Kabar Harapan

Memberikan Informasi Terupdate Dalam Negri & Luar Negri

Misteri Hormesis: Rahasia di balik dosis kecil

Jakarta (Antara) – Pada abad ke-16, seorang dokter Swiss bernama Paracelsus menciptakan ungkapan yang masih terdengar di dunia sains: “Soladosa facit venenum”. Semuanya racun, katanya, hanya dosisnya yang menentukan apakah sesuatu itu berbahaya.

Konsep ini, meski sederhana, memiliki hikmah mendalam yang menantang cara kita memandang dunia di sekitar kita, termasuk tubuh kita.

Di dunia modern, gagasan Paracelsus berlindung pada konsep ilmiah yang disebut Hormesis. Kata yang berasal dari bahasa Yunani kuno hormen yang berarti “stimulus” atau “stimulus”, mengacu pada fenomena biologis di mana zat atau pemicu stres yang berbahaya pada dosis tinggi sebenarnya berbahaya pada dosis rendah.

Hormesis adalah seni menyeimbangkan kembali ketidakseimbangan. Ini adalah simfoni harmoni yang terjadi pada tingkat molekuler tubuh kita.

Coba bayangkan sebuah pohon kecil di hutan. Ketika angin bertiup lembut, batang-batang bergerak, akar-akar menahan tanah lebih kuat, dan pohon menjadi lebih kuat. Namun, jika terjadi badai disertai angin kencang, pohon bisa tumbang.

Beginilah cara kerja hormesis dalam tubuh manusia. Stres ringan seperti olahraga, paparan panas atau bahkan radikal bebas dalam dosis rendah dapat memicu mekanisme pertahanan tubuh sehingga membuat kita lebih tangguh menghadapi tantangan besar.

Fenomena ini bukanlah hal baru. Penelitian tentang hormesis menunjukkan bahwa tubuh manusia merespons berbagai pemicu stres – mulai dari radiasi, bahan kimia, dan kondisi kekurangan oksigen – dengan cara yang adaptif. Dalam dosis rendah, stres ini merangsang mekanisme perbaikan dan pertahanan, seperti meningkatkan aktivitas protein antioksidan, memperbaiki DNA yang rusak, dan memperkuat membran sel. Namun, bila dosisnya melebihi batas tertentu, kerugian akan terjadi.

Mencari tanda-tanda hormesis

Sejak Paracelsus mengemukakan ide dasarnya, para ilmuwan terus mengikuti tanda-tanda Hormesis di berbagai bidang. Edward J. Calabrese, tokoh kunci dalam penelitian ini, telah mengumpulkan lebih dari 9.000 model hormesis yang menunjukkan adanya fenomena ini pada berbagai organisme mulai dari bakteri hingga manusia. Hormesis tidak hanya berlaku pada tekanan fisik seperti panas atau radiasi, tetapi juga pada bahan kimia seperti pestisida, antibiotik, dan logam berat.

Secara molekuler, hormon adaptif ini bekerja melalui jalur pensinyalan seperti AMPK (AMP-activated protein kinase), NRF2 (faktor nuklir terkait eritroid 2) dan NF-κB (faktor nuklir kappa-B).

Jalur ini mengatur berbagai proses, mulai dari metabolisme energi hingga respons inflamasi. Dengan kata lain, tubuh kita mempunyai alat bawaan untuk mengubah tantangan menjadi peluang. Namun, alat ini menjadi aktif hanya jika tantangannya ada dalam dosis yang tepat.

Seiring bertambahnya usia, tubuh kita secara alami kehilangan kemampuan merespons stres. Di sinilah Hormesis menawarkan secercah harapan.

Penelitian menunjukkan bahwa mengurangi paparan stres dapat memperlambat proses penuaan dan meningkatkan kesehatan. Misalnya, olahraga teratur dengan intensitas sedang dapat meningkatkan kapasitas antioksidan tubuh, mengurangi peradangan, dan meningkatkan fungsi mitokondria. Ini bukan hanya olahraga; Ini adalah seni memanipulasi ketidakseimbangan untuk mencapai keseimbangan baru.

Namun, hormesis juga memiliki sisi gelap. Jika dosisnya tidak tepat atau tubuh terlalu lemah untuk menghadapi stres ekstra, manfaatnya bisa berubah menjadi kerugian. Fenomena ini terutama terlihat pada pasien lanjut usia atau mereka yang menderita penyakit kronis, dimana stres ringan saja dapat menyebabkan lebih banyak reaksi peradangan atau kerusakan jaringan.

