Kabar Harapan

Memberikan Informasi Terupdate Dalam Negri & Luar Negri

Serba-serbi Pilpres AS: Suara Elektoral dan kekhawatiran internasional

Jakarta (ANTARA) – Pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) digelar pada Selasa, 5 November 2024 (waktu setempat). Mantan Presiden Donald Trump dan Wakil Presiden AS Kamala Harris bersaing memperebutkan Gedung Putih untuk empat tahun ke depan ketentuan.

Jutaan warga AS memilih untuk memilih presiden dan wakil presiden AS yang baru.

Sementara berdasarkan data quick count Fox News, pada siang hari waktu Jakarta tanggal 6 November, Trump diprediksi akan memenangkan pemilu presiden AS dan menjadi presiden AS ke-47 setelah memperoleh 277 electoral vote, melampaui 270 electoral vote yang dibutuhkan untuk menang. pemilihan presiden AS.

Karena hasil penghitungan suara diharapkan bisa memastikan kemenangan seorang kandidat, ada beberapa hal yang perlu Anda ketahui tentang pemilu AS.

Berikut informasi seputar pemilu presiden AS yang dirangkum dari berbagai sumber.

1. Suara elektoral

Mengutip informasi dari situs resmi pemerintah AS, Electoral College atau Electoral Vote merupakan sistem yang menerjemahkan suara rakyat Amerika menjadi siapa yang akan duduk di Gedung Putih selama empat tahun ke depan.

Sistem ini berbeda dengan sistem pemilihan presiden di negara lain. “Tidak ada negara lain yang menggunakan sistem pemilu seperti yang kita miliki,” kata Alex Keysar, profesor sejarah di Universitas Harvard di Massachusetts, kepada situs web tersebut.

Di AS, warga negara AS tidak memilih presidennya secara langsung. Sebaliknya, proses pemilu berlangsung melalui Electoral College, di mana 538 perwakilan memberikan suara berdasarkan hasil di negara bagian yang mereka wakili.

Kedua kandidat yang maju dalam pemilihan umum harus mengumpulkan 270 suara elektoral untuk menang.

Suara elektoral didistribusikan ke negara bagian berdasarkan jumlah penduduknya, dan sebagian besar negara bagian memberikan seluruh suaranya kepada kandidat yang memenangkan negara bagian tersebut dalam pemilihan umum (popular vote).

Namun, hal ini tidak terjadi di Nebraska dan Maine, yang mengalokasikan suara mereka berdasarkan hasil di distrik kongres serta pemenang di seluruh negara bagian.

2. Ancaman bom palsu

Berdasarkan laporan CBS News yang mengutip dua sumber terkait, pada pemilu Selasa (6/11), sekitar 30 ancaman bom palsu dilaporkan di beberapa tempat pemungutan suara (TPS) di Amerika Serikat.

Sekitar 17 dari 30 ancaman bom palsu ditujukan ke negara bagian Georgia, sementara ancaman palsu lainnya dilaporkan di Georgia, Arizona, Michigan, dan Wisconsin.

Berita ini muncul beberapa jam setelah FBI mengatakan pihaknya “mengetahui” adanya ancaman bom terhadap tempat pemungutan suara di beberapa negara bagian dan mencatat bahwa banyak dari ancaman tersebut tampaknya berasal dari domain email Rusia.

“Sejauh ini tidak ada ancaman yang dianggap kredibel,” kata laporan itu.

3. Keprihatinan internasional

Menyusul Quick Count Fox News yang memperkirakan kemenangan Donald Trump pada pemilihan presiden tahun 2024, peneliti urusan internasional CSIS Andrew W. Mantong mencatat bahwa ada kekhawatiran di kalangan komunitas internasional mengenai kemungkinan kemenangan Trump.

Komunitas internasional khawatir sistem multilateral dan lembaga multilateral akan semakin melemah jika Trump memenangkan pemilu presiden AS.

“Sekarang sudah lemah. Tapi kalau Trump terpilih, kekhawatirannya adalah jika sistem multilateral rusak, semua perundingan harus dilakukan secara bilateral,” kata Andrews saat dihubungi, Rabu, hari.

Ada kekhawatiran bahwa keruntuhan sistem multilateral akan terjadi karena Trump tampaknya lebih memilih pendekatan bilateral dan transaksional.

Menurutnya, kabar tersebut akan menjadi kabar buruk bagi Indonesia, sebab hingga saat ini diplomasi Indonesia sangat bertumpu pada multilateralisme dan regionalisme.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *