JAKARTA (Antara) – Pembicara Senat Hun Sen menyoroti peran besar Indonesia di negaranya dalam mencapai perdamaian setelah ketidakstabilan politik dan perang saudara, yang memengaruhi tingkat regional di lapangan.
Di kepala sekolah yang ia pegang dalam agenda kuliah manajemen sekolah di Jakarta di IRIA School, Hun Sen mengatakan pada hari Selasa bahwa pada Konferensi Paris, peran Indonesia terlihat menemukan solusi dari akhir 1970 -an untuk mengakhiri konflik besar di Kamboja.
“Misalnya, Prancis dan Indonesia, peran utama sebagai presiden umum (presiden yang berpartisipasi) di Konferensi Paris di Kamboja, di mana banyak diskusi akan berlangsung di sana,” kata Hun Sen.
Menurut Ketua Senat Kamboja, konferensi itu dilakukan di Kamboja dan di wilayah Cina setelah rezim Khmer Khmer (Khamir Rouge), yang dipimpin oleh Paul Pot pada tahun 1979.
Konferensi tersebut kemudian berhasil menyetujui perjanjian damai untuk mencapai saluran politik yang komprehensif di Kamboja, ditandatangani pada 23 Oktober 1991.
Selain Konferensi Paris, Hun Sen mengatakan bahwa Indonesia sebelumnya memainkan “pertemuan informal pertama di Jakarta” (Jim I) pada tahun 1988 untuk membahas pembentukan dewan tingkat tinggi untuk proposalnya.
“Pertemuan informal” memberikan dasar -dasar yang diperlukan untuk akhir konflik dan akhirnya perdamaian di Kamboja, Perdana Menteri Kamboja mengatakan hampir 30 tahun yang lalu.
Menurutnya, hal -hal ini menunjukkan ukuran peran negara -negara mitra sebagai penjaga perdamaian di Kamboja. Selain itu, perjanjian perdamaian Kamboja adalah dasar untuk pemulihan Kamboja Tenggara (Pemerintah Transisi PBB di Kamboja) melalui UNTac (Pemerintah Transisi Kamboja).
Hun Sen, bagaimanapun, memperingatkan bahwa negara -negara asing tidak boleh menjalani intervensi militer karena mereka tidak menyebabkan banyak kehancuran di negara mereka, seperti di Kamboja yang sebelumnya disaksikan.
Leave a Reply