Kabar Harapan

Memberikan Informasi Terupdate Dalam Negri & Luar Negri

Industri petrokimia sebagai peluang ekonomi yang menggiurkan

JAKARTA (Antara) – Industri petrokimia dapat menawarkan masa depan yang menjanjikan bagi ekonomi Indonesia.

Sektor ini disebut ibu industri (ibu dalam industri), karena produk dapat digunakan sebagai bahan baku untuk sektor lain. Seperti olefin yang digunakan untuk memproduksi plastik, dari sudut pandang agrokimia untuk memperkuat sektor agro, serta aromatik, yang dapat digunakan untuk menghasilkan bahan plastik, nilon, deterjen dan kosmetik.

Selain itu, bitumen digunakan untuk menghasilkan aspal, yang kemudian digunakan untuk menutupi bendungan, jalan dan menjadi campuran briket dan kokas minyak yang digunakan untuk melelehkan timah dan aluminium.

Salah satu kunci terpenting untuk memperkuat industri petrokimia nasional adalah ketersediaan NAFTA, yaitu fraksi minyak, yang merupakan bahan paling penting untuk menghasilkan produk dasar, seperti Etylene, Propilena dan Butia, melalui proses pemurnian.

Saat ini, sebagian besar kebutuhan NAFTA di negara ini masih memenuhi melalui impor. Namun, pemerintah ingin mendorong produksi domestik NAFTA, dengan mempertimbangkan produk strategis.

Melalui konstruksi dan revitalisasi kilang minyak nasional, termasuk proyek -proyek strategis yang dilakukan oleh pertamine (persero). Kilang yang ada dirancang untuk menghasilkan NAFTA dalam jumlah dan kualitas sesuai dengan kebutuhan industri internal.

Selama beberapa dekade, industri petrokimia telah menjadi tulang belakang banyak sektor, dari plastik, tekstil, hingga apotek. Sekarang, permintaan produk berdasarkan bahan kimia telah meningkat secara signifikan secara global.

Pasar petrokimia menghadapi pertumbuhan yang cepat, ditentukan oleh kebutuhan akan produk konsumen yang terkait dengan industri.

Laporan Badan Energi Internasional (IEA) mengatakan bahwa produk petrokimia akan berkontribusi lebih dari 30 persen dari peningkatan permintaan minyak global pada tahun 2030.

Pemerintah menganggap industri petrokimia sebagai salah satu prioritas dalam upaya penggantian impor, karena jika sektor ini dikonsolidasikan dan NAFTA diproduksi dengan sukses, tidak hanya mengkonsolidasikan industri petrokimia itu sendiri, tetapi juga memperkuat sektor lain yang membutuhkan bahan baku di NAFTA.

Berdasarkan data dari Kementerian Industri (Kemenperin) pada saat ini, produksi NAFTA seharga 1 juta ton per tahun membutuhkan sekitar 3,03 juta ton kotor bruto per tahun atau 1: 3.

Sejauh ini, Indonesia hanya memiliki enam kilang minyak dan semuanya sudah tua. Dari enam kilang, NAFTA baru diproduksi hanya dengan 7,1 juta ton per tahun. Sementara NAFTA NAFTA saat ini membutuhkan 9,2 juta ton per tahun, yang berarti bahwa impor masih dibutuhkan hingga 2,1 juta ton.

Seperti petrokimia, yang merupakan ibu industri, NAFTA adalah ibu dari sektor petrokimia, yang, jika dapat diproduksi internal, mampu menghemat impor hingga $ 9 miliar per tahun atau RP146,03 miliar rp16,226 rp).

Ini adalah tantangan, serta peluang bagi industri petrokimia internal untuk terus tumbuh.

Pemandangan cerah

Meskipun dunia sedang menuju energi terbarukan, industri petrokimia diperkirakan akan tumbuh. Hal ini disebabkan oleh peningkatan permintaan petrokimia hilir, seperti teknik plastik, komposit ringan dan bahan baku untuk farmasi yang tidak dapat diganti.

Dikatakan bahwa sektor petrokimia adalah salah satu kontributor peningkatan permintaan minyak global pada tahun 2040, yang melebihi sektor transportasi.

Oleh karena itu, Indonesia, yang memiliki posisi strategis global, diharapkan dapat memanfaatkan peluang ini.

Dewan Koordinasi Hilir/Investasi/Investasi (BKPM) termasuk industri petrokimia di salah satu sektor industri yang prioritasnya prioritas.

Investasi di sektor petrokimia dianggap memiliki dampak keuangan bertingkat. Selain pembukaan pekerjaan langsung, sektor ini juga menciptakan efek multipleing pada industri lain seperti logistik, layanan bantuan, konstruksi dan industri hilir.

Proyek petrokimia senilai $ 1 miliar atau RP16,2 triliun memiliki potensi untuk menciptakan hingga 4.000 pekerjaan.

Dalam kebijakan fiskal, industri ini berkontribusi secara signifikan terhadap pendapatan negara melalui pajak dan royalti.

Selain itu, substitusi atau pengurangan jumlah impor dari industri petrokimia internal juga dapat menghemat negara hingga miliaran dolar per tahun.

Dengan memberikan bahan stimulasi dalam bentuk pembebasan pajak (liburan pajak) hingga 100 persen dan pengurangan pajak hingga 30 persen, diharapkan bahwa investor asing di sektor petrokimia akan menginvestasikan modal mereka di negara itu.

Saat ini, serangkaian proyek strategis sedang dikerjakan untuk memperkuat struktur industri petrokimia nasional.

Salah satu yang terbesar adalah pengembangan kompleks petrokimia terpadu Chandra Asri Petrochemical TBK di Cilegon, Banten.

Proyek RP15 miliar ditujukan untuk diselesaikan pada tahun 2027 dan diperkirakan akan dapat menyerap hingga 3.000 pekerja.

Selain itu, pemerintah juga membangun beberapa fasilitas kilang atau kilang dengan kapasitas total hingga 1 juta barel per tahun. Hari itu, serta proposal untuk membangun kilang minyak baru di wilayah Tuban, yang saat ini memiliki pabrik petrokimia, yaitu untuk petrokimia petrokimia (TPPI).

Untuk TPPI memiliki dua negara bagian produksi, yaitu petrokimia dan bahan bakar. Sebagian besar bahan baku yang digunakan untuk membuat produk aromatik berasal dari kondensasi. Selain itu, TPPI juga memproduksi NAFTA, yang digunakan untuk menghasilkan bahan bakar.

Konsolidasi industri petrokimia tidak hanya kebutuhan keuangan, tetapi juga dasar kemandirian industri nasional.

Dengan menggunakan potensi pasar internal dan pembangunan ekosistem industri petrokimia yang kuat, Indonesia dapat melewati lebih rahasia ke masa depan sebagai negara produksi yang sangat kompetitif di dunia internasional.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *