Jakarta (Antara) – Inisiatif kebangkitan perajin batik dicanangkan oleh beberapa pihak yang terlibat dalam pelestarian budaya Indonesia, salah satunya merek batik Indonesia OE.
Merek ini didirikan pada tahun 2013 berdasarkan pengalaman langsung bertemu dengan para perajin batik di Yogyakarta dan Solo saat pendirinya masih kuliah.
“Jadi memang kita laksanakan dari awal. Saat kuliah, kita berkesempatan jalan-jalan ke Jogja dan Solo, kita ketemu langsung dengan para perajinnya. Lalu di sana saya sedikit khawatir, karena semua perajinnya sudah tua-tua,” ungkapnya. Founder dan Chief Officer OE Batik Brand Executive Rizki Triana pada konferensi pers Hari Batik Nasional 2024 yang diselenggarakan Tokopedia di Jakarta, Rabu.
Perempuan yang akrab disapa Kiki ini menambahkan, melalui wawancara tersebut terungkap kekhawatiran besar, dimana para perajin batik mendominasi generasi tua, dan anak-anak mereka lebih memilih bekerja di pabrik karena merasa batik sudah tidak “keren”.
Saat ini perajin yang bekerja sama dengan OE juga menjadi bagian dari regenerasi perajin, sehingga tidak hanya mengadopsi perajin senior saja, namun juga perajin muda.
Terlebih lagi, pada tahun 2012, ketika UNESCO baru menetapkan batik sebagai Warisan Budaya Dunia Indonesia, banyak generasi muda yang tidak tertarik lagi untuk melanjutkan tradisi tersebut. Hal ini mendorong OE untuk mencari cara agar batik kembali relevan bagi generasi muda.
Strategi yang dilakukan adalah membuat batik menjadi lebih terjangkau tanpa mengorbankan kualitas dan tetap menjaga nilai seni yang tinggi.
“Kami ingin batik tidak hanya menjadi simbol tradisi, tapi juga bagian dari gaya hidup modern. Melalui desain yang menarik dan edukasi tentang pentingnya batik, kita bisa menarik perhatian generasi muda,” ujarnya.
Kini batik telah berkembang menjadi pakaian yang dapat dipadukan dengan gaya kasual, seperti dikenakan dengan sepatu, dan lambat laun mendapat tempat di hati anak muda.
Selama sebelas tahun terakhir, OE terus melakukan inovasi pemasaran batik dengan menggandeng platform digital seperti Tokopedia untuk menjangkau pasar yang lebih luas.
Kesuksesan mereka juga tidak berbeda dengan strategi pemasaran yang kreatif dan kampanye visual yang eye-catching.
Tak hanya itu, OE juga mendukung gerakan fesyen berkelanjutan, dengan desain yang timeless, produk batik OE tetap relevan meski dibeli bertahun-tahun lalu.
Pengelolaan stok dan limbah juga dilakukan secara ketat untuk menghindari terjadinya pemborosan, dimana limbah produksi juga dimanfaatkan oleh rekanan perusahaan untuk membuat barang lainnya.
Melalui upaya regenerasi ini, batik kini dipandang tidak hanya sebagai warisan budaya, namun juga sebagai peluang bisnis dan seni yang berkembang.
Semakin banyak generasi muda yang terlibat baik dalam proses produksi maupun mempopulerkan batik sebagai bagian dari identitas modern mereka.
Kebangkitan para perajin batik tidak hanya untuk melestarikan tradisi, namun juga membawa kebanggaan baru dan relevansi bagi generasi mendatang.
Leave a Reply