JAKARTA (Antara) – Wibi Andrino, wakil presiden Presiden DKI JAKART DPRD dari Fraksi Demokrat Nasional (OSSEM), mengeluh tentang dugaan insiden pelecehan (kekerasan), yang terjadi di SMA 70 Jakart.
Menurut Wibi, perilaku seperti itu tidak hanya melanggar nilai -nilai moral dan kemanusiaan, tetapi juga dapat meninggalkan pengaruh psikologis yang mendalam pada korban.
“Sebagai anggota DKI Jakarta DPRD, saya sangat prihatin dan sangat mengutuk insiden yang menganiaya yang terjadi di SMO 70 Jakarta,” kata Wibi pada hari Kamis di Jakarta.
Wibi menekankan pelecehan di lingkungan sekolah tidak boleh diremehkan atau dibiarkan.
Sekolah harus menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi siswa untuk belajar dan berkembang, bukan tempat di mana kekerasan atau intimidasi terjadi.
“Kasus ini adalah pengingat bagi kita semua, terutama bagi lembaga pendidikan, untuk meningkatkan pengawasan, pengembangan karakter dan aturan pemulihan di sekolah,” kata Wibi.
Selain itu, Wibi juga meminta Jakarta 70 untuk mengambil tindakan yang menentukan terhadap pelaku sesuai dengan aturan yang valid dan untuk memastikan bantuan para korban, baik secara fisik maupun psikologis.
Selain itu, kantor pendidikan DKI (DISDIK) dan lembaga pendukung lainnya juga harus terpengaruh untuk memastikan bahwa insiden serupa tidak diulang.
DKI DPRD, sebagai lembaga pengawas, kata Wibi, juga akan mendorong penguatan kebijakan yang terkait dengan perlindungan anak -anak dan mencegah kekerasan di lingkungan pendidikan.
“Saya mengundang semua elemen masyarakat, termasuk orang tua, guru dan siswa untuk menciptakan budaya sekolah yang positif berdasarkan empati dan saling menghormati,” kata Wibi.
Dia juga berharap bahwa kasus pelecehan di SMO 70 Jakarti akan diproses sesegera mungkin, dan peristiwa seperti ini tidak akan terjadi lagi nanti. Karena itu dapat menggaruk dunia pendidikan.
Dilaporkan sebelumnya, kasus pelecehan terjadi pada Jakarta SMA 70. Kali ini, seorang siswa dengan inisial ABF, yang duduk di SMA X 70 Jakarta, menjadi korban pelecehan orang tua.
Insiden itu terjadi pada 28 November 2024 di toilet sekolah. Berdasarkan informasi orang tua, ABF telah mengalami kekerasan fisik yang disebabkan oleh memar dan memar dalam pleksus matahari, perut dan paha kiri.
Pada awal kejadian ini, ada kesalahpahaman antara korban dan pelaku. Pada waktu itu, ABF memanggil teman sekelasnya dengan M awal ke toilet di lantai 2, yang merupakan TKP.
Namun, ketika korban mendekati temannya, pelaku ditarik ABF dengan F awal ke toilet. Saat berada di TKP, F ABF menabrak alur matahari, yang membuat korban jatuh.
Kemudian pelaku meminta korban untuk bangun lagi dan kembali ke pemukulan. Seorang teman beranggotakan empat orang mengikuti penganiayaan korban.
Pukulan itu menyebabkan korban mengeluh rasa sakit dan menyebabkan memar dan memar di solar pleksus, perut dan paha kiri.
Selain itu, sepatu ABF dan ponsel yang membawa pelaku mencakup berbagai hal.
Keluarga itu melaporkan dalam kasus ini di Kantor Polisi Jakarta Selatan, 4 Desember 2024.
Leave a Reply