Jakara (Antara)-Pusat terkemuka dalam ekonomi makro dan keuangan indef m rizal Taufurahman melihat bahwa ekonomi Indonesia menunjukkan perlawanan yang mengesankan, di tengah-tengah beberapa negara berkembang yang terperangkap dalam penerimaan atau menghadapi ancaman penurunan ekonomi.
“Dengan pertumbuhan yang stabil dalam kisaran 5 persen, tawa mendapat manfaat dari konsumsi domestik yang kuat, diversifikasi mitra komersial, dan ekspor produk seperti batubara dan nikel,” kata Rizal ketika dihubungi di Jakarta pada hari Rabu.
Namun, Rizal mengenang, ketergantungan pada sektor produk adalah risiko yang tidak aktif. Apakah harga global turun atau pengaturan internasional diperketat, pendapatan ekspor dapat sangat berkurang.
Selain itu, produktivitas tenaga kerja yang rendah dan kurangnya diversifikasi di sektor industri tetap menjadi penghalang utama pertumbuhan jangka panjang.
Dalam implementasinya, resistensi atau penentuan ekonomi Indonesia tidak boleh membuat pemerintah dan pembuat kebijakan. Ketergantungan produk harus segera dan diperkuat di sektor manufaktur dan dalam ekonomi digital.
“Selain itu, bunga dan tarif pajak harus lebih fleksibel untuk menanggapi dinamika global tanpa mengorbankan daya saing ekonomi domestik,” kata Rizal.
Di antara ketidakpastian global, Rizal mengatakan bahwa tahap strategis dan reformasi struktural yang berkelanjutan akan menjadi kunci bagi Indonesia tidak hanya untuk bertahan hidup tetapi juga unggul dalam persaingan ekonomi global.
Dalam seperempat I-20124, ekonomi Indonesia terdaftar sebagai tumbuh 5,11 persen setiap tahun (tahun / yoy). Selain itu, pertumbuhan ekonomi mencapai 5,05 persen pada kuartal kedua 2024 dan 4,95 persen kuartal III-20124.
Menteri Keuangan (Menteri Keuangan) Sri Mulani Indrawati, pada konferensi pers APBN kami di Jakarta, Senin (6/1), proyek pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mencapai kisaran 5 persen pada tahun 2024.
Angka ini kurang dari asumsi makro dari anggaran negara 2024 (APBN) yang ditetapkan sebesar 5,2 persen.
Tingkat inflasi 2024 berada pada tingkat 1,57 persen (YOY), jauh lebih rendah dari asumsi APBN 2,8 persen. Namun, nilai tukar dicatat pada Rp15.847 per dolar AS pada akhir tahun, di bawah tekanan pada beberapa faktor global.
Sri Mulani menjelaskan bahwa ketidakpastian global, termasuk gejolak geopolitik dan pasar keuangan global, telah menjadi faktor kunci dalam mengurangi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Ketegangan di Timur Tengah, penurunan ekonomi Tiongkok, dan pengurangan biaya produk inti Indonesia juga mempengaruhi kinerja ekonomi nasional.
Bendahara negara itu juga mencatat dampak kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS. Aturan Trump, seperti menentukan tarif dan pendekatan ekonomi nasionalis, semakin memperburuk tekanan ekonomi global.
Leave a Reply