JAKARTA (ANTARA) – Warteg singkatan dari wartung tegal sudah lama menjadi salah satu kuliner pokok di Indonesia, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta.
Vartek telah menjadi ikon kuliner populer dengan menawarkan hidangan sederhana bergizi dan mengenyangkan dengan harga terjangkau.
Diketahui pemilik asli Vardek berasal dari Tekal. Lalu bagaimana sebenarnya kisah kemunculan Wardak dari Tegal ini hingga ke kota besar seperti Jakarta?
Munculnya Vardek
Sejarah Wartek tidak bisa dilepaskan dari masyarakat Tegal di Jawa Tengah. Pada tahun 1950-an dan 1960-an, banyak warga Tegal yang mulai merantau ke Jakarta untuk tinggal.
Migrasi ini disebabkan oleh perkembangan perekonomian Jakarta yang sedang mengerjakan proyek mercusuar sehingga membutuhkan tenaga kerja yang besar dan membuka banyak lapangan kerja.
Para pendatang asal Tegal awalnya datang untuk bekerja sebagai buruh, namun di tengah tuntutan pekerja lain di Jakarta yang menginginkan makanan cepat saji dan murah, banyak warga Tegal yang memilih membawa istri dan membuka toko kelontong.
Makanan yang dijual saat itu adalah nasi pongal, nasi putih, tempe, tahu, sambal dan dibungkus dengan daun pisang. Kelihatannya cukup sederhana dan murah bukan?
Bernama Warteg, warung makan ini mulai menarik perhatian para pekerja di Jakarta. kota.
Maka dari itu, warung makan khas tegel ini tersebar dan tersebar di seluruh Jakarta, menyediakan makanan murah dan menyehatkan bagi warga kota sebagai pekerja berpenghasilan rendah.
Secara umum ada beberapa versi sejarah mengenai asal usul Vardek ini.
Kisah asal usul Wardek versi lain terkait dengan pertempuran Sultan Agung bersama prajuritnya melawan Batavia.
Sebelum penyerangan, Sultan Agung memerintahkan masyarakat Tegal untuk menyiapkan makanan murah untuk para prajurit.
Mendengar perintah tersebut, Bupati Tegal Kyai Ranga kemudian menyarankan agar masyarakat Tegal menyiapkan makanan berupa telur asin dan tempe parut. Selain harganya yang murah, sajian ini juga akan bertahan lama saat dibawa bepergian.
Segala persiapan Perang Jayakarta disiapkan dan disimpan di Pelabuhan Tegal sebagai depo logistik prajurit Mataram.
Namun Sultan Agung dikhianati dengan menyerahkan seluruh rencananya kepada VOC sehingga menyebabkan seluruh logistik prajurit Mataram habis terbakar oleh VOC.
Hal ini menyebabkan tentara mundur dari pertempuran karena tidak ada lagi kebutuhan logistik, meskipun beberapa tentara tetap setia dalam penyerangan ke Batavia.
Meski prajurit lainnya selamat, namun Sultan Agung dan prajuritnya tetap mengalami kekalahan. Tentara yang kalah memutuskan untuk tinggal di Jakarta dan menjual makanan seperti telur asin dan tempe goreng, yang digunakan sebagai logistik perang.
Tempat berjualan makanan disebut Warteg atau Warung Tegal, dua pintunya melambangkan kepemimpinan dan ketertiban, dan warna hijau melambangkan prajurit.
Selain itu, memesan makanan di dek seperti di barak, yaitu Anda mendapatkan sendiri makanan yang Anda inginkan.
Menu makanan pedesaan
Wardek memiliki menu yang sederhana yaitu nasi dengan lauk ala rumahan seperti Sayur Isi, Oreg Tempe, Telur Palato, Ayam Goreng dan berbagai macam lauk pauk yang bisa dipilih.
Jenis makanan ini ditempatkan dalam etalase kaca, yang memungkinkan pelanggan memilih dan mengambil sendiri makanannya secara langsung dan cepat.
Harga yang ramah di kantong menjadikan Wardek sebagai solusi bersantap bagi Anda yang ingin makan kenyang tanpa mengeluarkan banyak uang.
Hingga saat ini Vartek menjadi pilihan para pekerja, pelajar, dan masyarakat umum yang mencari makanan cepat saji, murah, dan praktis.
Seiring berjalannya waktu, Vartek mulai merambah ke berbagai kota besar di Indonesia. Meski terdengar sederhana, Wardek kini menjadi ikon kuliner yang digemari.
Kehadiran Wardek membantu memenuhi kebutuhan pangan masyarakat di berbagai daerah dengan ciri khas masakan rumahan dengan harga terjangkau. Baca Juga: Kemenparekraf Cari Masuk Pasar Internasional untuk Vartech
Leave a Reply