Jakarta (Antara) – Artis senior Dina Mariana meninggal dunia di usia 59 tahun pada Minggu (3/11) sore di RS MRCCC Silom Semangi Jakarta, dalam podcast diberitakan Dina menderita kanker dinding rahim atau endometrium sejak tahun 2021. Menurut Mayo Clinic, Senin, kanker endometrium atau kanker dinding rahim adalah jenis kanker yang mulai tumbuh di sel-sel rahim yang mengalami perubahan DNA.
Seringkali penyebab kanker tidak diketahui dan sel-sel yang mengalami perubahan DNA di dalam rahim akhirnya menyerang jaringan tubuh yang sehat dan menyebabkan kanker. Faktanya, sel kanker tersebut bisa menyebar ke bagian tubuh lain.
Selain kanker endometrium, ada jenis kanker lain yang bisa berkembang di rahim yang disebut sarkoma uterus. Namun, sarkoma uterus lebih jarang terjadi dibandingkan kanker endometrium. Baca Juga: Kanker Payudara Pada Wanita yang Tidak Banyak Bergerak Kanker endometrium sering kali terdeteksi sejak dini karena menimbulkan gejala. Gejala pertama yang sering muncul adalah pendarahan vagina tidak teratur, pendarahan pascamenopause, dan nyeri panggul.
Jika kanker endometrium terdeteksi pada tahap awal, biasanya dapat disembuhkan dengan operasi pengangkatan rahim.
Ada beberapa faktor yang meningkatkan risiko kanker endometrium, antara lain perubahan keseimbangan hormonal tubuh, penuaan, obesitas, dan sindrom genetik yang meningkatkan risiko kanker.
Namun, ada beberapa hal yang dapat Anda lakukan untuk mencegah kanker endometrium. Pertama, bicarakan dengan tim kesehatan Anda tentang risiko terapi hormon setelah menopause. Baca juga: Kanker Serviks Mendominasi Angka Kanker di Indonesia Jika seseorang sedang mempertimbangkan terapi penggantian hormon untuk mengendalikan gejala menopause, konsultasikan dengan dokter mengenai risiko dan manfaatnya. Secara umum, obat terapi hormon yang menggabungkan estrogen dan progestin dapat menurunkan risiko kanker endometrium.
Namun terapi hormon juga dapat menimbulkan risiko lain, jadi pertimbangkan manfaat dan risikonya bersama dokter.
Kedua, penggunaan kontrasepsi oral setidaknya selama satu tahun mengurangi risiko kanker endometrium, jadi pertimbangkan untuk mengonsumsi pil KB. Namun kontrasepsi oral juga memiliki efek samping, jadi diskusikan manfaat dan risikonya dengan tim medis Anda.
Terakhir, pertahankan berat badan yang sehat. Kelebihan berat badan meningkatkan risiko kanker endometrium, jadi cobalah untuk mencapai dan mempertahankan berat badan yang sehat. Baca juga: Kemenkes Berharap Angka Kanker Serviks Nasional Menurun pada 2030 Jika ingin menurunkan berat badan, perbanyak aktivitas fisik dan kurangi jumlah kalori yang dikonsumsi per hari.
Namun, jika seseorang didiagnosis menderita kanker endometrium, ada beberapa kemungkinan pengobatan, seperti dikutip dari Cancer Council of Australia.
Pembedahan adalah satu-satunya pengobatan yang diperlukan bagi sebagian besar wanita penderita kanker rahim. Apalagi jika kanker terdiagnosis sejak dini dan belum menyebar ke bagian tubuh lain.
Ada pembedahan (histerektomi dan salpingo-ooforektomi bilateral), artinya pengobatan kanker rahim yang paling umum adalah pembedahan untuk mengangkat rahim dan leher rahim. Operasi dilakukan dengan sayatan pada perut (laparotomi) atau pembedahan lubang kunci (operasi laparoskopi). Baca juga: HOGI: Prakanker serviks tidak selalu ada keluhan, sebaiknya periksakan secara rutin. Selanjutnya, terapi radiasi atau penggunaan sinar X untuk membunuh atau melukai sel kanker sering digunakan. Kemungkinan kambuhnya kanker. Terapi mungkin direkomendasikan sebagai pengobatan utama jika kondisi pasien terlalu buruk untuk dilakukan pembedahan.
Lalu, ada kemoterapi untuk mengobati beberapa jenis kanker rahim, atau jika kanker muncul kembali setelah operasi atau terapi radiasi, atau jika kanker tidak merespons terapi hormon. Kemoterapi biasanya diberikan sebagai obat yang disuntikkan ke pembuluh darah (puasa).
Ada juga imunoterapi, pengobatan yang menggunakan sistem kekebalan tubuh untuk melawan kanker. Obat imunoterapi yang disebut pembrolizumab (digunakan dalam kombinasi dengan obat terapi target lenvatinib) mungkin menjadi pilihan bagi sebagian orang dengan kanker endometrium yang telah menyebar atau tidak lagi merespons pengobatan kemoterapi.
Lalu ada terapi yang ditargetkan, menggunakan obat-obatan yang menyerang karakteristik sel kanker tertentu untuk mencegah pertumbuhan dan penyebaran kanker. Obat terapi bertarget yang disebut lenvatinib dapat digunakan untuk mengobati kanker endometrium stadium lanjut atau berulang atau untuk meningkatkan efektivitas imunoterapi.
Nantinya, tim medis akan menilai kondisi pasien dan memutuskan pengobatan yang tepat untuk kanker dinding rahim atau endometrium. Baca juga: Kalsel Targetkan 1.000 Wanita Usia Subur untuk Deteksi Dini Kanker Serviks
Leave a Reply