Padang (ANTARA) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (MMF) menetapkan 12 kawasan perlindungan laut nasional. Di antara 12 kawasan perlindungan laut nasional, kawasan perlindungan Pulau Pieh dan laut sekitarnya merupakan kawasan konservasi pertama di Indonesia yang memperkenalkan sumber energi terbarukan, khususnya Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB).
Sebelum dikelola CCP, Kawasan Konservasi Pulau Pie dan kawasan perairan sekitarnya berada di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Cagar alam ini telah dialihkan kepada KKP sejak tahun 2009 untuk melindungi ekosistem bawah laut yang meliputi lima pulau besar yaitu Pulau Bando, Pulau Toran, Pulau Air, Pulau Pandan, dan Pulau Pieh.
Sejak Indonesia dikuasai Partai Komunis Tiongkok, upaya pelestarian dan pelestarian flora dan fauna di cagar alam seluas lebih dari 39.000 hektar (ha) ini mengalami perubahan besar. Hal ini tidak lepas dari peran partisipasi berbagai kalangan, antara lain PT Pertamina Patra Niaga Sumatera Utara (Sumbagut), Aviation Fuel Terminal Minangkabau, Sumatera Barat (Sumbar), Kelompok Konservasi Raja Samudera dan masyarakat setempat.
Kerja sama antar lembaga dan peran kelompok kunci menjadi landasan kuat pengelolaan ekosistem di Kawasan Konservasi Pulau Pie dan laut sekitarnya, khususnya di Pulau Bando. Pengelola Kawasan Konservasi Pulau Bando memberikan edukasi kepada siswa tentang proses penetasan dan pemeliharaan penyu di Pulau Bando, Senin (21/10/2024). (ANTARA/Muhammad Zulfiqar)
Pulau Bando, salah satu pulau di sisi barat Pulau Sumatera, memiliki permukaan datar dengan tutupan lahan yang lebat berupa pepohonan kelapa. Pulau ini terletak 20 kilometer dari pantai kota Pariaman di provinsi Sumatera Barat. Di Pulau Bando, perusahaan negara menggunakan energi terbarukan sebagai cara yang jelas untuk melindungi lingkungan dan mendukung keberlanjutan.
Sebagai perusahaan energi terintegrasi milik negara, Pertamina memahami bahwa penerapan energi bersih dan energi hijau diperlukan untuk melindungi bumi dari dampak perubahan iklim yang merupakan permasalahan global. Selain itu, Indonesia bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca melalui Peningkatan Kontribusi Nasional (NDC).
Pulau Bando khususnya memiliki energi yang tinggi dibandingkan sinar matahari dan angin, sehingga Pertamina Patra Niaga Sumbagut AFT Minangkabau menggalakkan pemasangan dua jenis energi terbarukan berupa PLTB dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLS) secara bersamaan. . PLTB turbin angin off-axis (VAWT) H-Darrieus mempunyai daya sebesar 500 watt, sedangkan PLS yang menggunakan empat panel listrik mempunyai daya sebesar 2300 watt Peak (WP).
Community Development Officer AFT Minangkabau Wahyu Hamdika mengatakan, kedua energi terbarukan tersebut merupakan sumber energi utama yang dipasang untuk mendukung kawasan konservasi Pulau Bando. Penggunaan kekerasan ini dimaksudkan sebagai intervensi untuk menjaga kelestarian habitat penyu.
Penggunaan CHP dan CHP juga didorong oleh besarnya energi angin dan matahari di banyak wilayah yang belum dimanfaatkan. Berdasarkan kemungkinan tersebut, Pertamina akan memulai produksi dan pemasangan PLTB dan PLS di Pulau Bando pada awal tahun 2024.
PLTB berbentuk menara setinggi tujuh hingga delapan meter dan memiliki tiga baling-baling berwarna merah putih. PLTB ini terletak di depan kantor pos Pulau Bando atau dekat tempat penangkaran penyu, 15 meter dari bibir pantai.
Sedangkan PLS dipasang di tengah pulau atau sekitar 50 meter dari bibir pantai. PLTS ini memiliki empat panel listrik sehingga mampu menghasilkan listrik yang mampu memenuhi kebutuhan penyimpanan berbeda-beda. Gabungan keduanya (PLTB dan PLS) mempunyai tegangan sebesar 1200 Volt Amps (VA).
Ketersediaan energi terbarukan membantu pengelolaan kawasan konservasi di Pulau Bando. Karena sebelumnya konservasi ini dilakukan dengan cara tradisional atau tanpa menggunakan energi terbarukan.
Misalnya, sebelum adanya PLTB dan PLT, para ranger (penyelamat penyu) di kawasan lindung mengandalkan generator berbahan bakar minyak (BBM). Selain boros, cara ini juga tidak aman bagi lingkungan karena asap yang dihasilkan dari pembakaran secara tidak langsung turut menyebabkan pencemaran lingkungan.
