Jakarta (ANTARA) – Bank Indonesia (BI) terus berupaya menurunkan biaya Fed Funds Rate (FFR) AS sebanyak dua kali pada akhir tahun 2024.
“Kalau soal Fed Funds Rate (FFR), kita perkirakan kemungkinan satu di November, satu di Desember, masing-masing 25 basis poin. Jadi tahun ini totalnya 100 basis poin, alasannya,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo. dan konferensi pers di penghujung Rapat Dewan Gubernur BI Oktober 2024 di Jakarta, Rabu.
Pada tahun 2025, Bank Indonesia memperkirakan FFR akan dipangkas sebanyak tiga hingga empat kali dengan pemotongan sebesar 75-100 basis poin.
“Jika kita berbicara secara global, Bank Indonesia tidak hanya dipengaruhi oleh Fed Funds Rate, karena Fed Funds Rate merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi aliran portofolio asing,” ujarnya.
Perry mengatakan, ada tiga faktor yang mempengaruhi partisipasi portofolio asing di berbagai dunia dan harga saham, yakni arah Fed Funds Rate, imbal hasil US Treasury Notes, dan US Dollar Index (DXY).
Oleh karena itu, selain acuan Fed Funds Rate, BI juga mencermati perkembangan imbal hasil US Treasury tenor 2 tahun dan 10 tahun serta kurs dolar AS.
Treasury Notes AS tidak hanya dipengaruhi oleh Fed Funds Rate, namun juga kebijakan moneter pemerintah AS dan ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Perselisihan geopolitik di Timur Tengah justru meningkatkan imbal hasil surat utang AS.
“Yang paling penting adalah pengaruh konflik geopolitik di Timur Tengah yang menyebabkan US Treasury tenor 2 tahun 10 tahun turun lebih awal, namun yang 2 tahun lalu tidak turun, melainkan naik lagi.” bulan lalu 101, 100 melemah, menguat lagi, 103, 103,6,” ujarnya.
Menyikapi kondisi tersebut, BI memastikan arah posisi kebijakan moneter seimbang antara pro stabilitas dan pro pertumbuhan.
“Mulai bulan lalu, kebijakan moneter kita tidak hanya tentang stabilitas tetapi mendorong pertumbuhan ekonomi, sehingga bulan lalu kita mulai menurunkan BI rate menjadi 25 basis poin dan kami juga menyarankan agar BI mempertimbangkan penurunan suku bunga, sambil tetap melihat pada ukuran inflasi, nilai tukar rupiah, dan pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Perry menambahkan, fokus utama kebijakan moneter dalam jangka pendek adalah stabilitas nilai tukar rupiah akibat ekspansi pasar keuangan internasional.
“Indikasinya kita melihat ada ruang untuk suku bunga ke depan, hanya soal waktu dan besarannya saja ya, tentu kita ukur jangka waktunya tergantung data, tapi arahnya ke sisi lain. Bulan ini karena ketidakpastian pasar mata uang global, kami akan fokus pada stabilitas harga rupiah ya dari sisi finansial, ”ujarnya.
BI meyakini nilai tukar rupiah akan stabil dalam jangka pendek dan menguat di masa depan, berkat imbal hasil yang baik, suku bunga rendah, dan suku bunga rendah saat ini yang akan semakin mendukung stabilitas eksternal.
Leave a Reply