BADUNG, BALI (ANTARA) – Sikap keberatan pemerintah Indonesia terhadap regulasi produk bebas deforestasi yang diterapkan Uni Eropa melalui European Union Deforestation Regulation (EUDR) tidak masuk akal, kata Lembaga Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) . Indonesia tidak peduli lingkungan hidup, tapi ingin didikte oleh negara lain.
“Kami tidak menolaknya, tapi kami juga tetap pada pendirian bahwa kami tidak ingin didikte oleh kebijakan EUDR,” kata Delima Hasri Azahari, kepala ahli riset ekonomi, industri, jasa dan perdagangan BRIN, saat bertemu dengan para peneliti. Dalam Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) 2024 di Badung, Bali pada hari Jumat.
Ia mengatakan Indonesia sudah memiliki komitmen kuat untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Hal ini dapat dibuktikan melalui kontribusi yang ditentukan secara nasional (NDC) dengan terus melakukan penurunan emisi karbon (dekarbonisasi).
Dikatakannya, konsep hutan dan deforestasi yang diciptakan Uni Eropa dalam EUDR tidak sama dengan yang diterapkan Indonesia, sehingga berpotensi menempatkan perkebunan, produk pertanian, dan peternakan Indonesia dalam kategori risiko tinggi akibat deforestasi. . .
“Konsep hutan tidak sama dengan konsep kami, konsep yang mereka gunakan berdasarkan definisi Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), tapi kami punya definisi sendiri,” ujarnya.
Oleh karena itu, mendorong pemerintah untuk terus membujuk Uni Eropa agar mengadopsi data kehutanan di Indonesia melalui dashboard nasional, mengingat kebijakan EUDR berdampak besar terhadap perekonomian dan ekspor pendapatan devisa.
EUDR merupakan peraturan perdagangan ketat yang membatasi tujuh produk komoditas yaitu kelapa sawit, kedelai, peternakan, kopi, kakao, dan karet untuk memasuki pasar Eropa. Peraturan ini mewajibkan produsen menambahkan uji tuntas untuk menyatakan produk yang diproduksinya bebas dari deforestasi.
Uni Eropa berencana menerapkan peraturan ini pada akhir tahun 2025.
Dulu, pemerintah Indonesia menekankan aturan pembatasan penggunaan produk berisiko deforestasi yang termasuk dalam Deforestation Regulation (EUDR) Uni Eropa yang dinilai diskriminatif dalam memajukan industri kelapa sawit.
Duta Besar Indonesia untuk Belgia, Luksemburg, dan Uni Eropa Andri Hadi pada Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) 2024 menilai standar regulasi yang diterapkan Uni Eropa berpotensi bermasalah karena menilai regulasi tersebut berlaku di negara-negara Eropa. . Sulit untuk diterapkan.
Akibat standar yang tidak pasti ini, kata Hadi, suatu negara dapat digolongkan secara diskriminatif sebagai penghasil produk yang berisiko tinggi terhadap deforestasi, sehingga dapat mendorong negara lain yang memiliki rencana serupa untuk menerapkan peraturan serupa.
Leave a Reply