Dalam ekosistem yang lebih luas, hormesis tidak terbatas pada tubuh manusia saja. Tumbuhan, misalnya, menggunakan mekanisme serupa untuk bertahan hidup dalam kondisi lingkungan yang sulit. Ketika terkena pestisida dosis rendah, beberapa tanaman dapat mengaktifkan gen yang meningkatkan ketahanan terhadap hama. Ini adalah bentuk adaptasi yang luar biasa, contoh lain bagaimana alam membuat kita menghargai tantangan.

Namun tantangan terbesar dalam menerapkan hormesis pada manusia adalah memahami keterbatasannya. Bagaimana pola makan ideal yang memberikan manfaat tanpa membahayakan? Pertanyaan ini menjadi inti dari banyak penelitian modern. Misalnya, dalam kasus radiasi, dosis rendah dapat merangsang perbaikan DNA dan meningkatkan resistensi terhadap kanker, namun dosis tinggi jelas berbahaya.

Aplikasi dalam dunia medis

Dunia medis mulai menerapkan prinsip hormesis untuk mengembangkan pengobatan yang lebih efektif. Misalnya, prakondisi iskemik melibatkan paparan iskemia jangka pendek (tidak adanya aliran darah) untuk melatih jaringan tubuh agar mampu menghadapi cedera besar. Metode ini telah digunakan dalam operasi jantung untuk meminimalkan kerusakan jaringan selama prosedur berlangsung.

Dalam onkologi, hormesis digunakan untuk mengeksploitasi kelemahan sel kanker. Pada dosis tertentu, radioterapi atau kemoterapi dapat membunuh sel kanker sekaligus memicu respon adaptif pada sel normal. Konsep ini, yang dikenal sebagai “ketahanan stres yang berbeda”, menawarkan cara baru untuk mengurangi efek samping pengobatan kanker.

Meskipun manfaatnya menjanjikan, hormesis juga menghadirkan tantangan etika dan ilmiah. Bagaimana kita bisa memastikan diet rendah stres aman bagi semua orang? Bagaimana cara mengukur dosis ideal tanpa melebihi batas aman? Pertanyaan-pertanyaan ini memerlukan penelitian lebih lanjut dan kerangka etika yang lebih kuat.

Selain itu, ada bahaya prinsip hormesis disalahgunakan. Misalnya, industri mungkin menggunakan argumen “dosis rendah aman” untuk meminimalkan risiko bahan kimia tertentu. Oleh karena itu, transparansi dan pemantauan yang ketat diperlukan untuk memastikan penelitian hormesis digunakan untuk kepentingan bersama.

Sebuah simfoni harmoni

Bayangkan tubuh manusia sebagai sebuah orkestra yang memainkan simfoni kehidupan. Dalam orkestra ini, setiap tekanan merupakan nada yang dapat memperkaya harmoni atau malah menghancurkannya. Hormesis adalah konduktor yang memastikan nada-nada dimainkan dengan intensitas yang tepat. Ketika sebuah nada terlalu lemah, harmoni kehilangan kekuatannya. Ketika nada-nadanya terlalu kuat, harmoni berubah menjadi kekacauan.

Namun, seperti simfoni lainnya, harmoni ini membutuhkan latihan. Tubuh kita harus “berlatih” menghadapi stres agar bisa merespons secara adaptif. Itu sebabnya olahraga, pola makan seimbang dan mengurangi stres dalam kehidupan sehari-hari sangatlah penting. Ini bukan sekedar kebiasaan sehat; Sebuah bentuk seni adaptif yang membantu tubuh kita mengatasi tantangan hidup.

Dalam kehidupan yang terus berubah ini, Hormesis mengajarkan kita untuk melihat tantangan sebagai peluang. Ia mengingatkan kita bahwa dalam dosis kecil, kesulitan bukanlah musuh, melainkan guru yang membantu kita.

Hikmah sederhana namun mendalam yang mengajarkan kita bahwa pada akhirnya hidup adalah mencari keseimbangan di tengah ketidakseimbangan.

*) Doutor Dito Anurogo MSc PhD adalah mantan mahasiswa doktoral di IPCTRM College of Taiwan Taipei Medical University, Profesor di FKIK Unismuh Makassar, penulis puluhan buku, pengajar berlisensi BNSP, aktif di beberapa organisasi, penulis puluhan jurnal nasional Reviewer – Internasional

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *