Kabar Harapan

Memberikan Informasi Terupdate Dalam Negri & Luar Negri

Resistensi antibiotik berpengaruh terhadap produktivitas masyarakat

Jakarta (Antara) – Resistensi antibiotik kini menjadi tantangan serius dalam layanan kesehatan yang disebut dengan “silent pandemi”, dan masalah ini tidak hanya berdampak pada kesehatan individu, namun juga sangat berdampak pada produktivitas masyarakat.

Hal tersebut diungkapkan Brigjen TNI (Purn), Kepala Departemen Hubungan dengan Instansi Pemerintah PB IDI. dr. Soroy Lardo, SpPD KPTI FINASIM yang juga menjelaskan, jika resistensi ini tidak segera diatasi maka angka penyakit dan kematian akan meningkat serta keseimbangan ekonomi dan sosial akan memburuk.

“Jadi jika infeksi yang resistan terhadap antibiotik tidak dapat ditangani, produktivitas masyarakat pasti akan terganggu.” Jadi kalau soal antibiotik, rencana aksi global itu yang kita lihat sebagai isu saat ini dan masa depan,” kata dokter peraih gelar doktor dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran itu dalam diskusi online di Jakarta, Kamis.

Untuk itu, menurutnya, diperlukan pendekatan komprehensif yang mengintegrasikan berbagai industri dan teknologi, termasuk kecerdasan buatan (AI), untuk menciptakan solusi berbasis data.

Mengatasi ancaman resistensi antibiotik memerlukan strategi terpadu, termasuk pendekatan “one health” yang melibatkan koordinasi antara manajemen kelembagaan, lapangan, lingkungan, dan aspirasi masyarakat.

Menurut Dr. Soroi, pencegahan merupakan langkah terpenting yang mencakup edukasi masyarakat, simulasi lapangan untuk deteksi dini bahaya, dan pengembangan program di tingkat desa.

Ia juga menekankan pentingnya membangun ekosistem layanan kesehatan yang mendukung perlawanan terhadap resistensi antibiotik.

Namun bukan itu saja: organisasi profesi kesehatan mempunyai peran strategis sebagai jembatan sinergis antara kebijakan pemerintah dan implementasi di lapangan.

Selain itu, sumber daya manusia yang berkualitas menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan program, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.

Resistensi antibiotik tidak hanya menjadi permasalahan saat ini namun juga merupakan ancaman di masa depan sehingga memerlukan pendekatan berkelanjutan yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan.

“Mau tidak mau, sumber daya manusia dalam jumlah besar, ratusan ribu, dapat menjadi mitra strategis kebijakan kesehatan masyarakat terkait resistensi antibiotik.” Dan kita juga perlu menyadari bahwa resistensi antibiotik memerlukan pendekatan multifaset dan “kebutuhan untuk fokus pada kebijakan yang menekankan strategi pencegahan masyarakat,” katanya.

Resistensi antibiotik dapat dilawan melalui upaya kolektif untuk mengurangi dampaknya terhadap masyarakat. Program pencegahan berbasis komunitas dan kolaborasi lintas sektor sangat penting untuk menjaga keberlanjutan kesehatan masyarakat di masa depan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *