JAKARTA (Antara) – Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengatakan proses pengembalian peninggalan sejarah telah berlangsung puluhan tahun dan banyak negara, termasuk Belanda, telah menandatangani perjanjian atau memorandum untuk mengembalikannya, namun Inggris sudah melakukannya. Jangan menunjukkan terlalu banyak kepuasan.
“Lanjutkan prosesnya. Kita temukan artefak-artefak dan artefak-artefak sejarah dari zaman Belanda, Inggris, Perancis, Perancis yang menjajah kita, penjajah Belanda, Perancis, India pada zaman Napoleon, lalu Jepang. Yang lain-lain juga. Yang paling jelas, kata Fadli Zon dari Belanda dan Inggris saat rapat dengar pendapat dengan Komisi X DPR RI di Gedung Nusantara Kompleks Parlemen, Senyang, Jakarta, Rabu.
Menurut Fadli Zone, salah satu peristiwa sejarah yang menyebabkan hilangnya banyak peninggalan adalah “Geiger Spey” pada tahun 1812, ketika Gubernur Jenderal Inggris Thomas Stamford Raffles menjarah Keraton Yogyakarta dan memindahkan jutaan peninggalan ke Inggris.
Inggris belum menanggapi permintaan penarikan ini, namun Departemen Kebudayaan telah berkomitmen untuk mengumpulkan informasi dan melanjutkan upayanya.
Artefak ini sekarang disimpan di museum besar seperti British Museum dan British Library, dan dua dari empat kapal yang membawa spesimen ini tenggelam dalam perjalanan.
“Jika melihat peristiwa Giger Spey tahun 1812, Raffles menyerang Keraton Yogyakarta dengan empat kapal, dua diantaranya tenggelam, dan sisanya kini berada di British Museum dan British Library dengan ratusan kapal. “Sejauh ini, tentu saja, belum ada yang kembali,” katanya tentang manuskrip tersebut.
Pada saat yang sama, pemugaran situs bersejarah seperti Mora Jambe dan Sangaran menjadi fokus utama sebagai pusat peradaban prasejarah yang mampu mengubah pandangan dunia tentang asal usul manusia.
Melalui seluruh upaya tersebut, pemerintah berharap kekayaan budaya dan sejarah Indonesia yang telah dilestarikan di luar negeri dapat dikembalikan ke Indonesia dan meningkatkan pemahaman terhadap budaya nasional.
Leave a Reply