Jakarta (Antara) – Kementerian Industri (Kemenperin) mengatakan bahwa jumlah produksi indeks pembelian (PMI), yang tetap dipekerjakan pada bulan November, masih di 49,6 poin, masih karena produk besar penting yang memasuki pasar domestik.
“Kami tidak terkejut dengan kondisi indeks produksi PMI, yang cenderung mandek di bawah tahun 1950 -an, ketika sebagian besar negara ASEAN lainnya memiliki tingkat produksi PMI selama 50 -an atau ekspansi,” kata Hendri Antoni Arrif di Jacarta pada hari Senin.
Dia menyatakan bahwa pasar domestik dibanjiri dengan produk impor yang menyebabkan tekanan dalam permintaan produk dari industri domestik. Selain itu, ini juga dipengaruhi oleh penerapan kebijakan relaksasi impor, yang memiliki konsekuensi untuk masuknya barang dari luar negeri dengan cara yang sangat besar.
Selain itu, ia membandingkan hambatan bisnis yang dimiliki oleh Indonesia dengan negara lain.
Dia memperhatikan bahwa Indonesia hanya memiliki 207 jenis hambatan untuk mendukung tingkat impor di pasar domestik, sementara anggota WTO lainnya, seperti Cina dan Amerika Serikat, memiliki 1.569 dan 4.597 jenis alat pengukuran bisnis.
Bahkan di ASEAN, hambatan komersial Indonesia jauh lebih kecil dari Thailand, Filipina dan Singapura, yang masing -masing memiliki alat pengukur komersial dengan spesies 661, 562 dan 216.
Juru bicara Februari sejauh ini menyatakan bahwa Kementerian Industri sejauh ini telah mendukung implementasi alat keamanan terhadap industri dalam negeri, termasuk Hak atas Prosedur Keamanan (BMTP) dan hak untuk mengimpor anti -dumping (BMAD).
Mengenai peluncuran peluncuran S&P secara keseluruhan, skor PMI Indonesia sedikit meningkat 0,4 dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Peningkatan skor ini, meskipun masih diadakan, lebih baik daripada negara -negara ASEAN lainnya, seperti Malaysia dan Vietnam, yang menurun dari bulan sebelumnya 0,3 dan 0,4. Sedikit peningkatan dalam skor produksi Indonesia disebabkan oleh resistensi industri produksi dalam negeri.
Leave a Reply