Jakarta (ANTARA) – Tiga calon wakil gubernur (cawagub) DKI Jakarta menilai pajak sampah yang akan diterapkan mulai Januari 2025 belum diperlukan.
Hal ini disampaikan sebagai proyek Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jakarta untuk menerapkan sistem pajak sampah rumah tangga guna memotivasi warga agar lebih peduli terhadap pengelolaan sampah yang benar.
Wakil Gubernur Nomor 1 Suswono dalam debat ketiga Pilkada DKI Jakarta di Jakarta, Minggu malam, menjelaskan, alih-alih melakukan pungutan liar, yang harus dibangun adalah budaya “zero waste” (gaya hidup bebas sampah).
Prioritas pertama adalah bagaimana membangun budaya zero waste. Itu yang menurut saya harus ditekankan kepada setiap rumah tangga,” ujarnya.
Menurut Suswono, perlu adanya daur ulang sampah di tingkat rumah tangga hingga tingkat Kelurahan (RT) dan Kelurahan (RW). Ia pun menegaskan akan memastikan pengelolaan yang berkelanjutan, mulai dari hulu hingga hilir.
“Mudah-mudahan ada mesin modern yang mengelola sampah di tingkat RW. Kalau ada residu tentu bisa dibuang ke TPA, tapi dalam volume yang sangat kecil,” kata Suswono.
Sementara itu, Calon Wakil Gubernur Nomor Urut 2 Kun Wardana akan membangun pusat daur ulang sampah di setiap kabupaten sebagai bentuk konsep ekonomi sampah. Ia menilai, alih-alih memungut retribusi yang mahal, ia ingin menjadikan sampah sebagai sumber pendapatan warga.
“Kami punya tim pengembang ‘Adab’ dan ‘Getuk Tular Adab’ kami manfaatkan untuk mengedukasi warga, memilah produk organik dan anorganik, akan ada pusat daur ulang di setiap kecamatan,” ujarnya.
Kun akan mengajak masyarakat, pemulung, dan pendaur ulang untuk mendukung konsep pengelolaan sampah ini.
“Dan nanti kita akan bersinergi dengan masyarakat, pemulung, pengolah, dan pendaur ulang agar kita bisa mengubah (masalah sampah) menjadi sesuatu yang produktif dan bisa menjadi pendapatan bagi masyarakat Sukabumi,” kata Kun.
Lebih lanjut, calon wakil gubernur nomor urut 3 Rano Karno menilai pajak sampah tidak perlu dilakukan jika pengelolaan sampah dari tingkat terkecil sudah benar dan efisien.
Katanya, pemilahan sampah di tingkat rumah tangga akan mengurangi permasalahan sampah hingga 35 persen.
Bang Doel, sapaan akrabnya, juga menyoroti kebijakan pemerintah di negara maju terkait pemilahan sampah. Menurutnya, di negara maju, orang yang bisa memilah sampah plastik mendapat imbalan berupa uang.
“Masyarakat yang pandai memilah sampah plastik benar-benar mendapat uang. Kemasan plastik menjadi titipan dan sistem mengelola sampah sesuai jenisnya,” jelasnya.
Sebelumnya, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta berencana menerapkan pajak jasa kebersihan mulai 1 Januari 2025.
Namun bagi permukiman yang aktif memilah sampah pada sumbernya dan/atau menjadi anggota bank sampah akan mendapatkan pengecualian pajak.
Pengecualian ini menjadi insentif untuk mendorong warga Kota Sukabumi agar lebih memperhatikan pengelolaan sampah.
Leave a Reply