahaan pengolahan agar-agar mendekatinya dan tertarik menggunakan rumput laut kering yang diproduksinya.
Selain itu, pada tahun 2007, dalam rangka mempromosikan dan meningkatkan nilai ekonomi rumput laut, gelatin strip dipasarkan di berbagai daerah bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Singkat cerita, suatu malam setelah menonton pertandingan sepak bola, dia melihat ke dapur untuk mencari makanan ringan. Ia pun berpikir bisa makan dengan mudah dengan membuat mie instan dari rumput laut.
Konsep sepanjang tahun yang dirilis pada tahun 2018 ini dibuat menjadi mie kristal yang bisa disantap setelah direndam dalam air panas selama 3 menit. Memasuki tahun 2019 penghujung masa pandemi COVID-19, Yusup mengatakan mie kristal buatannya menarik perhatian pasar yang saat itu sangat fokus pada kesehatan, salah satunya masyarakat yang sedang diet. Pasalnya, mie kristal dinilai rendah kalori namun tinggi serat.
Kini mie seafood miliknya sudah didaftarkan oleh konsumen Jakarta Selatan yang memiliki mie kristal (Maklon) tanpa merek. Dengan peralatan sederhana, Usup mengaku hanya mampu memproduksi 5.500 karung mie kristal dalam sebulan dengan harga Rp 15.000 per cangkir.
Produk mie berbahan dasar rumput laut diminati konsumen India, namun lagi-lagi terdapat kendala pada beberapa peralatan produksi, misalnya pada proses pendinginan dan pengeringan bahan baku mie.
Usup yang merupakan Ketua Koperasi Makmore turut berperan dalam pendaratan air laut di Karawang bersama Jamal Bismillah dari Pusat Penelitian Bioindustri Kelautan dan Terestrial (BRIN) Badan Riset dan Inovasi Nasional untuk menghasilkan produk biji-bijian. Berupa biostimulan pada produk non pangan.
Produk yang diteliti Jamal sejak 2012 ini merupakan produk serba guna, zero waste, rumput laut. Berdasarkan penelitian Jamal, produk ini menguraikan sisa makanan dan menjaga kualitas air sebagai tempat berkembang biak, mempengaruhi pertumbuhan dan meningkatkan ketahanan ikan.
“Itu prebiotik,” kata Jamal. “Prebiotik adalah makanan yang kita berikan kepada ikan dan kita berharap mereka mencerna semuanya. Kalau semuanya dicerna, berarti daya cernanya berkurang. Kalau kurang dicerna, amonianya.” lebih baik ikannya.”
Produk biostimulan yang sekarang diproduksi di bawah perusahaan patungan Koperasi Macmore Karaung memiliki kapasitas produksi hemat biaya sebesar 1.000 liter.
Konon biostimulan ini bisa digunakan untuk semua jenis tanaman pangan selain budidaya ikan dengan cara mencampurkan biostimulan dan air dengan perbandingan 1:10 atau 1 liter biostimulan dan 10 liter air. Lahan maksimal 10 hektar.
Dengan menggunakan biostimulan, produk pangan bersifat organik dan membantu mengurangi beban tanah yang terkontaminasi pestisida dan bahan kimia lainnya, ujarnya. Biostimulan dapat memberikan unsur hara mikro pada ikan dan tanaman pangan seperti padi dan lain-lain.
Penemuan ini merupakan jawaban atas permasalahan yang dihadapi Usup yaitu air di peternakan bioflok belut miliknya kotor sehingga mempengaruhi pertumbuhan ikan. Permasalahan ini merupakan respons terhadap peningkatan pasokan rumput laut seiring dengan mulainya masyarakat setempat membudidayakan rumput laut di kolam mereka.
Pemanfaatan rumput laut sebagai biostimulan Kapasitas laut Indonesia sebesar 9,2 juta ton per tahun dan produksi industri hanya 5,4 juta ton, sehingga masih terdapat 3 hingga 4 juta ton rumput laut yang belum diolah. Bekas alias untung.
Usup dan Jamal kemudian sepakat untuk memperdagangkan hasil laut serta produk dasar emas hijau untuk digunakan sebagai biostimulan atau suplemen bagi ikan dan tanaman.
“Setelah tiga hari, kualitas air langsung membaik. Jadi sering kali airnya keruh karena banyak sisa makanan yang tidak rusak,” kata Yusup.
Selain ikan sidat, kelompok ini juga menguji produk biostimulan udang dan bandeng berbahan dasar makanan laut. Mereka mengatakan hasil peningkatan produktivitas lebih cepat dibandingkan metode budidaya tradisional dan memberikan kelangsungan hidup panen ikan sebesar 70 persen.
Jamal menambahkan: “Itu 70 persen (dari sisa uang).
Selama ini biostimulan yang dihasilkan koperasi ini masih terbatas penggunaannya pada tahun 70an karena sulitnya mendaftarkan anggota koperasi tersebut ke Kementerian Pertanian sebagai modal pupuk organik.
Dengan dua produk hilir gulma, USUP kini mempekerjakan 200 pekerja lokal dan divisi pemrosesan produk kelautan dan perikanannya menghasilkan pendapatan tahunan sebesar $7 miliar dalam bentuk mie kristal dan biostimulan.
Disiapkan untuk memudahkan pendistribusian izin
Mendengar keluhan pengembangan biostimulan, saat berkunjung ke Karawang, Jawa Barat, Direktur Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Karawang, Jawa Barat Kunjungan dari , dan meminta Koperasi Usup dan Mina Agar Makmur untuk mendaftar ke Kementerian Pertanian untuk mendapatkan izin edar yang dirancang untuk memfasilitasi.
Penting untuk menjamin kualitas, kemanjuran dan keamanan formulasi produk selama distribusi, untuk memastikan perlindungan lingkungan.
“Izin sepeda, sebagai dukungan konkrit, kita bantu biaya-biaya yang timbul. Jadi distribusi izinnya langsung ke masyarakat ya, izin dari Kementerian Pertanian dan izin dari KKP,” kata Bodhi.
Dengan mata berbinar, Yusup memuji upaya KKP dalam membantu meningkatkan operasional koperasi. Sinar matahari yang menyinari tengah kolam menjadi saksi bisu pastinya distribusi produk biostimulan.
Kehadiran KKP dalam mendukung pelaku komersial di sektor kelautan dan perikanan meliputi pelatihan dan perizinan serta kerja sama administratif. Diharapkan melalui kerja sama yang terjalin dan tindakan tegas KKP, dengan mendukung usaha berbasis makanan laut Gracilaria, akan menarik investasi dan menarik calon mitra kerja sama.
Nilai ekonomi
Rumput laut merupakan komoditas yang memiliki banyak keunggulan, antara lain produksinya mudah, modalnya relatif rendah, dan manfaat ekonominya menjanjikan.
Beberapa jenis rumput laut yang telah dikembangkan di Indonesia antara lain euchema cottonii dan euchema spinosum yang menghasilkan karaginan. caulerpa sp sebagai penghasil senyawa bioaktif; gracillaria sp dan generator agar gelidium; alginat menghasilkan sargassum.
Mulai dari produk pangan hingga non pangan, banyak produk yang bisa dibuat dari rumput laut. Lima importir terbesar secara global pada tahun 2022 adalah: UE $0,90 miliar dengan pangsa pasar 24,3 persen, Tiongkok $0,80 miliar dengan pangsa pasar 21,8 persen, Amerika Serikat $0,35 miliar dengan pangsa pasar 9,6 persen, Jepang $0,3 miliar Dengan dolar sebesar 8 persen, Rusia memiliki pangsa pasar sebesar $0,17 miliar. Pangsa pasar 4,6 persen.
Hingga tahun 2022, Indonesia mencatat permintaan pasar global sebesar 0,61 miliar dolar dengan pangsa pasar sebesar 16,4 persen atau meningkat secara tahunan sebesar 42,5 persen. Sedangkan China berada di peringkat pertama dengan pangsa pasar 25,7 persen atau meningkat 29,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya (YoY), mencapai $0,95 miliar.
Pada tahun yang sama, Indonesia mengekspor 253,68 juta dolar atau peningkatan 12,4% dan CAGR rumput laut sebesar 19,62% senilai 600,36 juta dolar atau 74% YoY.
Pada tahun 2022, keuntungan persediaan akan mencakup $399,3 juta dalam bentuk rumput laut kering dan $187,1 juta dalam bentuk karagenan, serta $13,32 juta dalam bentuk gelatin.
Negara tujuan ekspor seafood dari Indonesia masih China dengan pangsa 70,4 persen atau 205,36 juta ton dengan pangsa 422,6 juta dolar, Uni Eropa 51,54 juta dolar dengan pangsa 8,58 persen, 20,72 juta dolar dengan pangsa 3,45 persen. ASEAN $91,62 juta. juta dolar dengan 3,27 persen, Korea Selatan menyumbang 2,67 persen dari 16 juta dolar.
Produk rumput laut digunakan untuk menghasilkan berbagai bahan tambahan berupa karagenan, seperti kappa, yang digunakan dalam produksi makanan dan minuman seperti susu, produk susu, dll. Iota kedua digunakan sebagai bahan tambahan pada susu skim, kosmetik dan obat-obatan, dan yang ketiga adalah lambda, yang digunakan dalam industri makanan dan farmasi.
Pada tahun 2022, pasar karagenan akan mencapai $871,7 juta dan diperkirakan akan tumbuh dengan CAGR sebesar 5,4 persen pada tahun 2030, dengan penggunaan yang signifikan dalam perawatan pribadi dan kosmetik.
Segmen pasar terbesar produk karagenan adalah Uni Eropa dengan pangsa sebesar 34,4 persen, itulah sebabnya karagenan resmi diakui sebagai bahan tambahan makanan di kawasan ini. Pasar Asia Pasifik juga diperkirakan akan tumbuh pesat seiring dengan berkembangnya industri makanan, khususnya di Tiongkok.
Berdasarkan catatan KKP, potensi budidaya rumput laut masih luas. Sebab lahan yang dimanfaatkan untuk pertanian hanya 0,8 persen atau 102.254 hektare dari total potensi lahan 12 juta hektare.
Lima daerah yang saat ini menjadi sentra utama produksi rumput laut di Indonesia adalah Sulawesi Selatan untuk produk kapas dan rumput laut Gracilaria; East Noosa dengan produk kapas dan spinozyme; Nusa Tenggara Barat dengan jenis kapas dan spinozim; Jenis kapas dan Gracilaria dari Jawa Timur; dan spesies Kapas dan Gracilaria dari Sulawesi Tengah.
Kementerian Kelautan dan Perikanan mengusulkan proyek percontohan atau pemodelan untuk mendukung pembangunan kelautan. Upaya tersebut dilakukan dengan memberikan teknologi okulasi berupa kultur jaringan dan memanfaatkan produk lokal sebagai pemanas pada tempurung kelapa. Konsep ini merupakan upaya menjaga kelestarian ekologi selain manfaat ekonomi.
Selain itu, di Maluku Tenggara, KKP telah menjadikan kawasan tersebut sebagai lokasi uji budidaya rumput laut dan memanfaatkannya untuk memperluas pertanian di wilayah tersebut.
Dengan memperkuat daya saing produk kelautan dan perikanan berbasis kebijakan ekonomi biru, meningkatkan konsumsi dalam negeri dan perdagangan ekspor, produk hasil laut diharapkan dapat berkontribusi dengan menyediakan bahan baku industri di dalam negeri dan luar negeri. Akhirnya petani bisa mendapatkan hasil positif dari makroalga ini.
Disiapkan oleh: Acham Zainal M
Leave a Reply