JAKARTA (Antara) – Ekonom dan Direktur Digital Economics Center for Economics and Law Studies (Celios) Nailul Huda menyatakan bahwa ada 1,2 juta karyawan di negara yang berpotensi berhenti dengan penghentian hubungan kerja (PK).
“1,2 juta adalah total tenaga kerja yang terpisah,” kata Jacket, Kamis.
Dia menjelaskan, jumlahnya berasal dari semua sektor industri dalam satu tahun implikasi, dengan potensi pengurangan tertinggi dalam sub -sektor tekstil dan tekstil (TPT) yang mencapai 191.000 karyawan.
“Anda bisa mengatakan bahwa penyerapan kerja dalam industri tekstil akan berkurang sekitar 191.000, ini adalah penghitungan kasar kami,” katanya.
Dia mengakui bahwa menghitung potensi pemecatan adalah karena dampak memaksakan biaya masuk dari Amerika Serikat (AS) yang sama dengan 0,8 persen dari volume ekspor.
Adapun layar PHK di industri TPT, karena ekspor produk lokal ke AS sekarang cukup tinggi, dan di sisi lain pasar lokal juga tertekan karena impor yang merajalela dari Cina yang lebih murah.
“Akibatnya, nilai tambah industri TPT dapat turun,” katanya.
Di masa lalu, pada tanggal 2 April, Presiden AS Donald Trump menandatangani perintah eksekusi yang ditetapkan oleh tarif bersama untuk mengimpor dari berbagai negara.
Tarif dasar ditetapkan 10 persen, dengan tingkat yang lebih tinggi dibebankan terhadap 57 negara berdasarkan defisit perdagangan AS dengan masing -masing negara, termasuk Indonesia yang dikenakan tingkat timbal balik 32 persen.
Kemudian, pada 9 April, Trump mengumumkan bahwa tingkat 10 persen dasar akan diterapkan selama 90 hari terhadap lebih dari 75 negara yang tidak menerima tindakan dan dinegosiasikan, kecuali Cina.
Ketika perang dagang berlanjut, kapsul AS tentang barang -barang China telah tumbuh menjadi 145 persen, sementara China mencakup produk -produk Amerika mencapai 125 persen.
Leave a Reply