Kabar Harapan

Memberikan Informasi Terupdate Dalam Negri & Luar Negri

Hikayat hutan yang bernapas

Jakarta (Antara) – Langit sore berubah warna menjadi jingga di atas hutan di Kelurahan Bukit Suban, Kecamatan Erhitam, Sarolangun Jambi. Dari sinilah perjalanan dimulai.

Sebuah perjalanan yang tidak hanya membutuhkan berjalan kaki selama beberapa jam dari Jambi Namun dibutuhkan juga semangat untuk menemukan jejak-jejak kehidupan yang telah ada selama berabad-abad di jantung Hutan Jambi.

Bagi kebanyakan orang Hutan hanyalah kumpulan pepohonan dan dedaunan hijau yang luas.

Namun, bagi Betapi, remaja putri suku Anak Dalam (SAD), hutan adalah jantungnya. Nafas yang tidak bisa tergantikan Tempat dimana setiap tarikan nafas datang dan rumah yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupannya

Perjalanan kami bertemu Betapi adalah pengingat akan kekuatan alam terhadap manusia.

Untuk menuju desa ini memerlukan perjalanan selama 5 jam dari Jambi menuju Sarolangun. Dari sana dibutuhkan waktu 2 hingga 3 jam melalui jalan rusak menuju Desa Bukit Suban, Kecamatan Erhitam.

Dari sini perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki atau naik sepeda motor bersama Godzilla Cog melalui jalur yang hanya bisa dilalui oleh mereka yang memahami rahasia hutan.

Meskipun aku bertemu dengannya Anda juga memerlukan bantuan polisi hutan dan penduduk desa setempat. Yang lebih penting lagi, tokoh adat SAD Tumenggung Jalo dan sesepuh SAD yang hadir sore itu antara lain Selambai dan Gentar.

Betapi, ibu yang baik hati, memanggil anak-anaknya Dan keluarganya berkumpul di bawah naungan pepohonan hutan yang menjulang tinggi bagaikan kanopi langit.

Betapi, dengan rambut hitam sepanjang pinggang dan wajah tersenyum, Dalam kegembiraannya yang sederhana, dia memperkenalkan semua orang yang datang menemuinya ke dalam hidupnya. Ini berbeda dan sangat familiar.

Ia baru saja menikah dengan Meluring, laki-laki sukunya yang berprofesi sebagai guru di sekolah hutan. Ayahnya, Gentar, sering membantu para jagawana melakukan patroli dan menjamin kelestarian hutan.

Di dunia yang semakin bergerak, kecintaan Betapi pada Meluring berkembang tanpa usaha apa pun. Tumbuh secara alami seperti pohon-pohon di hutan yang dirawatnya dengan penuh hormat.

Di matanya Anda bisa melihat kedalaman spiritualitas yang diajarkan alam kepada kita bahwa hidup hanyalah sebuah proses menjaga keseimbangan, mengambil secukupnya dan memberi kembali sebanyak-banyaknya. Penulis dan betapi Perempuan suku Anak Dalam bermain bersama banyak anak di Desa Bukit Suban, Kecamatan Erhitam, Sarolangkun Jambi, Kamis (30/10/2024) Antara/TNBD/Lina.

Di sini setiap orang diajak untuk mewujudkan suku Anak. Dalam tidak mengenal istilah keberlanjutan seperti yang digunakan di dunia modern.

Mereka tidak tahu tentang konferensi iklim atau diskusi rumit tentang pengurangan emisi karbon. Namun, setiap langkah yang mereka ambil di lahan basah hutan ini. Ada kesadaran dan rasa hormat yang lebih dalam dari sekedar kata-kata.

Mereka hidup bersama secara harmonis, memanfaatkan hasil hutan untuk bertahan hidup namun tidak pernah makan lebih dari yang diperlukan.

Mereka adalah penjaga alam. Berjuang tanpa pamrih untuk melestarikan setiap pohon, setiap sungai, dan menjadikannya warisan yang berharga.

Paru-paru dunia

Namun di luar hutan, dunia mempunyai cerita yang berbeda: Data dari Global Forest Watch menunjukkan bahwa Indonesia kehilangan lebih dari 17 juta hektar hutan primer antara tahun 2001 dan 2021, yang sebagian besar disebabkan oleh perkebunan. Infrastruktur dan pertambangan

Banyak hutan yang seharusnya menjadi paru-paru dunia Telah mengubah tugas pekerjaan Dengan menggantinya dengan pabrik yang mengeluarkan asap. dan menggantikan oksigen dengan karbon yang menyebabkan polusi.

