JAKARTA (Antara) – Kepala Ekonom Permata Bank Joshua Pardede menganggap pasar Indonesia lebih tangguh daripada negara -negara lain di tengah kerusuhan setelah pengumuman kebijakan tarif impor baru Presiden Rempes Hari Pembebasan Donald Trump dari Amerika Serikat.
Dia mengatakan kondisi indeks harga komposit Indonesia (CSPI), yang lebih baik daripada sejumlah negara lain, didukung oleh fondasi kuat ekonomi ekonomi Indonesia.
“Dibandingkan dengan negara -negara lain yang mengalami koreksi yang lebih dalam, dapat dikatakan bahwa kinerja JCI” tidak buruk “dan bahkan tanda kepercayaan investor dalam menetapkan dasar ekonomi yang kuat dari Indonesia,” kata Joshua dalam sebuah pernyataan di Jakarta pada hari Rabu.
Ini didukung oleh indikator makro seperti pertumbuhan kredit yang masih ganda -digit 10,42 persen, peningkatan pengeluaran domestik selama Ramadhan, dan posisi saldo perdagangan yang masih surplus. Menurutnya, pasar masih melihat bahwa Indonesia memiliki daya tahan mendasar yang baik.
Joshua Views, gerakan JCI yang hanya melemah 7,9 persen sejak pengumuman kebijakan pada 2 April 2025 sampai pasar ditutup pada 8 April 2025, menunjukkan bahwa pasar modal Indonesia tidak terlalu buruk dibandingkan dengan negara lain.
“Pasar modal Indonesia relatif tangguh daripada banyak negara lain, termasuk Italia, Argentina, Vietnam, Prancis, Singapura dan bahkan Amerika Serikat sendiri mencetak penurunan 10,7 persen pada periode yang sama,” katanya.
Ini memberikan indikasi bahwa pasar merespons relatif positif terhadap kondisi ekonomi domestik Indonesia, yang dianggap lebih tangguh di tengah guncangan eksternal global.
Salah satu alasan utama menurut Yosua, di balik ketahanan relatif JCI, adalah paparan langsung Indonesia yang rendah ke pasar AS. Joshua mengungkapkan bahwa nilai ekspor Indonesia ke AS hanya berkontribusi sekitar 2,2 persen untuk produk domestik bruto (PDB). Nilai ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan negara -negara seperti Vietnam, yaitu 33 persen.
“Ini memberikan fleksibilitas yang lebih besar bagi Indonesia untuk mengatasi kebijakan proteksionis AS, serta dampak langsung pada ekonomi secara keseluruhan,” katanya.
Menurutnya, melemahnya CSPI dipengaruhi oleh keberadaan tekanan dan ketidakpastian dunia, terutama terkait dengan potensi untuk memperlambat ekonomi global, memberikan rantai pasokan dan depresiasi rupiah karena aliran modal dan risiko risiko.
Sebelumnya, Menteri Koordinasi Ekonomi Airlangga Hartarto percaya bahwa dasar -dasar ekonomi Indonesia masih baik, meskipun mereka harus berurusan dengan meningkatnya ketidakpastian global.
Menurutnya, ini tercermin dalam berbagai indikator utama, seperti pertumbuhan ekonomi yang stabil di daerah 5 persen, inflasi pada Maret 2025, yang dikendalikan pada 1,03 persen (YOY), serta rasio rasiosis perbankan (CAR) perbankan, yang mencapai 27 persen.
“Saya mengatakan bahwa DPK kami (dana -dana ketiga) lebih dari 5 persen dan distribusi kredit di atas 10,42 persen. Kemudian banklikiditas dipertahankan, pinjaman untuk rasio defisit juga 88,92 persen dan kami juga melihat rasio penginapan modal 27 persen.
Presiden AS Donald Trump pada hari Rabu (2/4) mengumumkan kenaikan tarif setidaknya 10 persen ke banyak negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia, terhadap barang -barang yang memasuki negara.
Menurut unggahan Gedung Putih di Instagram, Indonesia berada di urutan kedelapan dalam daftar negara -negara yang terkena dampak kenaikan tarif AS, dengan kisaran 32 persen.
Leave a Reply