Jakarta (ANTARA) – Badan Pengawas Pemilu DKI Jakarta mengingatkan penerima dan pemberi dana yang melakukan politik keuangan pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 bisa dikenakan sanksi.
“Dalam pilkada, baik penerima maupun pemberi bisa dituntut,” kata Direktur Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu DKI Jakarta Benny Sabdo di Jakarta, Rabu.
Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada pada pasal 187A ayat 1 dan 2 mengatur tentang proses keuangan.
Dalam undang-undang ini dikatakan bahwa setiap orang yang melakukan perbuatan melawan hukum dengan sengaja menjanjikan atau menawarkan uang atau hal-hal lain terhadap warga negara Indonesia, baik langsung maupun tidak langsung, agar pemilih tidak menggunakan hak pilihnya dengan menggunakan haknya. Memberikan suara sedemikian rupa sehingga suaranya tidak sah, memilih orang lain, atau tidak memilih orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 36 bulan dan 72 bulan denda paling sedikit Rp 200 juta dan jumlah Rp 1 miliar.
Ayat kedua menyatakan bahwa pidana yang sama juga berlaku bagi pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum dengan menerima hadiah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat pertama.
Oleh karena itu, Benny mengimbau seluruh masyarakat, kelompok kampanye, dan relawan untuk menghindari praktik politik uang.
Benny mengatakan, guna menjaga Pilkada 2024 agar tidak diusik, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta bersama Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta yang tergabung dalam Balai Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) selalu melakukan patroli. .
“(Pemantauan) ini tidak hanya di provinsi saja, kita lakukan di kota-kota sampai saat tenang. Biasanya saat tenang itu sulit kebijakan moneter, beda-beda jenisnya,” kata Benny.
Leave a Reply