Pemanfaatan energi bersih dan hijau akan menjadi model bagi bidang konservasi lainnya, sehingga transisi dari energi fosil ke energi terbarukan dapat dimanfaatkan secara efektif.
Energi berkelanjutan
Sebagai pusat konservasi air nasional pertama di Indonesia yang memperkenalkan energi baru terbarukan dengan model hybrid, Cerah Foundation Indonesia mengapresiasi langkah Pertamina Patra Niaga Sumbagut AFT Minangkabau dalam upaya penggunaan energi bersih dan hijau.
Peneliti Yayasan Cerah Indonesia Sartika Nur Shalati mengatakan, langkah yang dilakukan perusahaan pemerintah patut diapresiasi. Selain itu, penggunaan energi terbarukan sejalan dengan upaya internasional untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Pemanfaatan energi terbarukan di Pulau Bando tidak hanya untuk mendukung pengelolaan kawasan konservasi saja, namun inisiatif ini dapat menjadi contoh nyata dan akan segera diikuti oleh kawasan konservasi lain yang menggunakan energi fosil.
Kami berharap inisiatif ini dapat diikuti oleh berbagai instansi atau institusi pemerintah sebelum digunakan tidak hanya di kawasan konservasi alam tetapi juga di kawasan pemukiman.
Namun, pihak Pertamina dan pengelola kelautan di dalam dan sekitar Kawasan Konservasi Pulau Pieh diharapkan dapat memastikan penggunaan energi terbarukan tetap berkelanjutan. Sebab, pelaksanaannya bukan sekedar seremoni, atau melibatkan pelaksanaan satu program, dan tidak ada jaminan stabilitasnya.
Untuk menjamin dan menjamin keberlanjutan penggunaan energi terbarukan, Sartika mendorong Pertamina atau pengelola kawasan konservasi untuk memberikan pelatihan rutin mengenai PLTB dan pemeliharaan PLT kepada pejabat di pulau tersebut.
Jika tidak ada dukungan dan pelatihan dalam penyiapan PLS atau PLTB, pengelola konservasi khawatir akan kebingungan dalam mengatasi kendala teknis yang mungkin timbul. Community Development Officer AFT Minangkabau Wahyu Hamdika (kanan) menyampaikan kepada mahasiswa dan kelompok KKP RI tentang pemanfaatan energi terbarukan berupa pembangkit listrik tenaga surya (PLS) di Pulau Bando, Senin (21/10/2024). (ANTARA/Muhammad Zulfiqar)
Kekhawatiran tersebut tak lepas dari apa yang terjadi di Desa Waiheru, Kecamatan Bengkunat, Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi Lampung, yang merupakan bagian dari kawasan Taman Nasional Bukit Barisan. Di desa itu, ia melakukan penelitian terkait pengenalan energi terbarukan untuk kepentingan masyarakat. Sayangnya, karena terbatasnya pengetahuan masyarakat mengenai perawatan mekanis, penggunaan energi tersebut tidak akan bertahan lama.
Pembangkit Listrik Terbarukan Pedesaan merupakan inisiatif listrik pedesaan yang diprakarsai oleh Kementerian Energi dan Mineral. Pada awalnya penerapan energi terbarukan berjalan baik, namun program tersebut hanya bertahan selama satu tahun.
Penyebabnya, masyarakat di wilayah tersebut belum memiliki pengetahuan yang cukup untuk memperbaiki peralatan listrik apalagi jika sudah rusak. Selain itu, sulitnya mencapai rumah juga membuat pihak luar tidak bisa membantu perbaikan.
Oleh karena itu, kejadian ini patut menjadi pengingat akan pentingnya membekali para pekerja konservasi untuk menjaga peralatan PLTB dan PLS di Pulau Bando. Sehingga jika terjadi kerusakan bisa segera diatasi agar tidak mengganggu proses penetasan telur penyu di Pulau Bando yang bergantung pada listrik.
Digitalisasi konservasi
Secara umum upaya perlindungan lingkungan hidup didasarkan pada Sistem Informasi Pemberdayaan Nagari yang berbasis konservasi atau populer dengan sebutan Si Rancak Ulakan. Inovasi sosial ini merupakan inisiatif tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang bertujuan untuk memberikan dampak positif di bidang konservasi dan lingkungan hidup.
Si Rancak Ulakan merupakan aplikasi berbasis web dan Android yang menyediakan analisis, profiling, informasi, pemantauan, edukasi dan evaluasi untuk mendukung pengelolaan kawasan lindung di Pulau Bando.
