Jakarta (ANTARA) – Penjabat Gubernur (Pj.) Provinsi DKI Jakarta Teguh Setyabudi dan jajarannya mengikuti track bertajuk “JeJAKi Jakarta” di kawasan Kota Tua untuk mengenang peristiwa sejarah masa lalu.
“Tadi pagi kita lakukan JeJAKi Jakarta, itu review sejarah kota Jakarta. Makanya kita mulai dari awal di Jakarta,” kata Teguh saat mengikuti JeJAKi Jakarta di kawasan Kota Tua, Selasa.
Teguh mengatakan, jalur tersebut membawa banyak cerita yang terjadi di masa lalu, sehingga dapat meningkatkan kesadaran dan kecintaan masyarakat terhadap Jakarta.
Di sisi lain, kegiatan yang dilaksanakan pada pukul 07:00 hingga 09:00 WIB ini dievaluasi untuk meningkatkan pemahaman masing-masing pihak terhadap kota Jakarta, serta memperkuat komitmen dan tekad untuk menjadikan Jakarta sebagai kota global khususnya pada tahun 2027 .ketika mencapai lima tahun. berusia berabad-abad.
“Kita bisa melihat satu per satu bagaimana perkembangan Jakarta dari masa ke masa. Insya Allah ini akan mempertebal dan menambah pemahaman dan kecintaan kita terhadap Jakarta, kata Teguh.
JeJAKi Jakarta merupakan trail dengan rangkaian program yang mengajak pengunjung untuk mengikuti dan mengenang peristiwa Jakarta masa lalu.
Tempat pertemuan rangkaian acara ini adalah House of Tugu Hotel di Jakarta. Sambil mengenakan pakaian adat Betawi yakni Pangsi dan Encim, Pj Gubernur beserta jajaran bersepeda bersama menikmati keindahan kawasan Kota Tua.
Selain pakaian adat, Pj Gubernur juga mengenakan peci berwarna hitam dan parang sebagai aksesoris pelengkap.
Destinasi selanjutnya adalah Jembatan Kota Intan yang terbuat dari kayu dan diresmikan pada 7 Juli 1977 oleh Gubernur DKI Jakarta saat itu, Ali Sadikin. Di sini rombongan melintasi jembatan yang bentuk dan gayanya tidak berubah sama sekali sejak April 1938 untuk menjadi jembatan gantung yang dapat ditinggikan untuk lalu lintas perahu dan mencegah seringnya banjir.
Rombongan juga diberitahu tentang sejarah perdagangan internasional dan lokasi ditemukannya Prasasti Padrao.
Destinasi selanjutnya yang kami kunjungi adalah Museum Sejarah Jakarta atau yang dikenal dengan Museum Fatahillah. Di gedung yang berfungsi sebagai Balai Kota pada tahun 1626 pada masa pemerintahan Gubernur Jan Pieterszoon Coen, rombongan banyak merefleksikan masa lalu kolonial kota tersebut.
Rombongan didampingi dengan tur museum yang memberikan wawasan tentang berbagai pengaruh yang membentuk kota ini, termasuk budaya asli, kerajaan Hindu-Buddha, kesultanan Islam, masa kolonial, dan masa kekuasaannya disebut Batavia sampai kemerdekaan.
Rombongan kemudian melanjutkan perjalanan ke Museum Seni Rupa dan Keramik yang diresmikan pada tanggal 21 Januari 1870. Dikenal sebagai Kantor Dewan Kehakiman Benteng Batavia (Ordinaris Raad van Justitie Binnen Het Kasteel Batavia) pada masa Pemerintahan Sementara Batavia Hindia Belanda. Gubernur menikmati kemewahan gedung sambil mendengarkan berbagai karya menarik yang ada di dalamnya.
Tur berakhir di Beos (Bataviasche Ooster Spoorweg Maatschappi) atau stasiun Jakarta Kota.
Di stasiun-stasiun yang telah dinyatakan cagar budaya berdasarkan Keputusan Gubernur no. 475 tahun. 1993, 29 Maret 1993; dan berdasarkan Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata nomor: PM.13/PW.007/MKP/05, tanggal 25 April 2005, rombongan diajak belajar tentang sejarah lalu lintas dan Museum MRT yang berisi koleksi . temuan arkeologis mulai dari proyek pembangunan jalur MRT, hingga final kembali ke balai kota menggunakan alat transportasi ini dengan bus.
Leave a Reply