JAKARTA (Antara) – Universitas Kebijakan Publik Trisakti University Trubus Rahardsyyah mengatakan bahwa masyarakat harus menyimpang dari penggunaan air tanah ke produksi air (PAM) untuk mengurangi eksploitasi air tanah yang memiliki efek negatif pada pengurangan tanah di Jakarta.
“Jika infrastrukturnya tepat, orang harus mulai bergerak dari penggunaan air tanah ke Pam Jaya,” kata Tricbus kepada Jakarta pada hari Jumat.
Dia mengatakan bahwa penurunan bumi di Jakarta berlanjut dan salah satunya adalah penggunaan perairan bawah tanah massal yang dibuat di Jakarta.
Akibatnya, dalam kasus ini, Trubus meminta pemerintah untuk terus mendidik Pam Jay dan memberikan layanan air bersih kepada masyarakat sehingga tidak akan lebih buruk, agar tidak memperburuk keadaan tanah di Jakarta.
Tricbus memperkirakan bahwa langkah ini diperlukan untuk mengurangi eksploitasi air tanah, yang memiliki efek negatif pada pengurangan tanah.
“Komunitas harus terus didorong untuk mengurangi ketergantungan pada air tanah dan beralih ke penggunaan layanan air Pam,” katanya.
Quarbus mengatakan bahwa nota pemahaman antara Pam Jaya dan Lemhanas Ri, yang terkait dengan studi tentang keselamatan air, sesuai karena merupakan kebutuhan yang diperlukan di tengah -tengah berbagai tantangan yang harus dihadapi Jakarta.
“Kita harus belajar dari pengalaman. Keselamatan air tidak hanya untuk saat ini, tetapi juga untuk masa depan. Pasti ada skenario desain yang berkelanjutan sehingga dimungkinkan untuk mendapatkan cita -cita mobil -petugas air,” katanya.
Sebelumnya, Pam Jaya Perumd telah diambil oleh National Defense Institute (Lemhanna) untuk belajar secara mendalam, yang berkaitan dengan air, yang merupakan kebutuhan mendasar di DKI Jakart.
Arief telah mengatakan bahwa kerja sama ini mencakup penelitian tentang berbagai aspek yang berkaitan dengan pengelolaan air bersih, tantangan infrastruktur, ancaman sumber daya air dan strategi pertahanan dalam menghadapi potensi krisis air di masa depan.
“Selain itu, Lemhanna dan Pam Jaya juga akan menciptakan kebijakan untuk memperkuat sistem air yang aman dan berkelanjutan bagi warga Jakarta,” katanya.
Kepala Pusat Data dan Informasi (Kapusdatin) dari Badan Manajemen Catastrophic Regional (BPBD), Mohamad Yohan, juga mengatakan bahwa pengurangan dan tingkat tanah dan perubahan iklim telah menjadi tantangan untuk mengatasi banjir air pasang di Jakarta.
“Tantangan dalam pengelolaan banjir banjir pasang surut di Jakarta adalah pendaratan karena administrasi air tanah yang berlebihan untuk mengkompromikan dampak banjir pasang surut,” katanya.
Tanah yang jatuh, kata Yohan, berarti bahwa wilayah Pantai Jakarta semakin rentan terhadap batasnya. Ini sulit diatasi tanpa perubahan signifikan dalam pengelolaan sumber daya air.
Leave a Reply