JAKARTA (INTRA) – Kalau bisa damai, kenapa harus konflik? Perdamaian memang merupakan cita-cita yang diharapkan seluruh dunia. Sayangnya, mewujudkan perdamaian dan menghindari konflik antar negara tidaklah sesederhana yang dibayangkan.
Konflik yang tak kunjung usai antara kedua Korea menjadi salah satu hal yang menarik dalam geopolitik. Berbagai upaya telah dilakukan, tidak hanya oleh Korea Utara dan Korea Selatan, namun juga banyak pihak lain yang terlibat dan mungkin terkena dampaknya, secara tidak langsung juga.
Kita mengenal istilah reunifikasi, yaitu penyatuan kembali dua entitas negara di Semenanjung Korea. Namun tahun 2024 akan mencatat banyak perubahan dalam cara hidup kedua negara, seperti yang dijelaskan Puji Basuki atau Yuki, peneliti doktoral di Universitas Manchester Inggris.
Korea Selatan mengumumkan visi baru reunifikasi, yaitu memimpin proses unifikasi. Ukky, yang juga merupakan Koordinator Bilateral Desk Indonesia-Korea di Kementerian Luar Negeri Indonesia, mengamati bahwa Korea Selatan mengandalkan “bantuan” dari Amerika Serikat.
“Teori reunifikasi fokus pada kebebasan dan kemakmuran, sekaligus juga bergantung pada Amerika Serikat, khususnya kekuatan militer,” kata Uki dalam lokakarya pers yang diselenggarakan komunitas kebijakan luar negeri Indonesia bersama Korea Foundation.
Di sisi lain, Korea Utara justru mengabaikan tujuan menyatukan kedua negara dan lebih memilih keduanya tetap menjadi entitas yang terpisah. Kim Jong-un juga menekankan kemampuan nuklirnya dan memperkuat hubungan militernya dengan Rusia.
Oktober lalu, badan intelijen Korea Selatan mengatakan bahwa Korea Utara memutuskan untuk mengerahkan 12.000 tentara untuk membantu Rusia dalam konflik melawan Ukraina.
Tentu saja hal ini meningkatkan ketegangan di kawasan dan posisi geopolitik negara-negara di dunia.
Indonesia kerap menegaskan posisinya sebagai pihak yang peduli terhadap perdamaian, terutama dengan perannya yang strategis di kawasan Asia Timur. Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan termasuk di antara 10 mitra dagang dan investasi terbesar Indonesia.
Segala gangguan keamanan dan konflik yang timbul di kawasan ini akan mempengaruhi perkembangan Indonesia sendiri, kawasan, dan dunia secara keseluruhan.
Negosiasi dengan Korea Utara
Selain itu, Indonesia juga memiliki sejarah panjang dengan Korea Selatan dan Korea Utara.
Selama lebih dari 5 dekade, Indonesia dan Korea Selatan telah menjalin hubungan diplomatik. Berbagai kerja sama dan perjanjian telah ditandatangani kedua negara. Hari demi hari, hubungan bilateral semakin membaik, didukung oleh kemitraan ekonomi dan hubungan antar kawasan yang kuat.
Sedangkan untuk Korea Utara, Indonesia perlu melakukan upaya lebih. Menurut Yuki, hal ini dikarenakan diplomat Korea Utara lebih tertutup, sedangkan akses resmi juga terbatas karena KBRI di Pyongyang ditutup sejak pandemi lalu.
Padahal sudah ada modal besar dalam persahabatan yang diciptakan oleh founding father kedua negara, Soekarno dan Kim Il-sung. Nama bunga anggrek Indonesia adalah Kimilsungia.
Namun untuk mencari perdamaian di Semenanjung Korea, Indonesia telah turut serta melakukan pendekatan kerja sama dengan negara-negara kawasan Asia Tenggara melalui Asia.
Misalnya, upaya membangun dialog dengan Korea Utara masuk dalam agenda ASEAN Regional Forum (ARF), satu-satunya forum multilateral yang diikuti oleh negara bernama resmi Republik Demokratik Rakyat Korea.
Pada pertemuan ARF tahun 2023 di Jakarta, Retno Marsudi, Menteri Luar Negeri Republik Indonesia saat itu, menyerukan tindakan diplomasi preventif untuk membatasi konflik agar tidak semakin meningkat. Hal ini juga menegaskan advokasi perlucutan senjata nuklir.
Sejalan dengan upaya tersebut, menurut Yuki, pendekatan soft power diplomacy, khususnya terhadap Korea Utara, harus ditingkatkan. Secara bilateral, Indonesia perlu menjalin kerja sama sosial budaya dengan Korea Utara untuk membangun kepercayaan.
Jadi modal kepercayaan menjadi jaminan pentingnya peran Indonesia dalam mencari perdamaian di Semenanjung Korea? Hal ini dapat dijawab dengan apa yang akan dilakukan Indonesia ke depan berdasarkan kemauan politik pemerintah.
Presiden baru
Dalam analisisnya, Shin Seung-ho, seorang profesor studi internasional di Seoul National University, menyebutkan salah satu negara adidaya yang memiliki pengaruh besar terhadap “nasib” Semenanjung Korea.
Terpilihnya kembali Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat, pada masa kepemimpinan pertamanya pada tahun 2016 hingga 2020, diharapkan akan melanjutkan upaya negosiasi dengan Korea Utara.
“Trump adalah orang yang memutuskan untuk menghubungi Kim Jong Un secara langsung, dan dia adalah orang pertama yang mengadakan pertemuan antara presiden AS dan pemimpin Korea Utara,” kata Shin pada lokakarya FPCI dan Korea Foundation yang sama.
“Banyak orang berharap Trump 2.0 tidak hanya menangani kebijakan dalam negeri, tapi juga kebijakan luar negeri secara umum, yang akan berdampak baik pada Korea, maupun kawasan Pasifik termasuk ASEAN dan Indonesia,” kata Shin.
Belakangan, menurut Kantor Berita Anadolu, Trump juga mengumumkan bahwa dia menunjuk Richard Grinnell sebagai utusan khusus, yang menurutnya akan “bekerja di beberapa titik rawan di seluruh dunia, termasuk Venezuela dan Korea Utara.”
Presiden baru di Amerika, presiden baru di Indonesia. Belakangan ini, Prabowo Subianto menunjukkan kemauan politik Indonesia untuk bekerja sama di bidang geopolitik global, termasuk urusan Semenanjung Korea.
Saat kunjungan kenegaraan ke Amerika Serikat pada November lalu, Prabowo bertemu dengan Presiden Joe Biden. Selain membahas upaya penguatan kerja sama bilateral, Indonesia dan Amerika Serikat sepakat untuk mendukung terciptanya perdamaian dan denuklirisasi menyeluruh di Semenanjung Korea.
“Kedua pemimpin mendesak semua pihak untuk mematuhi kewajiban dan komitmen internasional mereka, termasuk menghentikan pelanggaran resolusi Dewan Keamanan PBB yang mengancam perdamaian dan stabilitas di kawasan,” tulis Gedung Putih dalam pernyataan resmi bersama. .
Kini kita harus menunggu langkah dan kebijakan pihak-pihak terkait demi perdamaian permanen. Namun, jangan biarkan konflik di Semenanjung Korea mengorbankan kepentingan bersama.
Redaktur: Ahmad Zainal M
Leave a Reply