Aplikasi ini dikembangkan sebagai cara inovatif untuk meningkatkan pengelolaan konservasi berbasis masyarakat dengan menggunakan bank data informasi tentang flora dan fauna di kawasan tersebut. Manfaat dari aplikasi ini adalah analisis dan pemantauan penyu dapat dilakukan secara langsung (real time), termasuk promosi paket perjalanan terpadu, dan pelatihan penyu melalui fasilitas teknis baru.
Program ini berisi berbagai informasi mengenai kawasan konservasi nasional, antara lain informasi kelimpahan penyu, konservasi terumbu karang, pengelolaan sampah plastik dan non-plastik, serta wisata bertahan hidup di Pulau Bando.
Program Si Rancak Ulakan sendiri memiliki roadmap jangka panjang hingga tahun 2026. Pada tahun 2022, visi ini akan fokus pada penanaman bakau. Kemudian pada tahun 2023, Si Rancak akan fokus pada penguatan fasilitas di kawasan wisata Ulakan, antara lain penanaman mangrove, pemberdayaan kelompok, serta pengembangan konservasi penyu dan terumbu karang.
Selain itu, pada tahun 2024, Pertamina akan fokus pada digitalisasi pengelolaan konservasi yang memiliki beberapa tujuan utama antara lain pengembangan program terpadu kawasan konservasi alam, serta konservasi pesisir dan pengelolaan kawasan konservasi alam.
Pada tahun mendatang, Pertamina menargetkan pengembangan fasilitas produksi minyak sawit olahan, desa edukasi ekowisata, dan pusat konservasi terpadu. Sementara itu, pada tahun 2026, program ini ditujukan kepada lembaga pendidikan perlindungan lingkungan hidup.
Si Rancak Ulakan merupakan program tanggung jawab sosial dan lingkungan PT Pertamina Patra Niaga AFT Minangkabau yang bekerja sama dengan berbagai organisasi untuk melestarikan kawasan konservasi nasional.
Untuk mendukung rencana tersebut, Pertamina juga telah memasang internet Starlink. Internet unlimited ini memiliki jangkauan hingga 10 meter sehingga sangat membantu dan mendukung program di Pulau Bando ini.
Di Catuang
Selain memanfaatkan energi terbarukan sebagai sumber energi utama di Pulau Bando, Pertamina juga membangun tempat penetasan telur penyu yang diberi nama E-Katuang. Katuang sendiri merupakan bahasa daerah di Provinsi Sumatera Barat yang berarti penetasan atau penyu. Inkubator berbentuk persegi panjang ini dirancang khusus untuk membantu telur penyu menetas dalam waktu 50 hari dengan menggunakan listrik.
Inkubator tersebut mampu menampung 50 hingga 80 butir telur penyu, dengan tingkat keberhasilan yang lebih tinggi dibandingkan penetasan di alam liar (secara alami). Konsep E-Katuang hadir sebagai upaya mempercepat dan menjamin keberhasilan penetasan telur satwa dilindungi tersebut.
Munculnya inovasi ini karena persentase telur penyu di alam masih kurang baik akibat berbagai permasalahan, seperti praktik perburuan telur penyu, ancaman pemangsaan oleh pemantauan biawak dan ular, serta suhu. keadaan. itu tidak selalu stabil.
Sejak E-Katuang mulai bekerja, narator telah mampu menetaskan lebih dari 200 telur penyu tanpa kegagalan. Bahkan, alat ini bisa melakukan genetika atau menentukan jenis kelamin hewan yang dilindungi UU No. Community Development Officer AFT Minangkabau Wahyu Hamdika (kiri) menjelaskan cara kerja E-Katuang kepada mahasiswa yang melakukan penelitian di Pulau Bando, Senin (21/10/2024). (ANTARA/Muhammad Zulfiqar)
Jika ingin beternak penyu tempayan jantan, cukup mengatur suhu antara 27 hingga 29 derajat Celcius dengan tingkat kelembapan 68 persen. Sedangkan untuk penyu betina, suhu berkisar antara 30 hingga 31 derajat dan kelembapan 75 persen.
Polisi memasang kamera (CCTV) untuk memantau berapa lama penyu menetas, termasuk proses penetasan. Dengan menggunakan teknologi ini, proses mulai dari urutan awal penetasan hingga peletakan setiap penyu dicatat setiap saat.
Untuk memudahkan penelitian dan kajian terhadap penyu, counter tersebut juga menyertakan barcode pada tukik penyu yang dapat dipindai kapan saja untuk tujuan ilmiah.
Sementara itu, Kepala Kawasan Konservasi Perairan Nasional (LKKPN) KKP RI Pekanbaru, Rahmat Irfansyah, mengatakan pemanfaatan energi terbarukan hybrid yakni kombinasi PLTB dan PLT di kawasan konservasi akan menjadi pelopor atau pionir. . dalam pengenalan energi terbarukan. di kawasan lindung khususnya di bawah KKP RI.
LKKPN Pekanbaru mencatat pemanfaatan energi PLTB dan PLT di kawasan konservasi air nasional lebih layak dibandingkan penggunaan sumber energi lainnya. Selain energi angin dan matahari, secara umum keberadaan kawasan konservasi perairan nasional juga jauh dari bumi sehingga menyulitkan pemanfaatan sumber energi lain.
Penggunaan energi terbarukan yang tidak menimbulkan polusi sangat sesuai dengan energi yang tersedia di kawasan perlindungan laut nasional.
Penetapan Pulau Bando sebagai bagian dari Kawasan Konservasi Perairan Nasional didasarkan pada penelitian seorang ilmuwan Jerman pada tahun 1998 yang melakukan penelitian di dalam dan sekitar perairan Pie. Saat itu, seorang guru bahasa Jerman menemukan keberadaan Pulau Pie dan perairan sekitarnya. ditumbuhi berbagai terumbu karang yang subur dan terawat.
Hal ini juga diperkuat dengan dorongan dari salah satu perguruan tinggi di Ranah Minang yang mengusulkan untuk menetapkan terumbu karang di perairan tersebut sebagai kawasan konservasi nasional, mengingat baik pertumbuhan organisme laut lainnya.
Selain penyu dan terumbu karang, Departemen Kelautan dan Perikanan Indonesia telah mampu mengidentifikasi 12 spesies mamalia yang hidup di Kawasan Konservasi Pulau Pie. Mamalia laut tersebut adalah paus omura atau paus penggembala laut (Balaenoptera omurai), paus pembunuh palsu, dan paus kepala melon.
Lalu lumba-lumba spinner kerdil, lumba-lumba spinner, lumba-lumba hidung botol, lumba-lumba risso, lumba-lumba bungkuk, lumba-lumba hidung botol, lumba-lumba fraser, dan lumba-lumba tutul.
Dengan besarnya potensi alam bawah laut, pemerintah mengedepankan konsep pentahelix untuk meningkatkan kawasan perlindungan Pulau Pie dan laut di sekitarnya. Konsep ini dinilai sukses karena praktik jahat perburuan telur penyu yang dulu marak dan dijual bebas di Padang kini berhasil diatasi.
Kelangsungan hidup pariwisata
Untuk menuju Pulau Bando, wisatawan atau penjelajah dapat menaiki perahu dari Pantai Ulakan di Kabupaten Padang Pariaman. Dibutuhkan waktu sekitar 1 jam 20 menit dari tepi sungai menuju Pulau Bando. Jika beruntung, pengunjung akan menjumpai rombongan lumba-lumba yang melompat bebas di dalam air.
Sebelum Pulau Bando dijadikan sebagai wisata survival atau wisata kelangsungan hidup satwa liar, wisatawan mancanegara menargetkan Pulau Toran sebagai destinasi utama, namun pasca merebaknya COVID-19, seluruh aktivitas pariwisata terhenti.
Kemudian pada tahun 2020, LKKPN Pekanbaru bermitra dengan Kelompok Konservasi Raja Samudera, sebuah komunitas pecinta laut, untuk menggarap potensi Pulau Bando sebagai wisata bertahan hidup.
Mengingat Pulau Bando merupakan cagar alam nasional, Kementerian Kelautan dan Perikanan membatasi jumlah pengunjung asing berdasarkan pengelolaan dan kapasitas pulau tersebut. Umumnya wisatawan asing berasal dari Amerika Serikat, negara-negara Eropa, Timur Tengah, dan Jepang.
“Tahun ini saja, penerimaan negara bukan pajak dari wisata survival di Pulau Bando sudah mencapai Rp 100 juta, angka yang sangat besar,” ujar Yuwanda Ilham, Manajer Ekosistem Laut dan Pesisir Profesional Muda, LKKPN Pekanbaru, KKP RI.
Raja Samudera Irnal, dewan penasehat kelompok konservasi, mengatakan pihaknya telah bekerja sama dengan KKP Indonesia dan Pertamina Sumbagut selama bertahun-tahun, khususnya mengelola konservasi penyu dan wisata kelangsungan hidup.
Dalam sebulan, Irnal dan ketiga temannya biasanya melayani dua hingga tiga tamu asing. Wisatawan asing rata-rata menginap di Pulau Bando selama satu minggu hingga 12 hari.
Sebelum memulai survival tour Pulau Bando, setiap wisatawan harus mendaftar dan melakukan pemesanan melalui website yang telah disiapkan. Selain itu, Irnal dan rekan-rekannya mengandalkan kontak di banyak negara untuk menyediakan paket perjalanan bertahan hidup ke kawasan konservasi.
“Konsep wisata ini wajar karena merupakan tempat penghematan air secara nasional.
Leave a Reply