Menurut laporan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sektor kehutanan dan tata guna lahan akan menyumbang hampir separuh emisi karbon Indonesia pada tahun 2023. Inilah ironi yang menghantui negara ini jika menyangkut hutan. yang seharusnya Juruselamat menjadi korban

Namun Anda tidak perlu tahu tentang krisis iklim atau komitmen kita terhadap emisi gas rumah kaca untuk memahami nilai hutan ini. Dia tahu bahwa setiap pohon adalah nafasnya. Setiap sungai adalah darahnya.

Betapi hanya berbicara dalam bahasanya sendiri. Tapi dia mengerti bahasa Indonesia. Saat ditanya apakah dia bisa dibawa keluar hutan Dia tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Ibunya duduk di sebelahnya. Dia menghentikannya dengan mengucapkan kata-kata yang tidak dapat dimengerti tetapi terdengar seperti larangan.

Karena pada prinsipnya Wanita yang sedih bisa pergi kemana saja jika diajak suaminya. Tapi jika suaminya tidak pergi Dia harus tinggal di hutan bersama keluarganya.

Karena seperti wanita sedih lainnya Dia adalah seorang ibu yang tidak bisa meninggalkan anaknya. Ibarat hutan yang akan tetap menjadi hutan jika dipenuhi pepohonan. Dia melahirkan seorang putri cantik. yang kini sudah mulai belajar berjalan Dan namanya adalah Lompat.

Betapi mulai mengajarkan kepada anak-anaknya bahwa menjaga hutan bukanlah suatu pilihan. Tapi itu takdir. Itu adalah panggilan nenek moyang mereka untuk memastikan kelangsungan hidup.

Coba pikirkan tentang Betapi. Saatnya menyadarkan dunia untuk berpikir ulang. Sudah saatnya Indonesia mengambil kebijakan yang tidak hanya berfokus pada ekonomi. tetapi juga melindungi lingkungan.

Dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 31,89 persen pada tahun 2030, paradigma pengelolaan hutan harus berlandaskan keselarasan dengan alam. dan tidak mencari keuntungan

Meski harus ada pemanfaatannya secara ekonomi, namun harus selalu konsisten dengan kelestarian hutan dan tidak menguranginya. Masyarakat dapat diajak berpartisipasi dalam agroforestri sekaligus memulihkan ekosistem dan memperkuat perlindungan hutan. Ini harus menjadi prioritas yang harus dilaksanakan tidak hanya di atas kertas. Namun hal ini juga mencakup tindakan nyata.

Lebih-lebih lagi, Hutan Jambi bukan hanya milik suku Anak saja. Hanya dalam tapi juga dunia. Hutan adalah paru-paru bagi semua orang. Menyerap karbon, menyaring udara, dan menjaga keseimbangan ekosistem.

Ketika kita berbicara tentang pengurangan emisi gas rumah kaca Kita tidak bisa menghindari kewajiban kita untuk menjaga hutan lestari. Hutan adalah jembatan yang menghubungkan generasi sekarang menuju masa depan yang lebih hijau dan bersih.

Hal serupa juga terjadi pada masyarakat hutan dan masyarakat adat. Orang yang benar-benar berpikir untuk menjalani hidup sederhana Lalu ada rahasia mendalam mengenai keberlanjutan.

Sore itu, Betapi tersenyum dan melambai sambil berpamitan. Wajahnya seolah mengirimkan pesan dari hutan kepada semua orang: “Jaga baik-baik hutan ini. Karena kami di sini untukmu” –

Nyatanya Indonesia bukan hanya negara besar karena jumlah penduduk atau wilayahnya. tetapi juga karena banyaknya hutan. Manusia yang berhutang budi pada alam Tugas kita adalah menjaga paru-paru dunia tetap bernafas.

Perjalanan ini tidak hanya mempertemukan mereka dengan suku Betapi dan suku Anakdalam lainnya, namun juga menyadarkan mereka bahwa menjaga hutan ibarat menjaga harapan.

Ini bukan sekedar cerita tentang masa lalu. Tapi itu adalah warisan untuk masa depan. Jika negara ini benar-benar ingin memenangkan perjuangan melawan perubahan iklim, Karya ini merupakan panggilan nenek moyang kita yang tidak bisa diabaikan begitu saja.

Redaktur: Akhmad Senol M.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *