Jakarta (ANTARA) – Perjalanan dari sebutir biji kopi hingga menjadi secangkir kopi yang diminum setiap hari sebenarnya merupakan proses yang cukup panjang dan rumit. Satrea Amambi, salah satu pemilik perkebunan kopi Wanoja Coffee di Kamojang, Garut, Jawa Barat, rutin menanam biji kopi spesial yang menjadi langganan rutin para roaster lokal di Jawa Barat. Di ketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut (MDPL), Satrea menanam kopi spesialnya dari beberapa varietas seperti Sigarutang, Lini S, Kartika, Andung Sari dan Yellow Caturra. Varietas ini menghasilkan biji kopi Arabika. Dibutuhkan waktu sekitar delapan bulan hingga buah kopi matang. “Beberapa varietas cabai matang berwarna kuning, tapi rata-rata cabai merah matang berwarna merah. Kalau mau lebih enak lagi, tunggu warna merahnya menjadi gelap, itu akan mempengaruhi rasa dan harga,” kata Satrea saat menemaninya ke Kebun Kopi Wanoja, Selasa (1/10). Baca Juga: Kopi Wanoja mempekerjakan perempuan lokal untuk mengolah biji kopi. Baca Juga: Sejarah Fugol Coffee Roasters Kenalkan Ragam Kopi Buah. Satrea mengatakan dibutuhkan sekitar dua pohon atau sekitar 7,5kg untuk menghasilkan satu kilogram green bean atau biji kopi mentah. Sedangkan rata-rata panen biji kopi di Jawa Barat terjadi satu kali pada periode bulan keempat hingga ketujuh. “Namun tahun ini ada perubahan karena cuaca, panen dimulai pada bulan ke-6 dan berakhir pada bulan Agustus, tahun lalu mekar pada tanggal 10-11. “Bulan, sekarang sudah akhir bulan ke-9, jadi semakin tidak menentu,” lanjutnya. Ketika buah sudah matang, petani memetik buah ceri dan mengirimkannya ke tempat pemilahan untuk mengetahui mana yang baik dan mana yang tidak, lalu memetiknya kembali untuk kebutuhan kopi spesial dan komersial. Setelah disortir, buah kopi masuk ke proses pengeringan. Ada tiga jenis proses utama: pencucian, yaitu buah kopi dikupas dan difermentasi, dicuci dan dijemur. Cara lainnya adalah dengan madu, yaitu setelah buah kopi disortir, dikupas kulitnya dan langsung dijemur. Disebut madu karena biji kopi jika dijemur akan lengket seperti madu dan cenderung mengeluarkan aroma manis. Baca juga: Petani Kopi Jelaskan Faktor Apa Saja yang Menentukan Kualitas Biji Kopi. Proses ketiga secara alami yaitu buah kopi hasil kebun dijemur langsung di bawah terik matahari. “Sekarang trennya difermentasi dulu baru dijemur. Proses pencuciannya sekitar 7 sampai 8 hari, untuk madu 8 sampai 9 hari, dan untuk madu alami 20 sampai 28 hari,” ujarnya. Satrea mengatakan untuk keperluan komersial, proses pengeringan juga dapat dilakukan dengan menggunakan mesin atau pengeringan mekanis dengan kapasitas 700 kg hingga 1 ton sehingga memungkinkan waktu lebih cepat. Untuk cara pencucian hanya membutuhkan waktu 24 jam hingga 2 hari dan untuk cara alami hanya membutuhkan waktu 3 hari. Jika cuaca buruk atau kebutuhan mendesak, mesin pengering juga digunakan. Kopi yang dijemur dan dijemur dalam waktu tertentu dipindahkan ke proses pengupasan biji menjadi biji hijau dengan mesin dan selanjutnya ke tahap penyortiran dengan pemetikan tangan. Wanoja Coffee memberdayakan ibu-ibu setempat untuk membantu proses ini. Apabila dipetik secara manual, biji kopi disortir kembali menggunakan alat penggiling kepadatan dan ukuran atau biji kopi dipilih menurut bentuk dan ketebalan yang sama. Kemudian memasuki proses kendali mutu (QC) dan didistribusikan. Tahun ini, Kopi Wanoja mampu memproduksi 80 ton biji kopi mentah (green beans) untuk dikirim ke pasar lokal. Mereka juga berlangganan penyulingan lokal di Jawa Barat dan Jakarta serta mengekspor ke Belanda dan Arab Saudi. “Kalau di Belanda kita kontraknya 30 ton, di Arab Saudi 19,2 ton, kalau di lokal 50 ton, produknya kacang hijau,” ujarnya karena lebih mudah dan cepat. Umumnya Satrea menjual produk kacang hijau ke pengecer dengan harga antara 115.000 hingga 125.000 rupiah, sedangkan produk kopi spesial dijual dengan harga sekitar 248.000 rupiah per kilogram. Varietas dengan varietas unggul. Ia mengatakan, sigarutang tampaknya tidak sesuai dengan pola budidaya di Jawa Barat, tanah basah, dan iklim yang sering berubah. Hal ini mengakibatkan varietas Sigarutang miliknya seluas enam hektar atau 10.000 pohon rusak dan kering karena jamur dan karat daun. Ini hanya terjadi setelah 10 tahun berkultivasi. Oleh karena itu, tahun depan kami akan mengganti tanaman kering dengan varietas baru Lini S dan Andung Sari yang lebih tahan terhadap hama, kata Satrea.
Leave a Reply