JAK ACARTA (Hutan) – Direktur Bea Cukai Bea Cukai dan Cukai mencatat bahwa pada kuartal pertama 2025 mengoreksi 5,8 persen, yang mempengaruhi produk beras dan mobil listrik.
Pada Maret 2025, impor terdaftar di Rp11,3 triliun, pada periode yang sama tahun lalu dalam RP12 triliun.
“Ini telah meningkat secara negatif untuk impor pada tahun 2025, salah satunya terdengar dari impor beras pada hari Rabu (RDP).
Hingga 2024, Indonesia masih mengimpor beras. Namun, Menteri Perdagangan (MOGAG) mengatakan bahwa pada tahun 2025, pada tahun 2025, tidak ada izin untuk mengimpor beras sebagai penyerapan padi maksimum di negara ini.
“Pada tahun 2025, kuota tidak lagi diberikan, jadi tidak ada pentingnya untuk mengimpor dalam hal layanan bea cukai, karena tidak mengimpor yang baru pada tahun 2025,” tambah Ascalane.
Selain itu, produksi mobil listrik juga ditahan, serta kebijakan negara untuk mempromosikan impor, sehingga tarif menjadi RP0.
Di sisi lain, biaya ekspor dicatat dalam RP8,8 triliun, meningkat secara signifikan sebesar 110,6% (d). Pertumbuhan ini dikondisikan oleh ekspor produk pipa minyak, yang mencapai 7,9 triliun. RP7,9 triliun, dan ekspor konsentrat tembaga adalah 807,7 miliar rp, yang memenuhi kebijakan ekspor.
Dalam hal pajak cukai, pendapatan dicatat pada 57,4 triliun. RP atau meningkat sebesar 5,3 persen (d). Ini mempengaruhi pembayaran RP4,6 triliun, meskipun produksi dari tahun 2024 hingga Januari 2025 sebagai pendapatan 4,5%.
Dengan demikian, pada bulan Maret 2025, pendapatan bea cukai dan cukai mencapai 77,5 triliun. RP, yang setara dengan 25,6 persen dari anggaran negara (APBN).
Nilai ini berkontribusi pada promosi pendapatan negara untuk mencapai 615,1 triliun. RP615,1 atau setara dengan 17,2 persen dari target APBN.
Selain pendapatan bea cukai dan cukai, pemerintah juga menyerap pendapatan pajak dalam pendapatan RP322,6 triliun dan negara-negara (PNBP) (PNBP).
Leave a Reply