Jakarta (Antara) – DKI Jakarta Food, Marine and Agricultural Officer 63 Hunter Fish, Jalan Post Bank Dalam Nomor 15 Rt 10/RW3, Silk Amber, Village Jakarta, Silk Amber Hurge.
Pejabat kantor DKI Jakarta’s Food, Marine and Agriculture (KPKP) tiba -tiba menerima Hunter Fish sambil memeriksa pemburu pedagang ikan di daerah tersebut.
“Secara keseluruhan ada 63 ikan pemburu. Kami memeriksa showroom pritator Amber Silk dan merawat kantor KPKP kantor KPKP dari kantor KPKP dan pengawasan pengawasan dan kontrol kantor perikanan.
Sebanyak 63 ikan pemburu memiliki buaya, banyak 11 ekor, Arafaima (1), Branha (18), whey bos (31) dan Eesaks.
Inspeksi mendadak ini adalah pengikut Menteri Urusan Kelautan dan Menteri Pengaturan Perikanan No. 19/Paramen-KP/2020, yang dikaitkan dengan biaya kehilangan dan/atau biaya, rotasi, dan pengeluaran yang berbahaya di wilayah manajemen perikanan di Republik Indonesia dan Departemen Manajemen Perikanan di Republik Indonesia dan ikan.
DKI Jakarta Food, Maritime and Agriculture (KPKP) Kantor Jalan Bose Ihrbang No. 15/RW3, Silk Amber, Groft Jati, Jakarta Timur, Kamis (2/13/2025) (2/13/2025). Antara /Kota Noorhalisa. Neon mengatakan pemburu itu dapat mempengaruhi komunitas ikan dan ikan di Indonesia berbahaya.
Dia berkata, “Sebelumnya, ikan di Jatiluhur adalah yang terbesar, dan akhirnya menyesali kematian kapal. Jadi ikan ini adalah pemburu yang sangat, toleransi yang kuat.”
Ini bukan ikan lokal, tetapi fakta bahwa ikan lokal ditutup adalah impor yang sangat berbahaya.
Selain itu, pemerintah provinsi DKI Jakarta selalu mengajarkan pedagang ikan hias untuk tidak menyelundupkan ikan yang dilarang karena mereka akan mendapatkan batasan hukum pada undang -undang dan aturan yang mereka gunakan.
Tim KPKP DKI Jakarta akan menawarkan peluang untuk secara sukarela menghancurkan aktor bisnis atau mengajukan permohonan prosedur lebih lanjut berdasarkan undang -undang Utilitas.
Ketika diperiksa, pemilik showroom Predator Ambar Silk tidak mengatakan bahwa Fikri (30) harus mencari tahu ikan mana yang bisa berbahaya dan tidak dijual.
Dia berkata, “Jalannya berumur empat bulan dan masih baru. Alhamdullah, kami adalah nilai -nilai positif yang kami jual ikan, yang diizinkan. Sekarang kami berasal dari penjualan,” katanya.
Dia setuju bahwa dia tidak tahu bahwa ikan itu diambil. “Saya tahu ini bahkan salah. Ya, misalnya, jika kementerian di CABINI, saya Alhamdulillah,” kata Fikri.
Fikri mengatakan dia memiliki jenis ikan pemburu dari orang yang berbeda. Pembeli ikan Hunter tidak lebih tertarik pada ikan hias.
“Karena orang atau pengusaha yang datang ke sini berbeda. Aktivisnya kecil, dan harganya sekitar RP2-5 juta. Yang terbaik dalam 5-7 ekor sebulan. Yang paling mahal adalah Rp10 juta.”
Meskipun dia merasakan cacat, dia bersyukur menerima sosialisasi dari pihak berwenang sehingga dia tidak akan mendapatkan ikan dari para pemilik toko.
“Ya, jika cacatnya adalah kerugian, tetapi jika masih lebih baik untuk masa depan, itu akan menjadi terima kasih kepada Tuhan karena telah memberikannya kepada Tuhan. Ini akan stabil setelah peristiwa ini di masa depan. Pedagang lain dapat menebaknya sehingga uang itu akan lurus.
In addition, the DKI Jakarta KPKP office team had a group of fisheries, in which the Coordinators of the Fisheries and Fisheries Coordinators (KKP), Jakarta Sea and Fisheries Resources Supervisory Aadhaar (BSDKP) and Metro Jaya Civil Staff (PBNS) (PBNS)
Leave a Reply