Dhaka, Bangladesh (ANTARA) – Bukti awal menunjukkan keterlibatan mantan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina dalam kasus penghilangan paksa, menurut laporan komisi yang dibentuk pemerintah sementara negara itu pada Sabtu (14/12).
Komisi Penyelidikan Penghilangan Paksa di Bangladesh menemukan keterlibatan Hasina dan beberapa pejabat senior keamanan dalam penghilangan paksa beberapa orang.
PBB dan kelompok hak asasi manusia lainnya mengatakan ratusan orang, sebagian besar anggota partai politik oposisi dan pembangkang, telah dihilangkan secara paksa pada masa pemerintahan Hasina.
Sebuah komisi yang dibentuk oleh pemerintah sementara Bangladesh yang dipimpin oleh Muhammad Yunus telah menemukan bukti awal yang menghubungkan Hasina, yang melarikan diri ke negara tetangga India pada tanggal 5 Agustus setelah pemberontakan yang dipimpin mahasiswa.
Sebuah komisi beranggotakan 5 orang yang dipimpin oleh mantan hakim Mainul Islam Chaudhry menyerahkan laporan berjudul “Mengungkap Kebenaran” kepada Yunus di Dhaka, kata tim media Yunus.
Dalam laporan tersebut, komisi tersebut menemukan “desain sistematis” untuk menutupi penghilangan paksa.
Ketua komisi tersebut mengungkapkan bahwa mereka yang terlibat dalam penghilangan atau pembunuhan di luar proses hukum ini tidak memiliki pemahaman yang mendalam tentang para korban.
Beberapa pejabat senior pemerintahan Hasina yang digulingkan telah terlibat dalam penyelidikan ini, termasuk penasihat keamanan pensiunan Mayor Jenderal Tariq Ahmed Siddiqui, mantan direktur jenderal Pusat Pemantauan Telekomunikasi Nasional Mayor Jenderal Ziaul Ahsan, dan banyak perwira senior polisi.
Komisi mencatat 1.676 pengaduan terkait penghilangan paksa dan 758 pengaduan telah diverifikasi.
Kami memperkirakan jumlah total penghilangan paksa bisa mencapai lebih dari 3.500 kasus.
Komisi tersebut merekomendasikan pembubaran Batalyon Aksi Cepat (RAB), sebuah pasukan elit yang diberi sanksi oleh Amerika Serikat atas pelanggaran hak asasi manusia yang serius, termasuk penghilangan paksa dan pembunuhan di luar proses hukum.
Minggu ini, ketua RAB mengakui keberadaan pusat penahanan rahasia bernama Aynagar dan meminta maaf atas pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh pasukan tersebut.
Dia mengatakan, keputusan mempertahankan atau membubarkan RAB sepenuhnya ada di tangan pemerintah dan mereka menerima keputusan tersebut.
Sumber: Anatoly
Leave a Reply