Jakarta (ANTARA) – Presiden Prabowo Subianto dalam pertemuan bisnis Indonesia-Brasil di Rio de Janeiro, Brasil, pertengahan November 2024, angkat bicara mengenai tujuan utama Indonesia memproduksi tenaga nuklir sendiri.
Lebih dari sekadar simbol teknologi, langkah ini menunjukkan kerja sama untuk memecahkan permasalahan energi di masa depan, sekaligus mendorong kerja sama internasional, termasuk Brasil dalam energi komersial.
Pengumuman Presiden Prabowo ini menyusul tindakan pemerintah di konferensi internasional. Pada COP 29 (KTT Perubahan Iklim) di Baku, Azerbaijan, Perwakilan Khusus Bidang Perubahan Iklim dan Energi Hashim Djojohadikusumo berbicara mengenai rencana besar Indonesia untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan dan energi terbarukan (EBT).
Salah satu hasil dari rencana tersebut adalah pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) berkapasitas 5 GW pada tahun 2040, bagian dari tambahan listrik baru sebesar 100 GW dalam 15 tahun ke depan.
Namun, tenaga nuklir hanyalah salah satu bagian dari konsep yang lebih besar ini. Pemerintah juga berkomitmen untuk menghasilkan listrik sebesar 75 GW dengan menggunakan sumber energi terbarukan seperti tenaga air, tenaga surya, angin, dan panas bumi.
Hal ini menunjukkan keberanian pemerintah dalam meningkatkan daya listrik guna mengatasi permasalahan perubahan iklim dan meningkatkan energi negara ini.
Indonesia tentu bukan pemain baru dalam urusan nuklir. Mulai tahun 1964, UU 31 membuka jalan bagi penciptaan energi atom, setelah berdirinya Badan Tenaga Atom Nasional (Batan).
Keinginan untuk membangun pembangkit listrik tenaga nuklir di Indonesia dimulai pada tahun 1970-an, ditandai dengan pemilihan tenaga nuklir pada tahun 1974, dan perencanaan dibuat dengan mempertimbangkan iklim, gempa bumi, hidrologi, geologi, jumlah penduduk, perencanaan kota dan manusia. sumber daya (SDM).
Untuk itu, Batan melakukan kajian perencanaan energi jangka panjang tahun 2000-2025 dalam bentuk kajian Cades (Evaluasi Berbagai Sumber Energi di Indonesia), yaitu kajian komprehensif terhadap berbagai sumber energi. pembangkit listrik di Indonesia.
Dalam sepuluh tahun ke depan, prospek pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir mulai dicermati, termasuk penelitian di berbagai bidang di berbagai bidang yang mempertimbangkan geologi, kegempaan, dan tenaga manusia.
Namun tantangan teknis dan sosial menimbulkan masalah serius. Pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir memerlukan tingkat perlindungan tertinggi untuk menghindari dampak radiasi dan bahaya.
Meski demikian, pemerintah masih terus melakukan penelitian dan pengambilan keputusan penting, seperti yang dilakukan Batan sejak tahun 1990-an.
Dalam kunjungan tersebut, banyak proyek, seperti PLTN Muria yang rencananya beroperasi pada 2020, terhenti.
Kini, perhatian pemerintah beralih ke daerah seperti Bangka Belitung, dengan fokus pada Reaktor Modular Kecil (SMR), sistem kecil dan fleksibel untuk operasi lokal dan kebutuhan energi.
Kebutuhan akan senjata nuklir
Pemerintah sedang mencari pembangkit listrik tenaga nuklir di Indonesia Bagian Barat dan daerah lainnya, kawasan Bangka Belitung menjadi salah satu pilihannya.
Namun menurut Hashim Djojohadikusumo, pemerintah memutuskan membangun dua jenis PLTN dengan kapasitas berbeda.
Pertama, listriknya 1-2 gigawatt yang berada di wilayah barat Indonesia, karena kita perlu mencari tempat yang sangat aman dan tahan gempa.
Kedua, ada pembangkit listrik tenaga nuklir yang sering disebut Small Modular Reactors (SMR). SMR bisa melayang, bekerja untuk usaha kecil.
Nuklir telah menjadi pilihan paling populer karena pasokan energi dunia meningkat sementara energi terbarukan tidak mencukupi.
Ada banyak alasan mengapa tenaga nuklir menjadi prioritas pemerintah. Pertama, perbedaan kekuatan.
Indonesia sudah lama bergantung pada bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak bumi, dan gas sehingga rentan terhadap perubahan harga internasional, iklim, dan permasalahan regional seperti perang di Ukraina. Ketergantungan ini membuat perekonomian negara rentan terhadap pengaruh luar.
Oleh karena itu, apabila terjadi permasalahan ketenagalistrikan karena faktor biaya, cuaca, bencana alam, perang, atau peralatan, maka akan berdampak pada kehidupan negara, baik ekonomi, keuangan, sosial, keamanan, maupun politik.
Oleh karena itu, pemerintah Indonesia menyatakan akan segera membangun listrik sebesar 250 megawatt pada tahun 2032. Rencana Pemerintah (PP) Kebijakan Energi Nasional (KEN).
Kedua, kekuatan harus ditingkatkan. Dengan pertumbuhan penduduk dan perkotaan, kebutuhan listrik diperkirakan akan meningkat secara signifikan.
Sumber energi terbarukan seperti energi surya dan angin, meskipun sukses, masih memiliki keterbatasan dalam hal ketersediaan dan keamanan sumber daya.
Ketiga, mendukung tujuan global. PLTN memberikan solusi hemat biaya yang dapat membantu Indonesia memenuhi komitmennya untuk mengurangi emisi berdasarkan perjanjian internasional seperti Perjanjian Paris.
Pemerintah menargetkan pengoperasian pembangkit listrik tenaga nuklir pertama pada tahun 2032 berkapasitas 250 MW dengan menggunakan teknologi SMR.
Sistem ini dipilih karena umurnya yang pendek, yaitu sekitar lima tahun, dibandingkan dengan pabrik besar yang memerlukan waktu 7-10 tahun.
Namun, untuk merasakan sensasi luar biasa ini, Anda harus bersiap.
Peningkatan pelayanan publik, penguatan undang-undang, dan pembentukan badan regulasi nasional di bawah Kementerian Energi dan Mineral merupakan upaya yang saling eksklusif.
Pemerintah juga harus memilih teknologi yang tepat, seperti generator kecil, reaktor berpendingin gas, atau thorium.
Keputusan Presiden Prabowo untuk menjadi bagian dari bauran kekuatan negara tidak hanya menunjukkan visi yang besar, namun juga kesiapan menghadapi tantangan internasional.
Di tengah ketidakpastian pasokan energi dunia, senjata nuklir tetap stabil dan aman.
Dengan pembangunan dan kerja sama internasional yang kuat, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemimpin transisi energi di Asia Tenggara.
Namun proses ini tidak akan mudah. Dukungan masyarakat, peraturan yang positif, dan upaya bersama adalah kunci keberhasilan.
Dengan langkah imajinasi dan keberanian mengambil risiko, pembangkit listrik tenaga nuklir bukan sekadar impian, melainkan masa depan yang bisa diwujudkan.
*) Penulis adalah Dosen UCIC, Cirebon.
Leave a Reply